ada berbagai pengertian tentang komitmen organisasi, antara lain :
a) Komitmen menurut Newman, Warren dan Schnee (1982:422) memiliki arti suatu perasaan positif dan menerima dengan senang hati atas performance yang diinginkan. Perasaan ini datang dari dalam diri individu sehingga semakin positif perasaannya akan semakin tinggi pula tingkat komitmennya.
b) Sheldon dalam Steers dan Poeter (1987:442) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu orientasi terhadap organisasi yang menyangkut identifikasi individu dalam organisasi. Komitmen terhadap organisasi merupakan konsekuensi dari hasil interaksi antara karyawan dengan organisasi. Ketika karyawan bersedia untuk berkomitmen maka ia akan bersedia untuk mengikatkan diri dan memberikan sumbangan maksimal demi tercapainya tujuan organisasi jika organisasi tersebut mampu mengorganisir, mengarahkan dan memenuhi harapan mereka.
c) Robbins (1988:314), komitmen organisasi merupakan orientasi individu pada organisasi yang ditujukan melalui loyalitas, identifikasi dan keterlibatannya dalam organisasi.
d) Davis dan Newstorm (1993:198) menyatakan sebagai keyakinan dan kepercayaan karyawan pada misi dan tujuan organisasi, keinginan mencurahkan usaha dalam mencapai prestasi dan keinginan yang kuat untuk terus bekerja di organisasi/perusahaan tersebut.
e) Komitmen organisasi menurut Greenberg dan Baron (1997:190) adalah derajat dimana individu mengidentifikasikan dan terlibat dalam organisasi yang ditujukan oleh individu dengan sikapnya dan keinginan untuk tidak meninggalkan organisasi.
f) Steers & Porter (1991:290) menjelaskan pengertian komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan individu yang relatif kuat pada suatu organisasi tertentu. Komitmen ini merupakan suatu proses berkelanjutan dimana individu memikirkan organisasi dan kesuksesan serta kesejahteraan yang akan dicapai.
g) Luthans (1992:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keinginan yang kuat untuk mempertahankan diri sebagai anggota dari organisasi, kemauan untuk mengerahkan tenaganya demi organisasi, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain adalah kesetiaan seseorang tehadap organisasi tersebut.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif yang ada dalam diri individu atas keterlibatannya dalam organisasi, dimana individu berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya pada iklim organisasi sehingga muncul keinginan untuk tidak akan meninggalkan organisasi.
2. Pendekatan dalam komitmen organisasi
Terdapat dua macam pendekatan yang digunakan untuk memahami tentang komitmen, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap (Greenberg dan Baron, 1997:191), yaitu :
a. Pendekatan Perilaku (Behavioral Commitment), menekankan pada bagaimana perilaku seseorang mengikatkan dirinya pada organisasi. Sekali perilaku memperlihatkan komitmen, orang harus menyesuaikan sikap mereka yang kemudian mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya. Robert & Hunt (1991:145) menyatakan, yang termasuk dalam pendekatan perilaku adalah Orientasi Sisi Pertaruhan (Side Beth Orientation) adalah pendekatan yang berfokus pada rasa takut pada diri individu atas kehilangan yang telah diinvestasikan dalam organisasi dan mereka tidak dapat menggantikannya jika meninggalkan organisasi, misalnya reputasi, pengalaman, dan stabilitas dalam pekerjaannya yang sekarang. Sebagai perilaku, Salancik (Temaluru, 2001:457) mengungkapkan ada empat karakteristik tindakan sebagai faktor penentu komitmen, yaitu :
1) Kejelasan tindakan, berupa tindakan yang dapat diamati dan dilakukan tanpa ragu-ragu. Hal hal ini ada konsistensi antara perilaku individu dengan yang dikatakan.
2) Pengulangan tindakan yang dilakukan secara teratur dan kontinyu.
3) Tindakan yang dilakukan atas kemauan sendiri dan didasarkan pada kebebasan individu.
