Liberalisasi Pendidikan






Liberalisasi Pendidikan










Oleh:
Dr. H. Agus Sukristyanto, MS





Disampaikan Pada:
Pembukaan Perkuliahan Semester Gasal
 Tahun Akademik 2006/2007
Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya
2006


Liberalisasi dan Desentralisasi Pendidikan

OleH:
Dr. H. Agus Sukristyanto, MS
(Pembantu Rektor I Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)


Assalamu’alaikum Warhmatulloohi Wabarokatuh.

       Alhamdullilah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah, SWT bahwa pada hari ini Minggu, 17 September 2006 kita dapat menghadiri Pembukaan Perkuliahan Semester Gasal Tahun Akademik 2006/2007 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Dalam kesempatan yang berbahagia ini saya mengucapkan selamat kepada saudara dapat bergabung dan bersama-sama lembaga ini untuk menyelesaikan studi saudara, dengan harapan semoga Saudara dapat secara serius menuntut ilmu dan mendapatkan ketrampilan yang baik dan saudara dapat mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat kelak.

Saudara-Saudara Mahasiswa yang saya Cintai
       Memperhatikan perkembangan pembangunan di bidang pendidikan  yang terjadi saat ini memberikan inspirasi kepada saya untuk menyampaikan berbagai permasalahan dan tantangan pendidikan yang sedang kita hadapi saat sekarang ini, khususnya liberalisasi dan desentralisasi pendidikan.
       Liberalisasi dan desentralisasi memiliki aspek yang sama, yaitu kebebasan, demokratisasi, dan pemberdayaan untuk menciptakan civil society. Liberalisasi yang menekankan pada aspek kebebasan merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa dihindari bagi kelangsungan suatu negara. Suatu produk akan tertransformasikan secara cepat dan mudah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh sebab itu gelombang liberalisasi yang melanda belahan dunia banyak melibatkan tangan, dan setiap individu memberikan kontribusi terhadap proses tersebut.
       Demikian juga liberalisasi di bidang pendidikan yang saat ini tidak dapat dibendung lagi, sehingga suatu bangsa harus mampu masuk kedalam pusaran tersebut dengan meningkatkan kemampuan daya saingnya. Oleh sebab itu daya saing suatu bangsa didefinisikan oleh Porter sebagai “a country’s share of world markets for its products” (Porter, 2002). Tantangan ke depan yaitu semakin pentingnya pengetahuan (kwoledge) sebagai pendorong utama pertumbuhan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan-tantangan di masa yang akan datang.
       Liberalisasi pendidikan merupakan suatu konsep yang menekankan pada kebebasan (freedom), bahwa pendidikan merefleksikan aspek liberty dari segala bentuk dehumanisasi yang membelenggu manusia dan kehidupannya. Pembebasan tersebut merupakan suatu pemikiran yang mendalam dari suatu konsep education for critical conciousness.

