MAKALAH
PSIKOLOGI SOSIAL
OLEH :
BINTI ILIYA FARIDAH
LOLITA MAYANGSARI
BINANDA O.
S1 PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr.wb
Pertama tama kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT, dimana dengan izinyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL”.
Makalah ini kami buat sebagai tugas perkuliahan dengan mengambil dari berbagai sumber baik dari buku maupun internet. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami, dan umumnya bagi para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermamfaat dan berkenan di hati Dosen mata kuliah. Atas segala kekurangan kami, kami mohon maaf karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah dan segala kesalahan datang dari kami.
Wassalamualaikum, wr.wb
Surabaya, 01 Maret 2013
DAFTAR ISI
Judul Makalah ............................................................................................ 1
Kata Pengantar ........................................................................................... 2
Daftar Isi .................................................................................................... 3
1. Pendahuluaan ...................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3. Tujuan ................................................................................. 4
2. Pembahasan ......................................................................................... 6
2.1. Hakekat Manusia ................................................................ 6
2.2. Manusia sebagai makhluk Sosial ....................................... 8
2.3. Pandangan kaum Stoic dan Epicurean ............................... 10
2.4. Permasalahan Sosial (Sifat Individualisme) ...................... 12
3. Penutup ............................................................................................... 18
3.1. Kesimpulan ........................................................................ 18
Daftar Pustaka ............................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia dibanding makhluk lainnya membuat manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia dapat memenuhi segala keinginannya yang diberikan Tuhan YME.
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Sebutkan hakekat manusia !
2. Apakah manusia sebagai makhluk sosial ?
3. Jelaskan tentang pandangan kaum Stoic dan Epicurean
4. Berikan contoh permasalahan dalam kehidupan sosial !
1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui hakekat manusia
2. Dapat mengetehui alasan manusia sebagai makhluk sosial
3. Dapat mengetahui pandangan kaum Stoic dan Epicurean
4.Dapat mengetahui contoh permasalah sosial Individualisme dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakekat Manusia
Dalam pandangan Ilmu Psikologi, manusia adalah individu yang belajar dan dalam pandangan ilmu sosialogi, manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (animal sosiale). Manusia adalah makhluk yang dalam proses perkembangan yang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya, dan mempengaruhi lingkungannya terutama lingkungan sosialnya, bahkan ia tidak dapat berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup didalam lingkungan sosial.
David Schneider menggolongkan pendapat-pendapat tentang hakekat manusia yang dikemukakan oleh para tokoh tentang hakekat manusia sebagai berikut :
1. Manusia Sebagai Hewan
Sebagai hewan, manusia mempunyai berbagai naluri-naluri dasar yang mengendalikan dan mengarahkan perilakunya agar dapat bertahan dalam menghadapi segala ancaman. Naluri itu adalah naluri seks, naluri makan, naluri pertahanan diri, dan naluri pertahanan kelompok terhadap serangan dari luar. Menurut Sigmund Freud, terdapat dua jenis naluri :
- Naluri seksual (libido) yang berkaitan dengan kelangsungan keturunan dan kelangsungan jenis.
- Naluri Ego yang berkaitan dengan kelangsungan hidup, misalnya insting lapar dan haus.
Dalam perkembangan selanjutnya (shaffer 1994), kedua insting itu masing-masing dinamai insting kehidupan (eros) adan insting kematian (agresi atau tanatos).
c Dougall mengakui keberadaan banyak insting dan menurutnya insting adalah disposisi bawaan (bakat) yang mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku dalam cara tertentu. Arah dari insting itu adalah tujuan perilaku dan tidak ada perilaku tanpa tujuan.
Selain teori insting, berlaku pula teori lain. Diantaranya Teori Dorongan yang dikemukakan oleh Clark Hull pada tahun 1943. Konsep dorongan berhubungan dengan keadaan fisiologis, misalnya lapar. Dorongan yang menggerakkan perilaku dinamakan daya (force) dan gabungan berbagai daya dinamakan dorongan besar (big drive). Manusia belajar memenuhi berbagai dorongan dan mengembangkan dorongan tingkat kedua (secondary drive) yang dipelajari dari pengalaman. Pada umumnya perilaku sosial terbentuk karena adanya perilaku kedua ini.
2. Manusia Sebagai Pencari Keuntungan
Dokrin bahwa manusia mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan disebut hedonisme. Dokrin ini dianut kaum Epicurean dan menjadi dasar analisis psikologi
Thibaut dan Kelley mengembangkan tentang teori tentang hukum ekonomi dalam psikologi, yang disebut dengan Teori Timbal Balik (Exchange Theory). Teori ini menjelaskan adanya prinsip untung rugi (reward-cost ratio) dalam interaksi manusia.