4) Publisitas tindakan yang dapat diketahui dan dirasakan secara sosial.
b. Pendekatan Sikap (Attitudinal Commitment). Menurut Robert dan Hunt (1991:145), pendekatan ini menunjukkan pada kategori sikap (attitudinal commitment) dalam menjelaskan komitmen organisasional dan memfokuskan pada bagaimana individu mengidentifikasi dengan tujuan dan nilai organisasi. Hal ini merefleksikan kemauan organisasi untuk menerima dan bekerja untuk memenuhi tujuan organisasi. Termasuk dalam pendekatan sikap adalah Goal-congruence orientation yaitu pendekatan yang berfokus pada tingkat persetujuan antara tujuan-tujuan personal individu dengan tujuan organisasi. Pendekatan ini menggambarkan kesediaan seseorang menerima dan bekerja demi tercapainya tujuan organisasi. Komitmen organisasi menurut pendekatan ini merupakan hasil interaksi dari : (a) keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, (b) penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi, dan (c) kesediaan untuk membantu organisasi demi tercapainya tujuan organisasi.
Dari kedua pendekatan diatas akan didapatkan tiga komponen model/dimensi komitmen terhadap organisasi (Temaluru, 2001: 458), yaitu :
a. Affective commitment, yaitu komitmen yang berhubungan dengan goal-condruence orientation yang mengacu pada keinginan individu untuk tetap menetap dalam suatu organisasi karena keinginan sendiri. Dalam hal ini ada keikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan individu dalam organisasi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa affective commitment memiliki pengaruh yang positif dengan kinerja (LaMastro, 2002:2).
b. Continuance commitment, yaitu komitmen individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila individu tersebut akan meninggalkan organisasi. Individu tersebut memutuskan untuk tetap menjadi anggota organisasi karena ia tidak dapat melakukan hal lain dan menganggap bekerja sebagai suatu pemenuhan kebutuhan. Komitmen ini berhubungan dengan pendekatan side-bets orientation. Komitmen ini menyangkut usia, masa jabatan/kedudukan, kepuasan karir dan maksud untuk keluar dari organisasi. Masa jabatan/kedudukan dapat diindikasikan dengan nontransferable investment seperti tertutupnya hubungan kerja dengan rekan kerja, investasi pensiunan, investasi karir, dan ketrampilan khusus terhadap organisasi. Usia dapat berhubungan negatif dengan alternatif kesempatan pekerjaan yang tersedia. Kepuasan karir diharapkan memberi pengukuran langsung terhadap investasi yang berhubungan dengan karir. Niat/maksud untuk keluar dari organisasi diharapkan berhubungan negatif dengan continuance commitment, karena karyawan yang bermaksud meninggalkan organisasi adalah yang kurang komitmen. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa continuance commitment mungkin secara negatif berpengaruh terhadap kinerja (LaMastro, 2002:2)
c. Normative commitment, yaitu komitmen yang mengacu pada keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu merasa memiliki kewajiban untuk loyal terhadap organisasi sehingga memutuskan untuk tetap tinggal pada suatu organisasi. Keinginan individu untuk tetap menetap dalam suatu organisasi karena adanya suatu keharusan.
3. Aspek-Aspek dalam komitmen organisasi.
Ada tiga aspek dalam komitmen organisasi menurut Steers (1991:290), Miner (1992:124) dan Scholl (1981:589-599) yaitu kesiapan untuk selalu berusaha karena dirinya merupakan bagian dari organisasi, penerimaan nilai dan tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bekerja pada organisasi.
a. Kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan serta nilai-nilai yang kuat dalam organisasi.
Dalam suatu organisasi diperlukan suasana saling percaya dan saling mendukung antara karyawan dengan organisasi sehingga mereka bersedia untuk memberikan suatu sumbangan pada organisasi dan sebaliknya organisasi juga memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari karyawan. Menurut Siagian (1986:206), karyawan yang memiliki penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi merupakan hal yang positif bagi organisasi karena karyawan tidak akan ragu lagi untuk melibatkan diri dalam organisasi dan bersedia untuk membantu tercapainya tujuan organisasi.