Desentralisasi Pendidikan.
       Liberalisasi pendidikan yang lebih menekankan pada aspek kebebasan merupakan unsure yang menentukan pada demokratisasi pendidikan, sehingga melahirkan kebijakan desentralisasi. Desentralisasi difahami sebagai “the delegation of authority and responsibility” dalam membuat keputusan sendiri kepada unit-unit organisasi yang lebih rendah (Pamuji, 1984:2). Desentralisasi sebagai pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab membuat keputusan sendiri dalam bingkai mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai kondisi dan potensi wilayah, sehingga kewenangan pemerintah daerah hanya sebagai alat dan fasilitator untuk memberikan kepentingan rakyat, memberikan fasilitas kepada rakyat melalui peran dan pemberdayaan masyarakat.
       Konsep desentralisasi berorientasi pada terjadinya pemberdayaan (empowering), baik yang dilayani maupun yang melayani. Secara normatif bahwa desentralisasi dan otonomi daerah telah tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 maupun pada UU Nomor 22 Tahun 1999, serta UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan desentralisasi diwujudkan dengan pemberian hak otonomi, yaitu hak wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang ada kepada daerah otonom, yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan kestabilan politik dan persatuan bangsa melalui upaya-upaya desentralisasi dan otonomi daerah yang sedang diimplementasikan. Demikian juga pendidikan telah mendapatkan suatu tempat dalam proses pembangunan nasional.
       Desentralisasi-otonomi pendidikan tinggi merupakan suatu strategi untuk mencapai visi dan misi perguruan tinggi, yang merupakan sebuah model pemberian kewenangan yang lebih luas dan kuat untuk menciptakan efisiensi dalam manajemen perguruan tinggi, menumbuhkan inovasi dan kreativitas, menumbuhkan competitive advantage.
       Pembangunan kemandirian perguruan tinggi dapat dilakukan melalui kerjasama peningkatan kapasitas dengan dunia industri, pemerintah dan masyarakat (university governance) untuk dapat menjaga kelangsungannya (sustainability) dalam aspek outcome, benefit and impacts. Dengan demikian sebuah perguruan tinggi tidak dilihat dari banyaknya jumlah lulusan yang dihasilkan, melainkan harus diorientasikan pada peningkatan relevansi dan pemuktahiran sebuah produk perguruan tinggi melalui proses Tri Darma Perguruan Tinggi untuk menjaga sustainability-nya.

Pendidikan Di Indonesia
       Konsep liberalisasi dan desentralisasi pendidikan di Indonesia merupakan satu kesatuan, karena desentralisasi menekankan pada aspek liberation. Demikian juga tentang desentralisasi pendidikan yang telah menjadi fenomena global, sehingga desentralisasi menjadi komitmen politik dari berbagai negara. Demikian juga tentang desentralisasi pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu desentralisasi selalu dikaitkan dengan manajemen berbasis sekolah, karena sekolah merupakan satuan pelaksana pendidikan. Dengan konsep tersebut diharapkan desentralisasi pendidikan dapat berjalan maksimal dalam derajat tinggi, dan secara efektif dapat mendukung pencapaian tujuan pendidikan.
       Kondisi pembangunan pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di Asean masih relatif rendah. Di dalam pendidikan tinggi jumlah perguruan tinggi cukup banyak, 81 perguruan tinggi negeri dengan total 880.000 mahasiswa dan sekitar 2236 perguruan tinggi swasta yang dikelola oleh masyarakat dengan total 1,7 juta mahasiswa.  Jumlah tersebut dilihat dari kualitas dan penyebarannya sangat tidak merata. Indikasinya adalah dari angka partisipasi di Indonesia paling rendah di Asia yaitu 12,8%, sementara itu Malaysia 23,26%, Thailand 31,92% dan Korea Selatan 71,6%. Rendahnya angka partisipasi ini akan berpengaruh terhadap Human Development Index (HDI) yang dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Oleh sebab itu, menyadari kondisi tersebut, pemerintah memiliki good will yang mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20% dari APBN, demikian juga berimplikasi pada anggaran APBD di tingkat propinsi maupun daerah. Hanya saja good will dipandang tidak cukup tanpa implementasi yang nyata, apalagi didukung kondisi ekonomi yang dipandang tidak berpihak pada saat sekarang ini.
       Beberapa karakteristik pendidikan di Indonesia adalah: (a) titik beratnya lebih kepada universal education daripada vocational education; (b) lebih menekankan pada kuantitas daripada kualitas; (c) tidak ada streaming dalam seleksi; (d) terdapat mismatch antara supply output pendidikan dan demand tenaga kerja; (e) methodic-didaktik yang digunakan tidak kondusif basgi proses empowerment, pembentukan kesadaran baru tentang self and a sence of dignity. Kondisi ini akan sulit mencapai upaya pengembangan sumberdaya manusia dalam bentuk human-centered development, kecuali dengan orientasi pada formally institutionalized educational activities, sehingga pendidikan mampu berfungsi sebagai transmitter of objective knowledge dan mampu menghantarkan mengembangkan potensialitas kemanusiaan yang memberi kemampuan secara kritis dan keatif melihat realita objektif yang ada dan mentransformasikannya.
       Selanjutnya dalam keterkaitannya dengan  pendidikan, Tilaar (1998), mengemukakan bahwa pendidikan nasional mengalami krisis yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme, dan manajemen. Sedikitnya ada enam masalah pokok sistem pendidikan nasional; (a) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (b) pemerataan kesempatan belajar, (c) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan, (d) status kelembagaan, (e) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan (f) sumberdaya yang belum professional. Sedangkan Sidi (2000) mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkontruksi dalam rangka otonomi daerah  berkaitan erat dengan peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan dan pemerataan pelayanan pendidikan.
Strategi Pendidikan Di Indonesia
Pertama: Arah dan Kebijakan Jasa Pendidikan Dalam
                Liberalisasi Perdagangan Jasa Pendidikan
       Upaya pembangunan pendidikan diarahkan untuk mengikuti dan mengimbangi serta mampu melihat peluang dari proses globalisasi dan liberalisasi dengan mengerahkan semua potensi masyarakat dan pemerintah demi menghasilkan proses pendidikan nasional yang berkualitas, sebagaimana dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara tegas mengakomodasi bentuk globalisasi yaitu tentang jasa pendidikan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
  1. Dalam globalisasi yang utama adalah mengurangi berbagai hambatan perdagangan, pembangunan yang mengedepankan prakarsa masyarakat luas yang akan meningkatkan daya saing bangsa;
  2. Mengantisipasi dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global;
  3. Meningkatkan standar mutu nasional secara bertahap agar lulusan pendidikan menengah mampu bersaing dengan lulusan pendidikan menengah negara-negara lain;
  4. Mendorong kerjasama penelitian dan pengembangan antar perguruan tinggi, serta dengan dunia usaha secara nasional maupun internasional
  5. Sinkronisasi dan koordinasi pembangunan pendidikan nasional dengan berbagai lembaga di dalam dan di luar negeri.

