BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Pemasaran
Kegiatan Pemasaran sering disalah artikan dengan
kegiatan penjualan dan promosi, sebenarnya pemasaran bukam hanya sekedar
melakukan kegiatan penjualan promosi dan penjualan saja . Penjualan dan promosi
merupakan salah satu dari beberapa fungsi pemasaran yang sebenarnya adalah
mengidentifikasi kebutuhan konsumen, mengembangkan produk yang tepat,
menetapkan harga, melaksanakan distribusi dan promosi yang efektif sehingga
dapat dikatakan bahwa pemasaran itu merupakan rangkaian aktifitas dari proses
sosial. Pemasaran adalah salah satu
usaha yang paling penting dalam menjalankan sebuah perusahaan . Berikut ini merupakan beberapa definisi yang
dipaparkan oleh ahli pemasaran, dengan suatu harapan kita bisa lebih mengerti
dan memahami serta menimba ilmu lebih lagi dengan baik.
Pemasaran
adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan
apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
secara mempertukarkan produk yanng bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2000 :
9).
2.1.2.
Perilaku Pembelian Konsumen
Pembelian
merupakan fungsi dari dua determinan, niat dan pengaruh lingkungan atau
situasi. Konsumen mengutarakan niat pembelian dalam dua kategori yaitu, (1)
niat membeli produk ataupun merek dan (2) niat membeli hanya kelas produk
(misalnya, niat membeli es krim, tetapi keputusan tambahan harus dibuat
mengenai merek apa) (Engel dkk,1995).
Karakteristik konsumen
1.
Karakter
pertama, (short
term perspective),
2.
Karakter
Kedua,
(dominated by unplanned behavior)
Faktor-faktor
yang paling mempengaruhi perilaku konsumen Indonesia
Dalam buku
Marketing Management: Twelfth Edition oleh Philip Kolter dan Kevin Lane Keller
pada tahun 2006, perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh
faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang
paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.
1.
Faktor budaya
2.
Faktor sosial
3.
Faktor pribadi
4.
Psikologi
2.1.3 Konsep in - Store Promotion
Promosi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada konsumen mengenai produk yang ditawarkan agar konsumen
memiliki ketertarikan, keinginan, dan tindakan untuk membeli produk tersebut.
Bauran promosi ritel merupakan alat yang dapat mengkomunikasikan produk kepada
konsumen. Kebijakan bauran pemasaran
akan lebih berhasil jika apa yang telah diprogram dikomunikasikan dengan baik
yaitu dengan aktivitas promosi. Secara umum, aktivitas promosi dapat dilakukan
dengan empat variabel. Keempat variabel tersebut adalah periklanan
(advertising), penjualan pribadi (personal
selling), promosi penjualan (sales
promotion), dan publisitas (publicity)
(Syahyunan, 2004). Dalam industri ritel, bauran
promosi terdiri dari periklanan (advertising),
penjualan pribadi (personal selling),
display toko (store display), promosi
penjualan (sales promotion), dan
publisitas (publicity).
1. Iklan
(Advertising)
2. Penjualan
Pribadi (Personal Selling)
3. Display
Toko (Store Display)
4. Penjualan
(Sales Promotion)
5. Publisitas
(Publicity)
2.1.4
Konsep Store Atmosphere
Pengertian store atmosphere merupakan salah satu
unsur dari retailing mix yang juga harus diperhatikan oleh suatu bisnis ritel. Dengan adanya store atmosphere yang baik, perusahaan dapat
menarik konsumen untuk berkunjung dan melakukan pembelian.
Pengertian store atmosphere menurut Utami dalam
bukunya “Manajemen Ritel” (2006:238) mengatakan bahwa : “Store Atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi
visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon
emosional dan persepsi pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli
barang”.
Gambar
2.1.
Elemen-elemen
Store Atmosphere
Sumber
: Berman dan Evans dalam bukunya Retail Management (2007:545)
Store
Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh
terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store
atmosphere terdiri dari exterior,
general interior, store layout, dan interior displays.
Menurut
Berman dan Evan dalam bukunya “Retail Management” (2001:604)
membagi elemen-elemen store atmosphere ke dalam 4 elemen, yaitu :
1.
Exterior
(bagian
depan toko)
2.
General
Interior
3.
Store
Layout (tata letak)
4.
Interior Display
2.1.5 Impulse
Buying
Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau
jasa tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak
hal seperti display pemotongan harga 50%. Display atau peragaan tersebut telah
membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang
mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian
seperti ini disebut sebagai pembelian impulse (impulse purchasing/impulse
buying) (Sumarwan,2002).
Perspektif mengenai
impulse buying yang paling dasar
berfokus pada faktor eksternal yang mungkin menyebabkan gejala tersebut.
Menurut Buedincho (2003) faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pembelian
impulsif antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek,
distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, displai toko yang
menyolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan kesenangan
untuk mengoleksi.
2.1.5.1
Elemen Impulse Buying
Verplanken & Herabadi (2001) mengatakan terdapat
dua elemen penting dalam impulse buying yaitu:
1. Kognitif
Elemen
ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:
a. Tidak
mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk
b. Tidak
melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk
c. Tidak
melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih
berguna.