Karyawan yang memiliki kepercayaan pada nilai-nilai dan tujuan organisasi, cenderung memiliki komitmen yang kuat. Karena timbulnya kepercayaan menunjukkan adanya kesesuaian antara individu dengan organisasi sehingga karyawan mau mengidentifikasikan diri pada organisasi. Dalam hal ini kemampuan seorang pemimpin yang sangat penting adalah membuat karyawan memiliki keinginan untuk mengidentifikasikan dirinya pada organisasi.
b. Kesediaan untuk berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan organisasi.
Keterlibatan karyawan pada organisasi sangat diharapkan terutama kesediaannya untuk bekerja sama baik dengan pimpinan maupun dengan rekan sekerja. Bentuk keterlibatan karyawan dalam peningkatan mutu kehidupan dalam berkarya dapat beraneka ragam yang intinya berkisar pada peningkatan partisipasi para karyawan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan mereka dan hubungannya dengan organisasi. Dengan demikian bukan hanya tanggung jawab karyawan yang ditingkatkan, akan tetapi yang diharapkan adalah timbulnya rasa memiliki organisasi yang pada akhirnya berakibat pada keberhasilan organisasi, karena para anggota organisasi akan berusaha bekerja lebih produktif. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu diusahakan agar keterlibatan karyawan berlangsung disamping terarah, juga diupayakan agar menjadi bagian dari kultur organisasi (Siagian,1992:321).
Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan, yang dapat menimbulkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan merupakan keputusan bersama. Sehingga karyawan akan merasa diterima sebagai bagian dari organisasi dan memiliki kewajiban untuk melaksanakan bersama karena adanya rasa keterikatan dengan yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989:289).
c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotannya dalam organisasi.
Karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi akan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk tetap bekerja pada organisasi agar dapat terus memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan yang mereka yakini. Komitmen organisasi memberikan konsekwensi personal yang positif, semakin tinggi komitmen organisasinya , individu cenderung dapat meningkatkan keberhasilan karirnya dan kehidupan diluar pekerjaannya.
4. Fase pembentukan komitmen organisasi
O’Reilly (Anggraeni, 2001:25) menyatakan tiga fase komitmen terhadap organisasi, yaitu :
a. Fase kerelaan dan kepatuhan
Fase ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain dan patuh terhadap setiap tugas atau perintah yang diberikan kepadanya, terutama jika hal tersebebut berhubungan dengan perolehan sesuatu dari orang lain seperti pembayaran. Namun fase ini sangat rentan untuk kehilangan komitmen jika individu menghadapi kondisi yang tidak sesuai dengan harapannya.
b. Fase identifikasi
Fase ketika individu menerima pengaruh untuk mempertahankan suatu kepuasan, dan berhubungan dengan identifikasi diri. Dalam fase ini ada rasa kebanggan terhadap suatu organisasi dan berusaha membina serta mempertahankan hubungan baik dengan orang lain. Kebanggan inilah yang mendorong komitmennya pada organisasi.
c. Fase internalisasi
Fase saat individu secara intrinsik merasakan nilai-nilai organisasi sesuai atau sama dengan nilai-nilai pribadi. Pada fase ini individu memiliki tanggung jawab dan perasaan memiliki yang tinggi terhadap organisasinya. Oleh karena itu. individu secara sadar memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi karena secara langsung atau tidak langsung merupakan pencapaian tujuan pribadi.
5. Faktor-faktor penentu komitmen organisasi
Komitmen organisasi yang kuat merupakan interaksi dari karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan), karakteristik pekerjaan ( umpan balik, identitas tugas, kesempatan berinteraksi), karakteristik peran dan pengalaman kerja (Steers. 1977). Sedangkan Morris dan Sherman (1981) menemukan bahwa usia dan pendidikan (demografi individual), rasa mampu (psikologi), dan perilaku supervisor (keadaan kerja) memberikan sumbangan yang berarti terhadap komitmen organisasi (Anggraeni 2001:26).
Berikut ini adalah faktor-faktor penentu komitmen organisasi, yaitu :
a. Faktor demografi individual
1) Usia
Usia dan masa kerja, menurut Mowday,et.,al., (Robert dan Hunt, 1991:147) dan LaMastro (2002:1) menunjukkan hubungan yang positif dengan komitmen. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi semakin terbatas sejalan dengan meningkatnya usia dan masa kerja. Keterbatasan tersebut dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga meningkatkan komitmen. Sehingga, semakin bertambah usia dan pengalaman kerjanya, komitmen mereka terhadap organisasi akan cenderung meningkat.