3. Manusia Sebagai Salah Satu Unsur Dalam Lingkungan Fisika
Thomas Hobbes mengemukakan pandangan bahwa setiap gerak tubuh manusia merupakan refleksi dan operasi gabungan berbagai daya yang ada dilapangan. Menurut Hbobbes, motivasi adalah gerak miniatur (miniature motion) di dalam tubuh.
Kurt Lewin mengembangkan paham ini dengan mengemukakan Teori Lapangan (Field Theory). Unit analisanya adalah manusia dalam lingkungan yang konkret, yaitu ruang kehidupan (life space) yang berisi pribadi itu sendiri, orang lain dan lingkungan fisik lainnya. Lewin percaya bahwa bukan masa lalu yang menentukan perilaku, melainkan daya-daya masa kini yang (current force). Menurut Lewins, segala sesuatu yang terdapat dalam ruang kehidupan seseorang terwakili dalam alam kesadaran (Psichologikal Field) orang tersebut sadar dari saat ke saat bagian dari lapangan psikologis itu dapat dipandang mempunyai daya tarik atau daya tolak yang besarnya berubah-ubah. Perbuatan mendekat atau menghindar akibat dorongan dalam lapangan psikologis itu disebut lokomosi (locomotion).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Lewin ini, diuraikan pula tentang konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena adanya satu hal yang masing-masing memiliki adaya tarik atau tolak. Ada tiga jenis konflik, yaitu ‘mendekat - mendekat’ (approach - approach), ‘menjauh - mendekat’ (avoidance - approach), dan ‘menjauh – menjauh’ (avoidance - avoidance). Jika konflik-konflik ini dibiarkan berlangsung berlarut-larut dalam diri seseorang, akan timbul berbagai masalah bagi orang yang bersangkutan.
4. Manusia Sebagai Ilmuwan
Pandangan ini berpandapat bahwa manusia cenderung ingin mengerti, meramalkan dan mengendalikan lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan demikian manusia cenderung berfikir tentang sebab dan akibat dan menggolongkan segalnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Jika lingkunganya tidak dapat mengerti, diramalkan, dan dikendalikan, akan timbul keadaan yang disebut dissonasi kognitif (cognitive dissonance). Keadaan dissonansi harus segera diatasi untuk menimbulkan keadaan konsonan kognitif (cognitive consonance). Pandangan ini antara lain dikemukakan antara lain oleh aliran Psikologi Kognitif.
2.2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk social yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Berikut ini adalah pengertian dan definisi makhluk sosial menurut para ahli:
• Menurut KBBI :
Makhluk sosial adalah manusia yang berhubungan timbal balik dengan manusia lain.
• Menurut Elly M. Setiadi :
Makhluk sosial adalah makhluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain.
• Menurut Dr. Johannes Garang :
Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
• Menurut Aristoteles :
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain
• Menurut Liturgis :
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia adalah makhluk sosial, yaitu :
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Dan dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah :
1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah, karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
3. Karena terjadinya habitat pada tiap-tiap diri manusia.
4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya.
2.3. Pandangan Kaum Stoic dan Epicurean
I. Pandangan Kaum Stoic
Aliran filsafat Stoic muncul di Athena sekitar 300SM. Nama Stoic berasal dari bahasa Yunani yang berarti serambi. Konsep Stoic adalah Humanisme yang artinya suatu pandangan hidup yang menempatkan individu sebagai fokus utamanya. Slogan humanisme adalah “bagi umat manusia, manusia itu suci”. Kaum Stoic percaya bahwa setiap orang adalah bagian dari satu akal atau “logos” yang sama. Ini mendorong pada pemikiran bahwa ada suatu kebenaran universal, yang dinamakan hukum alam. Mereka menyangkal bahwa adanya pertentangan antara “roh dan materi”. Mereka menegaskan hanya ada satu alam, dan mereka pun menekankan bahwa semua proses alam mengikuti hukum alam yang tak pernah lekang.
Pada akhirnya, pandangan yang terbentuk tentang manusia menurut kaum Stoic adalah bagian dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga mempunyai tanggung jawab satu dengan yang lain dan secara bersama-sama mengejar kebahagiaan. Dan menurutnya manusia bersifat kooperatif, etis, altruis (suka menolong), dan penuh cinta kasih.
I. Pandangan Epicurean
Pandangan Epicurean berakar dari Hedonisme. Hedonisme adalah paradigma yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Hedonisme dapat pula didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) bahwa tingkah laku manusia digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindari dari segala penderitaan.
