SEJARAH PERTUMBUHAN PERS DI INDONESIA

Sejarah Pertumbuhan Kantor Berita di Indonesia
Dizaman penjajahan Belanda, yaitu sebelum pecah perang pasifik dinegeri ini terdapata 2 (dua) kantor berita. Yang pertama ialah kantor berita Aneta dan yang kedua adalah kantor berita Antara. Aneta adalah institusi pers yang mendukung kepentingan kaum pengusaha serta pemerintah penjajah dibidang pemberitaan. Ini bukan hal yang mengherankan karena memang saham Aneta dimiliki oleh orang Belanda.
Kantor berita Antara didirikan oleh wartawan-wartawan pejuang Indonesia ditengah bergeloranya perjuangan melawan penjajah. Untuk melayani kepentingan pers dan perjuangan bangsa Indonesia ketika itu, Antara pada saat itu tentulah berprasangka terhadap kaum penjajah beserta tujuan-tujuannya. Pemerintah dan pers Belanda tentunya tidak senang kepada Antara, karena itu tidak mengherankan kalau wartawan-wartawannya selalu dihalang-halangi, ditangkap dan seterusnya. Tetapi fakta sejarah menunjukkan bahwa kendatipun banyak halangan dan kesulitan kantor berita yang didukung oleh banyak idealisme dan sedikit orang itu bisa terus berfungsi sampai pada masa akhir penjajahan Belanda.
Setelah tentara Jepang menduduki negeri ini, segera kegiatan kantor berita Antara dihentikan oleh Jepang. Kantor berita itu dipaksa melebur pada kantor berita Jepang Domei. Bukan suatu kebetulan bahwa suatu rezim militer fasis tidak menghendaki adanya sumber informasi yang lebih dari satu. Sistem totaliter menghendaki semua kekuasaan berada pada satu tangan, dalam hal ini yakni pemerintahan Jepang. Karena itu sumber informasi utama seperti kantor berita harus dikuasai sepenuhnya.
Ketika masuk era Indonesia merdeka, kita menemui sistem kantor berita yang lebih dari satu dalam dunia pers Indonesia. Sulit untuk dipastikan berapa jumlah kantor berita yang ada setelah Indonesia merdeka. Kemerdekaan merupakan suatu momen yang baik menurut pengusaha untuk mendirikan kantor berita. Kemunculan banyak kantor berita itu tentunya memberikan nilai yang positif dalam sistem komunikasi bangsa Indonesia. Selain itu informasi tidak lagi dimonopoli oleh satu sumber saja.
Pada kisaran tahun 1963 sampai menjelang meledaknya G 30S/PKI tahun 1965, orang-orang komunis berusaha keras untuk menguasai secara mutlak lembaga-lembaga pers yang ada seperti Antara, organisasi wartawan PWI. Dalam teori komunisme yang bersifat totaliter yakni kekuasaan yang memusat secara total atau mutlak. Karena itu sesuai dengan ajaran mereka usaha mereka untuk menguasai pers dan lembaga pemberitaan lainnya dapat dianggap sebagai "prolog" yang sesungguhnya dalam pemberontakan G 30S/PKI terhadap pers Indonesia.
Pada sekitar tahun 1966, ditengah-tengah bergeloranya perjuangan menegakkanOrde Baru, beberapa tokoh pers yang pernah jadi sasaran pelarangan terbit dan dikuasai komunis berkumpul, mereka membicarakan perlu adanya kerja sama pers dalam membangun bangsa. Ketika sampai pada masalah kantor berita semua yang hadir berpendapat bahwa demi kepentingan untuk mengejar sejauh mungkin tercapainya obyektifitas dalam pemberitaan dinegeri ini harus sekurang-kurangnya terdapat lebih dari satu kantor berita. Sistem ini akan menjamin kompetisi yang sehat dan akan membatasi kecendrungan-kecendrungan untuk bersikap sewenang-wenang oleh salah satu pihak.
2. Sejarah Pertumbuhan Organisasi Wartawan Indonesia
Dalam pers Indonesia kita mengenal organisasi profesi wartawan, yang dikenal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sejarah berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia dimulai dari kongres PWI pertama yang dilangsungkan di Solo dari tanggal 9 sampai dengan 10 Februari 1946. disitulah para wartawan Indonesia menyatakan berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia yang disingkat PWI. Hampir dalam tempo yang bersamaan di Jakarta dibentuk pula organisasi wartawan yang diberi nama Ikatan Wartawan Indonesia, yang mana dalam kepengurusannya ada yang juga merupakan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia.
Pada kongres PWI kedua yang berlangsung dari tanggal 23 sampai dengan 24 Februari 1947 di Malang, masalah Ikatan Wartawan Indonesia turut dibicarakan. Ketika mendengarkan keterangan pengurus Ikatan Wartawan Indonesia, yang menyatakan pada prinsipnya tujuan organisasi mereka tidaklah jauh berbeda dengan tujuan PWI. Maka muncul wacana agar kedua organisasi tersebut dilebur menjadi satu.
Selain dari kedua organisasi tersebut, di Jakarta yang ketika itu masih bernama Batavia adapula organisasi wartawan yang lain, seperti perhimpunan pengarang surat kabar melayu. Demikian juga di daerah-daerah lainnya, juga terdapat berbagai macam organisasi-organisasi wartawan. Namun sejak tahun 1975 PWI dinyatakan sebagai satu-satunya organisasi wartawan Indonesia yang diakui pemerintah. Hal ini dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa pada waktu itu agar mempermudah pemerintah untuk mengontrol dan mengawasi setiap gerak gerik atau pun seluruh aktivitas para wartawan yang ada di Indonesia.