2) Jenis kelamin
Menurut Mowday (1982), wanita cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi dibandingkan pria. Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan bagi mereka menjadi lebih penting (Temaluru, 2001:459).
3) Pendidikan
Menurut Cherrington (1994:276), individu yang berpendidikan rendah cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada yang berpendidikan tinggi. Hal ini karena individu berpendidikan tinggi semakin banyak harapannya yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau sesuai dengan organisasi tempat bekerja. Sedangkan LaMastro (2002:1) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan komitmen.
b. Karakteristik keadaan kerja
1) Sifat kerja
Pekerjaan yang memiliki lingkup kerja lebih luas dan menuntut sumbangan ide-ide cenderung membuka kesempatan kepada individu untuk memikul tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan individu akan memiliki komitmen organisasi lebih tinggi daripada pekerjaan dengan ruang lingkup sempit dan rutinitas terbatas yang akan memicu munculnya kebosanan.
2) Perilaku supervisor
Supervisor sebagai atasan yang berhubungan langsung dengan karyawan dapat memunculkan komitmen organisasi. Hal ini karena sikap dan tindakan supervisor dapat mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan. Dalam suatu studi disebutkan bahwa turn over dapat disebabkan oleh pengawasan yang kurang baik dari supervisor (Gilmer, 1971:281).
c. Faktor psikologi pribadi
1) Kebutuhan
Seseorang dengan tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi, minat hidup yang berorientasi kerja, dan rasa bersaing akan memiliki hubungan yang positif dengan komitmen organisasi.
2) Sistem nilai pribadi
Individu yang memiliki nilai kerja instrinsik yang tinggi cenderung memiliki komitmen organisasi yang tinggi pula. Individu yang demikian akan memiliki pandangan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang berharga dan harus dipertahankan (Cherrington, 1994:276).
a) Komitmen menurut Newman, Warren dan Schnee (1982:422) memiliki arti suatu perasaan positif dan menerima dengan senang hati atas performance yang diinginkan. Perasaan ini datang dari dalam diri individu sehingga semakin positif perasaannya akan semakin tinggi pula tingkat komitmennya.
b) Sheldon dalam Steers dan Poeter (1987:442) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu orientasi terhadap organisasi yang menyangkut identifikasi individu dalam organisasi. Komitmen terhadap organisasi merupakan konsekuensi dari hasil interaksi antara karyawan dengan organisasi. Ketika karyawan bersedia untuk berkomitmen maka ia akan bersedia untuk mengikatkan diri dan memberikan sumbangan maksimal demi tercapainya tujuan organisasi jika organisasi tersebut mampu mengorganisir, mengarahkan dan memenuhi harapan mereka.
c) Robbins (1988:314), komitmen organisasi merupakan orientasi individu pada organisasi yang ditujukan melalui loyalitas, identifikasi dan keterlibatannya dalam organisasi.
d) Davis dan Newstorm (1993:198) menyatakan sebagai keyakinan dan kepercayaan karyawan pada misi dan tujuan organisasi, keinginan mencurahkan usaha dalam mencapai prestasi dan keinginan yang kuat untuk terus bekerja di organisasi/perusahaan tersebut.
e) Komitmen organisasi menurut Greenberg dan Baron (1997:190) adalah derajat dimana individu mengidentifikasikan dan terlibat dalam organisasi yang ditujukan oleh individu dengan sikapnya dan keinginan untuk tidak meninggalkan organisasi.
f) Steers & Porter (1991:290) menjelaskan pengertian komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan individu yang relatif kuat pada suatu organisasi tertentu. Komitmen ini merupakan suatu proses berkelanjutan dimana individu memikirkan organisasi dan kesuksesan serta kesejahteraan yang akan dicapai.
g) Luthans (1992:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keinginan yang kuat untuk mempertahankan diri sebagai anggota dari organisasi, kemauan untuk mengerahkan tenaganya demi organisasi, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain adalah kesetiaan seseorang tehadap organisasi tersebut.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif yang ada dalam diri individu atas keterlibatannya dalam organisasi, dimana individu berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya pada iklim organisasi sehingga muncul keinginan untuk tidak akan meninggalkan organisasi.