Filosof Yunani yang dinilai punya peranan signifikan dalam membangun epistemologi hedonisme adalah epicurus of Samos (341-270 SM). Epicurus mendirikan sebuah aliran filsafat di Athena. Prinsip-prinsip ajarannya dikenal dengan Epicureanisme. Dia mengembangkan etika kenikmatan Aristipus dengan menggabungkan dengan Teori Atom Democritus.
Aristippus merupakan murid Socrates, dia percaya bahwa tujuan hidup adalah meraih kenikmatan indrawi setinggi mungin. Menurur Aristippus, kebaikan tertinggi adaalah kenikmatan dan kejahatan tertinggi adalah penderitaan. Dilain pihak, Domocritus percaya tidak ada kehidupan setelah kematian sebab ketika kita mati atom-atom jiwa menyebar ke seluruh penjuru.
Epicurus menekankan bahwa kenikmatan tidak lantas berarti kenikmatan indrawi dan hasrat-hasrat jasmaniah (contohnya adalah seks dan nafsu). Bagi Epicures kenikmatan tertinggi adalah tranquility (kesejahteraan dan bebas dari rasa takut) yang hanya bisa diperoleh dari ilmu pengetahuan, persahabatan dan hidup sederhana. Lagi pula, untuk menikmati hidup menurut cita-cita Yunani kuno, dipelukan pengendalian diri, kesederhanaan, dan ketulusan. Nafsu arus dikekang, dan ketentraman hati akan membantu kita menahan penderitaan.
Rasa takut kepada para dewa mendorong orang-orang masuk ke taman Epicurus. Dalam kaitan ini, teori atom dari Democratus merupakan obat penawar doktrin agamis kematian dalam. Untuk tujuan ini Epicures memanfaatkan teori Democritus tentang atom jiwa. Menurut Epicures “kematian tidak menakutkan kita, sebab selama kita ada, kematian tidak bersama kita dan ketika kematian datang, kita tidak ada lagi” dengan demikian tidak ada lagi rasa khawatir akan kematian.
Pada perkembangan selanjutnya, banyak Epicurean yang mengembangkan pemanjaan diri yang berlebihan. Motto mereka adalah hidup untuk saat ini makna kata Epicurean bergeser ke pengertian negatif, yaitu menggambarkan seseorang yang hidup hanya demi kesenangan. Bagi para penganut paham ini, kesenangan merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi orang lain.
Pada akhirnya terbentuklah pandangan bahwa manusia pada dasarnya hedonistik, tertarik pada apa interesan dan ingin menang sendiri. Terbentuknya masyarakat bukanlah suatu yang alami, melainkan terbentuk oleh ketertarikan individu untuk tergabung demi keamanan dirinya sendiri dan demi kehidupan ekonomi yang lebih baik. Manusia dipandang sebagai makhluk yang kompetitif, hedonistik, dan pencari kesenangan.
2.4. Contoh Permasalahan dalam kehidupan sosial (Beralihnya sikap sosial ke arah individualisme)
a. Individualisme
Individualis dapat diartikan bahwa individu adalah pusat dari individu tersebut, bukan orang lain, bukan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial dipandang sebagai penyokong individu. Rasa seorang individualis yang membuat semuanya, lingkungan sosialnya sekitarnya berpusat padanya. Dan membuat dirinya sebagai pusat dirinya sendiri serta membiarkan orang-orang disekitar berpusat pada diri mereka sendiri.
Individualis yang pertama lebih dikenal dengan egoistis atau egosentris. Kedua model individualis ini mempunyai kecenderungan tidak perduli terhadap orang lain, dan mementingkan diri sendiri. Tipe pertama bukan hanya cenderung tapi memang bersifat seperti karena dia menganggap bahwa lingkungan sosialnya ada untuk dirinya sendiri dan hanya untuk dia bukan orang lain, orang lain adalah bagian dari lingkungan sosial sehingga kalau orang tersebut tidak berguna baginya maka dia adalah sampah, tidak perlu digubris. Tipe pertama akan membentuk pikiran yang memperalat orang lain dan lingkungan sosialnya untuk kepentingan pribadinya. Selain itu karena memandang bahwa dunia berpusat pada dirinya, maka yang lain dari dirinya adalah salah. Dari sifat-sifat diatas dapat disimpulkan bahwa tipe ini akan mengakibatkan pertumbuhan individu lain menjadi terhambat, dalam kata ia menghalangi pertumbuhan individu lain dengan sengaja. tipe ke-dua akan membiarkan setiap individu lain berkembang dengan cara mereka sendiri menuju kesempurnaan mereka sendiri. Karena kita hidup tidak hanya didukung oleh lingkungan sosial saja tapi juga oleh lingkungan alam kita. Dengan menjadi keduanya kita bisa menyeimbangkan antara alam dan manusia dan menyelaraskan hubungan alam dengan manusia.
b. Faktor-faktor Yang Membuat Seorang Individu Menjadi Individualis
Ada beberapa alasan mengapa individu cenderung individualis, diantaranya:
1. Orang yang cenderung individualis tidak terbiasa dengan hal-hal yang ramai atau melibatkan banyak orang (bergaul) perlu adanya pendekatan yang lebih intensif.