Kedua: Visi 2010
       Upaya untuk itu dapat dilihat  dalam pembangunan pendidikan tinggi, dapat dilihat dalam visi 2010 tentang strategi jangka panjang pendidikan tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, menekankan perlunya sistem pendidikan tinggi yang sehat, yang berorientasi pada quality, access and equity, dan autonomy.
  1. Quality;
    1. Pendidikan harus mampu menciptakan kebutuhan atau keinginan yang diperlukan oleh mahasiswa. Pendidikan juga mampu menghasilkan kemampuan intelektual, serta nilai-nilai kompetisi yang tinggi.
    2. Pendidikan harus mengembangkan penelitian dan pengembangan Program Pascasarjana dalam upaya program incubator untuk meningkatkan kapabilitas dan mengintegrasikan state-of-the-art teknologi.
    3. Menciptakan suatu sistem yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan demokrasi, beradap, inklusif yang akuntabel dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
    4. Menciptakan struktur financial yang komprehensip, peran serta dari stakeholders yang kuat dan mendatangkan investasi yang prospektif.
  2. Access and equity, berupaya untuk menciptakan peluang dalam bentuk seamless learning process, dan pengembangan potensi dalam hal; intellectual and emotional growth, well-equipped to work, contribution to society, dan self-satisfaction.
  3. Autonomy, menciptakan pemerintahan yang kuat dengan memberikan otonomi yang luas dan otoritas desentralisasi yang tinggi yang memiliki akuntabilitas terhadap institusi, legal infrastruktur, struktur financial dan proses manajemen untuk mendorong innovation, efficiency dan excellence.


Ketiga: UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
       Bertujuan untuk melaksanakan system pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional yang memiliki komitmen peningkatan mutu pendidikan, memiliki kualifikasi akademik, memiliki kompetensi, sertifikasi, dan lain-lain. Sehingga guru dan dosen dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas keprofesionalannya sebagai tenaga pendidik.

Penutup.
       Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan, semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua, dan saya berpesan kepada para mahasiswa agar terus menerus mengembangkan diri (self actualitation) tanpa mengenal lelah demi perkembangan ilmu dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Wassalaamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokatuh

Surabaya, 17 September 2006


Dr. H. Agus Sukristyanto, MS