2. Pendekatan dalam komitmen organisasi
Terdapat dua macam pendekatan yang digunakan untuk memahami tentang komitmen, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap (Greenberg dan Baron, 1997:191), yaitu :
a. Pendekatan Perilaku (Behavioral Commitment), menekankan pada bagaimana perilaku seseorang mengikatkan dirinya pada organisasi. Sekali perilaku memperlihatkan komitmen, orang harus menyesuaikan sikap mereka yang kemudian mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya. Robert & Hunt (1991:145) menyatakan, yang termasuk dalam pendekatan perilaku adalah Orientasi Sisi Pertaruhan (Side Beth Orientation) adalah pendekatan yang berfokus pada rasa takut pada diri individu atas kehilangan yang telah diinvestasikan dalam organisasi dan mereka tidak dapat menggantikannya jika meninggalkan organisasi, misalnya reputasi, pengalaman, dan stabilitas dalam pekerjaannya yang sekarang. Sebagai perilaku, Salancik (Temaluru, 2001:457) mengungkapkan ada empat karakteristik tindakan sebagai faktor penentu komitmen, yaitu :
1) Kejelasan tindakan, berupa tindakan yang dapat diamati dan dilakukan tanpa ragu-ragu. Hal hal ini ada konsistensi antara perilaku individu dengan yang dikatakan.
2) Pengulangan tindakan yang dilakukan secara teratur dan kontinyu.
3) Tindakan yang dilakukan atas kemauan sendiri dan didasarkan pada kebebasan individu.
4) Publisitas tindakan yang dapat diketahui dan dirasakan secara sosial.
b. Pendekatan Sikap (Attitudinal Commitment). Menurut Robert dan Hunt (1991:145), pendekatan ini menunjukkan pada kategori sikap (attitudinal commitment) dalam menjelaskan komitmen organisasional dan memfokuskan pada bagaimana individu mengidentifikasi dengan tujuan dan nilai organisasi. Hal ini merefleksikan kemauan organisasi untuk menerima dan bekerja untuk memenuhi tujuan organisasi. Termasuk dalam pendekatan sikap adalah Goal-congruence orientation yaitu pendekatan yang berfokus pada tingkat persetujuan antara tujuan-tujuan personal individu dengan tujuan organisasi. Pendekatan ini menggambarkan kesediaan seseorang menerima dan bekerja demi tercapainya tujuan organisasi. Komitmen organisasi menurut pendekatan ini merupakan hasil interaksi dari : (a) keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, (b) penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi, dan (c) kesediaan untuk membantu organisasi demi tercapainya tujuan organisasi.
Dari kedua pendekatan diatas akan didapatkan tiga komponen model/dimensi komitmen terhadap organisasi (Temaluru, 2001: 458), yaitu :
a. Affective commitment, yaitu komitmen yang berhubungan dengan goal-condruence orientation yang mengacu pada keinginan individu untuk tetap menetap dalam suatu organisasi karena keinginan sendiri. Dalam hal ini ada keikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan individu dalam organisasi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa affective commitment memiliki pengaruh yang positif dengan kinerja (LaMastro, 2002:2).