2. Orang yang individualis dan kaku sering merasa bahwa dirinya tidak dibutuhkan oleh orang lain dan selalu mendapat respon yang berbeda dari lingkungannya sehingga ia lebih nyaman untuk mengasingkan diri.
3. Orang individualis terkadang muncul akibat krisis kepercayaan kepada oranglain, sehingga selalu merasa apa yang dia lakukan selalu benar dan apa yang dilakukan oranglain dianggap salah.
4. Kebanyakkan orang individualis masih belum sadar tentang tidak pentingnya sikap individual dan juga belum sadar bahwa mereka hidup ditengah-tengah komunitas sosial dan tidak lain mereka adalah sebagai makhluk sosial (sosial animal) yang selalu membutuhkan orang lain kapanpun dan dimanapun mereka berada.
c. Ciri-ciri Individu Bersikap Individualis
Beberapa ciri dari sikap individualis, antara lain sebagai berikut:
1. Aggressor (berbuat macam-macam), merendahkan status yang lain, menolak nilai, atau perasaan yang lain. Menyerang kelompok atau masalah yang diatasinya, iri hati pada kontribusi yang lain dan berupaya mengakui kontribusi itu untuk dirinya.
2. Blocker (penghambat), cenderung bersifat negative dan secara kepala batu selalu menolak, membantah, dan menentang tanpa alasan yang kuat dan berusaha untuk mempertahankan atau membuka kembali persoalan yang sudah di tolak oleh kelompok.
3. Recognition Seeker (pencari muka), berusaha berbagai cara untuk menarik perhatian orang, sering dengan cara membual, bertindak dengan cara yang tidak biasa, berjuang untuk tidak di tempatkan pada posisi rendah.
4. Help Seeker, berusaha untuk menarik simpati dari anggota kelompok yang lain atau dari seluruh kelompok dengan mengungkapkan rasa tidak aman dan ketidaktahuan.
5. Dominator, berusaha menegaskan otoritas atau superotoritasnya ketika mengendalikan kelompok atau anggota-anggota tertentu. Dominasi ini dapat berupa kata-kata menjilat.
d. Bentuk-bentuk Permasalahan Sosial
Dengan munculnya sikap individualis ditengah-tengah kehidupan sosial maka muncullah bentuk-bentuk permasalahan sosial, antara lain:
1. Prasangka Sosial yang bersifat negative
Prasangka ini timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan Superior antara satu individu dengan individu yang lain. Individu atau kelompok yang meliputi prasangka negatif memiliki sikap serta pandangan yang tidak obyektif dan wajar, hal ini tentu saja merupakan perkembangan kepribadian.
2. Jarak Sosial (social distance)
Jika antara individu yang satu dengan yang lain semakin bertentangan bahkan saling membenci maka akan menimbulkan semakin jauhnya jarak sosial diantara mereka.
3. Egoistis
Individu akan menjadi lebih egois apabila sikap individualisnya masih sangat kental atau masih melekat pada diri seseorang.
e. Solusi Untuk Mengatasi / Mengontrol / Mengembalikan Sikap Individualisme Kearah Sosialisme
Salah satu faktor yang utama dalam mengatasi masalah individualis ini adalah diri sendiri atau pribadi suatu individu. Individualitas – tanyalah diri sendiri secara teratur, apakah Anda menjadi diri sendiri. Ingatlah bahwa orang-orang yang banyak memberi kontribusi adalah orang yang individualis. Terimalah konflik sebagai cara untuk menemukan individualitas diri Anda dan orang lain. Sinyal tindakan – ini adalah gejala yang Anda rasakan bahwa Anda harus melakukan tindakan dengan segera
Sedangkan faktor lingkungan dan masyarakat adalah hanya merupakan faktor pendukung, jika pribadi individu sadar akan pentingnya orang lain dan sadar akan hakekatnya sebagai makhluk sosial maka dengan mudah sikap individualis ini akan hilang dari individu tersebut.