2. Emosional
Elemen
ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang Di mana meliputi :
a. Timbulnya
dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian.
b. Timbul
perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian.
c. Tipe-tipe
pembelian impulsif
2.1.5.2 Tipe Impulse Buying
Yu K. Han et al pada tahun 1991 (dalam
Solomon & Rabolt,2009) menyatakan tipe impulse buying dalam pembelian
fashion terdiri dari :
a.
Pure
Impulse Buying (pembelian Impulsif murni)
b. Fashion Oriented Buying
atau biasa disebut Suggestion Impulse (Pembelian impulsif yang timbul karena sugesti)
c. Reminder Impulse Buying
(pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)
d. Planned Impulse Buying
(Pembelian tergantung pada kondisi penjualan)
2.1.5.3
Karakteristik
Impulse Buying
Menurut Rook dan Fisher (Engel et al,1995), impulse
buying memiliki beberapa karakteristik yang bisa mendiskripsikan
bentuk-bentuk pembelian tidak terencana ( impulse
buying ) pada konsumen yang melakukan aktifitas belanja (shoping), yaitu sebagai berikut :
a. Spontanitas
b.
Kekuatan, kompulsi, dan intensitas
c. Kegairahan
dan stimulasi
d. Ketidakpedulian
akan akibat
2.1.5.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impulse Buying
Beberapa penelitian mengenai impulse buying menunjukkan bahwa
karakteristik produk, karakteristik pemasaran serta karakteristik konsumen
memiliki pengaruh terhadap munculnya impulse
buying (Loudon & Bitta, 1993).
Selain ketiga
karakteristik tersebut, Hawkins (2007) juga
menambahkan karakteristik situsional sebagai faktor yang juga
berpengaruh.
1. Karakteristik produk yang mempengaruhi
impulse buying adalah:
a. Memiliki harga yang rendah
b. Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk
tersebut
c. Ukurannya kecil dan ringan
d. Mudah disimpan
2. Pada karakteristik pemasaran,
hal-hal yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a. Distribusi massa pada self
service outlet terhadap pemasangan iklan besar-besaran dan material yang
akan didiskon
3.
Karakteristik konsumen yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a. Kepribadian konsumen
b.
Demografis berupa gender, usia, kelas sosial ekonomi, status perkawinan,
pekerjaan, dan pendidikan.
Setiap keputusan pembelian mempunyai motif di baliknya. Motif pembelian dapat dipandang sebagai
kebutuhan yang timbul, rangsangan atau gairah. Motif ini berlaku sebagai
kekuatan yang timbul yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan yang timbul.
Persepsi seseorang mempengaruhi atau membentuk tingkah laku ini. Pemahaman akan
motif pembelian memberikan alasan pada penjual mengapa pelanggan tersebut
membeli.
Terjadinya impulse buying
pada konsumen umumnya adalah pertama produk yang memiliki harga yang rendah
sehingga konsumen tidak perlu berfikir untuk menghitung bajet yang dikeluarkan.
Kedua adalah produk-produk yang memiliki mass
marketing, sehingga ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut
tersebar pernah diiklankan di televisi. Ketiga adalah produk-produk dalam
ukuran kecil dan mudah disimpan. Biasanya konsumen mengambil produk ini karena
dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang atau kereta belanjanya.
Menurut Mowen dan Minor definisi Pembelian impulsif (Impulse Buying) (2001 : 65) adalah
tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau
maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Intinya pembelian
impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena
perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda. Dengan kata lain faktor emosi
merupakan ”tanda masuk” ke dalam lingkungan dari orang-orang yang memiliki
gairah yang sama atas segala sesuatu barang.
Dalam kegiatan impulse buying terbagi beberapa bentuk menurut
Stern (dalam Marketing, 2007: 22):
Pertama, reminder impulse
buying yakni terjadi pada saat konsumen di toko, melihat produk dan
kemudian membuatnya mengingat sesuatu akan produk tersebut. Bisa jadi dia ingat
iklannya atau rekomendasi orang. Kedua, pure
impulse buying terjadi ketika si konsumen benar-benar tidak merencanakan
apapun untuk membeli. Ketiga, suggested
impulse buying dimana si pembelanja diperkenalkan produk tersebut melalui in store promotion Keempat, planned impulse buying, di mana si
konsumen sebenarnya mempunyai rencana namun keputusan membelinya tergantung
pada harga dan merek di toko tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa impulse buying itu adalah suatu kegiatan
yang didasarkan pada emosi seseorang yang timbul karena rasa ketertarikan pada
produk tertentu. Ini dilakukan secara cepat tanpa berfikir panjang terlebih
dahulu. Emosi ini terlibat karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan
hidup secara cepat.
Pengukuran Impulse Buying menurut Rook dan Fisher (dalam
Marketing, 2007) impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara
spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis.
Menurut Manning dan Reece (2001:159) impulse buying
menitikberatkan pada daya tarik atas sentimen dan gairah membeli. Artinya
berkaitan dengan emosi seseorang. Daya
tarik di sini berkaitan dengan barang yang ditawarkan suatu toko tertentu,
sehingga mereka tertarik dan mempunyai gairah untuk membelanjakann
Gambar 2.2
Hubungan
Variabel In-Store Promotion dan
Variabel Store Atmosphere terhadap Impulse Buyin g