b. Continuance commitment, yaitu komitmen individu yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila individu tersebut akan meninggalkan organisasi. Individu tersebut memutuskan untuk tetap menjadi anggota organisasi karena ia tidak dapat melakukan hal lain dan menganggap bekerja sebagai suatu pemenuhan kebutuhan. Komitmen ini berhubungan dengan pendekatan side-bets orientation. Komitmen ini menyangkut usia, masa jabatan/kedudukan, kepuasan karir dan maksud untuk keluar dari organisasi. Masa jabatan/kedudukan dapat diindikasikan dengan nontransferable investment seperti tertutupnya hubungan kerja dengan rekan kerja, investasi pensiunan, investasi karir, dan ketrampilan khusus terhadap organisasi. Usia dapat berhubungan negatif dengan alternatif kesempatan pekerjaan yang tersedia. Kepuasan karir diharapkan memberi pengukuran langsung terhadap investasi yang berhubungan dengan karir. Niat/maksud untuk keluar dari organisasi diharapkan berhubungan negatif dengan continuance commitment, karena karyawan yang bermaksud meninggalkan organisasi adalah yang kurang komitmen. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa continuance commitment mungkin secara negatif berpengaruh terhadap kinerja (LaMastro, 2002:2)
c. Normative commitment, yaitu komitmen yang mengacu pada keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu merasa memiliki kewajiban untuk loyal terhadap organisasi sehingga memutuskan untuk tetap tinggal pada suatu organisasi. Keinginan individu untuk tetap menetap dalam suatu organisasi karena adanya suatu keharusan.
3. Aspek-Aspek dalam komitmen organisasi.
Ada tiga aspek dalam komitmen organisasi menurut Steers (1991:290), Miner (1992:124) dan Scholl (1981:589-599) yaitu kesiapan untuk selalu berusaha karena dirinya merupakan bagian dari organisasi, penerimaan nilai dan tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bekerja pada organisasi.
a. Kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan serta nilai-nilai yang kuat dalam organisasi.
Dalam suatu organisasi diperlukan suasana saling percaya dan saling mendukung antara karyawan dengan organisasi sehingga mereka bersedia untuk memberikan suatu sumbangan pada organisasi dan sebaliknya organisasi juga memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari karyawan. Menurut Siagian (1986:206), karyawan yang memiliki penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi merupakan hal yang positif bagi organisasi karena karyawan tidak akan ragu lagi untuk melibatkan diri dalam organisasi dan bersedia untuk membantu tercapainya tujuan organisasi.
Karyawan yang memiliki kepercayaan pada nilai-nilai dan tujuan organisasi, cenderung memiliki komitmen yang kuat. Karena timbulnya kepercayaan menunjukkan adanya kesesuaian antara individu dengan organisasi sehingga karyawan mau mengidentifikasikan diri pada organisasi. Dalam hal ini kemampuan seorang pemimpin yang sangat penting adalah membuat karyawan memiliki keinginan untuk mengidentifikasikan dirinya pada organisasi.
b. Kesediaan untuk berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan organisasi.
Keterlibatan karyawan pada organisasi sangat diharapkan terutama kesediaannya untuk bekerja sama baik dengan pimpinan maupun dengan rekan sekerja. Bentuk keterlibatan karyawan dalam peningkatan mutu kehidupan dalam berkarya dapat beraneka ragam yang intinya berkisar pada peningkatan partisipasi para karyawan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan mereka dan hubungannya dengan organisasi. Dengan demikian bukan hanya tanggung jawab karyawan yang ditingkatkan, akan tetapi yang diharapkan adalah timbulnya rasa memiliki organisasi yang pada akhirnya berakibat pada keberhasilan organisasi, karena para anggota organisasi akan berusaha bekerja lebih produktif. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu diusahakan agar keterlibatan karyawan berlangsung disamping terarah, juga diupayakan agar menjadi bagian dari kultur organisasi (Siagian,1992:321).
Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan, yang dapat menimbulkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan merupakan keputusan bersama. Sehingga karyawan akan merasa diterima sebagai bagian dari organisasi dan memiliki kewajiban untuk melaksanakan bersama karena adanya rasa keterikatan dengan yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989:289).
c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotannya dalam organisasi.
Karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi akan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk tetap bekerja pada organisasi agar dapat terus memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan yang mereka yakini. Komitmen organisasi memberikan konsekwensi personal yang positif, semakin tinggi komitmen organisasinya , individu cenderung dapat meningkatkan keberhasilan karirnya dan kehidupan diluar pekerjaannya.
4. Fase pembentukan komitmen organisasi
O’Reilly (Anggraeni, 2001:25) menyatakan tiga fase komitmen terhadap organisasi, yaitu :
a. Fase kerelaan dan kepatuhan
Fase ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain dan patuh terhadap setiap tugas atau perintah yang diberikan kepadanya, terutama jika hal tersebebut berhubungan dengan perolehan sesuatu dari orang lain seperti pembayaran. Namun fase ini sangat rentan untuk kehilangan komitmen jika individu menghadapi kondisi yang tidak sesuai dengan harapannya.
b. Fase identifikasi
Fase ketika individu menerima pengaruh untuk mempertahankan suatu kepuasan, dan berhubungan dengan identifikasi diri. Dalam fase ini ada rasa kebanggan terhadap suatu organisasi dan berusaha membina serta mempertahankan hubungan baik dengan orang lain. Kebanggan inilah yang mendorong komitmennya pada organisasi.
c. Fase internalisasi
Fase saat individu secara intrinsik merasakan nilai-nilai organisasi sesuai atau sama dengan nilai-nilai pribadi. Pada fase ini individu memiliki tanggung jawab dan perasaan memiliki yang tinggi terhadap organisasinya. Oleh karena itu. individu secara sadar memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi karena secara langsung atau tidak langsung merupakan pencapaian tujuan pribadi.
5. Faktor-faktor penentu komitmen organisasi
Komitmen organisasi yang kuat merupakan interaksi dari karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan), karakteristik pekerjaan ( umpan balik, identitas tugas, kesempatan berinteraksi), karakteristik peran dan pengalaman kerja (Steers. 1977). Sedangkan Morris dan Sherman (1981) menemukan bahwa usia dan pendidikan (demografi individual), rasa mampu (psikologi), dan perilaku supervisor (keadaan kerja) memberikan sumbangan yang berarti terhadap komitmen organisasi (Anggraeni 2001:26).
Berikut ini adalah faktor-faktor penentu komitmen organisasi, yaitu :
a. Faktor demografi individual
1) Usia
Usia dan masa kerja, menurut Mowday,et.,al., (Robert dan Hunt, 1991:147) dan LaMastro (2002:1) menunjukkan hubungan yang positif dengan komitmen. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi semakin terbatas sejalan dengan meningkatnya usia dan masa kerja. Keterbatasan tersebut dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga meningkatkan komitmen. Sehingga, semakin bertambah usia dan pengalaman kerjanya, komitmen mereka terhadap organisasi akan cenderung meningkat.
2) Jenis kelamin
Menurut Mowday (1982), wanita cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi dibandingkan pria. Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan bagi mereka menjadi lebih penting (Temaluru, 2001:459).
3) Pendidikan
Menurut Cherrington (1994:276), individu yang berpendidikan rendah cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada yang berpendidikan tinggi. Hal ini karena individu berpendidikan tinggi semakin banyak harapannya yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau sesuai dengan organisasi tempat bekerja. Sedangkan LaMastro (2002:1) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang negatif dengan komitmen.
b. Karakteristik keadaan kerja
1) Sifat kerja
Pekerjaan yang memiliki lingkup kerja lebih luas dan menuntut sumbangan ide-ide cenderung membuka kesempatan kepada individu untuk memikul tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan individu akan memiliki komitmen organisasi lebih tinggi daripada pekerjaan dengan ruang lingkup sempit dan rutinitas terbatas yang akan memicu munculnya kebosanan.
2) Perilaku supervisor
Supervisor sebagai atasan yang berhubungan langsung dengan karyawan dapat memunculkan komitmen organisasi. Hal ini karena sikap dan tindakan supervisor dapat mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan. Dalam suatu studi disebutkan bahwa turn over dapat disebabkan oleh pengawasan yang kurang baik dari supervisor (Gilmer, 1971:281).
c. Faktor psikologi pribadi
1) Kebutuhan
Seseorang dengan tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi, minat hidup yang berorientasi kerja, dan rasa bersaing akan memiliki hubungan yang positif dengan komitmen organisasi.
2) Sistem nilai pribadi
Individu yang memiliki nilai kerja instrinsik yang tinggi cenderung memiliki komitmen organisasi yang tinggi pula. Individu yang demikian akan memiliki pandangan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang berharga dan harus dipertahankan (Cherrington, 1994:276).