Penanganan terhadap masalah individualis salah satunya dapat menggunakan teori Psikologi Individual yang diungkapakan oleh Alfred Adler. Menurut Adler, Psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian perasaan Inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang. Jadi tujuan utama psikoterapinya adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial. Tugas ini tidak mudah karena klien berjuang untuk mempertahankan keadaannya sekarang, yang dipandangnya menyenangkan.
Adler yakin bahwa siapapun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan Adler berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan sosial interes klien. Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta/seksual, persahabatan, dan pekerjaan.
Perlunya minat sosial. Kehidupan sosial dalam pandangan Adler merupakan sesuatu yang alami bagi manusia, dan minta sosial adalah perekat kehidupan sosial itu. Perasaan Inferior dibutuhkan untuk menjadi bersama membentuk masyarakat. Tanpa perlindungan dan asuhan orangtuanya, bayi akan mati. Tanpa perlindungan dari keluarga, nenek moyang manusia mungkin sudah dihancurkan oleh binatang buas. Jadi, interes sosial itu sangat penting dan diperlukan, kalau laki-laki dan perempuan tidak bekerjasama dalam melindungi keturunannya, ras manusia akan lenyap.
Kriteria nilai-nilai Kemanusiaan. Interes sosial menjadi satu-satunya kriteria untuk mengukur kesehatan jiwa. Tingkat seberapa tinggi minat sosial orang, menunjukan kematangan psikologisnya. Orang yang tidak matang kurang memiliki Gemeinscafgefữhl, memetingkan dirinya sendiri, berjuang menjadi superioriti pribadi melampaui orang lain. Orang yang sehat, peduli terhadap orang lain, dan mempunyai tujuan menjadi sukses yang mencakup kebahagian semua umat manusia. Hidup menjadi berharga hanya dari sumbangan pribadi kepada kehidupan orang lain, dan sumbangan pribadi ke kehidupan generasi yang kan datang. Interes sosial merupakn satu-satunya sarana penilai keberhargaan, standar untuk menentukan kemanfaatan hidup seseorang, disebut Adler : barometer normalitas.
Mengatasi Inferioritas dan Menjadi Superioritas. Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh satu dorongan utama, dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkahlaku ditentukan utamanya dan pandangan mengenai masa depan, tujuan dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba hidup sesempurna mungkin.
Perasaan inferiorita yang melahirkan perjuangan superiorita dan bersama-sama keduanya menjadi dorongan maju yang sangat besar yang mendorong orang terus-menerus bergerak dari minus ke plus, dari bawah ke atas. Dorongan ini menurut Adler dibawa sejak lahir dan menjadi tenaga semau dorongan lainnya.
Perasaan Inferiorita ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sengai makhluk yang kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan ini terus mucul ketika orang manghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan. Perasaan ini justru menjadi sebab semua perbaikan dalam tingkahlaku manusia.
Banyak orang yang berjuang menjadi superorita dengan tidak memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan diri inferior yang berlebihan. Secara khusus, perjuangan menjadi superiror yang dilatarbelakangi motivasi sosial disebut perjuangan menjadi sukses. Orang yang secara psikologis sehat, mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri menjadi perjuangan yang dimotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai-nilai kemanusiaan.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hakekat manusia adalah sebagai makhluk sosial. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan berkelompok. Manusia tidak bisa hidup sendiri, ia akan selalu memerlukan bantuan orang lain. Setiap individu harus sadar akan pentingnya orang lain dan sadar akan hakekatnya sebagai makhluk sosial maka dengan mudah sikap individualis akan tertimbun dan rasa sosialisme akan melekat pada dirinya. Akan tetapi individu juga harus sadar akan kemandirian, bersikap sosialis bukan berarti selalu bergantung kepada orang lain. Sikap bijaknya manusia sebagai makhluk sosial adalah ketika ia bisa menyeimbangkan antara sikap sosialisme dan individualisme.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
http:///manusia-sebagai-makhluk-sosial.html
http:///fospi.wordpress.com/2008/07/23/mengenai-filosofi-kuno-aancient-philosophy
http:///makalahsosiologi-individualismeperkotaa.html
http:///individualis.html
PSIKOLOGI SOSIAL
OLEH :
BINTI ILIYA FARIDAH
LOLITA MAYANGSARI
BINANDA O.
S1 PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr.wb
Pertama tama kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT, dimana dengan izinyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL”.
Makalah ini kami buat sebagai tugas perkuliahan dengan mengambil dari berbagai sumber baik dari buku maupun internet. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami, dan umumnya bagi para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermamfaat dan berkenan di hati Dosen mata kuliah. Atas segala kekurangan kami, kami mohon maaf karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah dan segala kesalahan datang dari kami.
Wassalamualaikum, wr.wb
Surabaya, 01 Maret 2013
DAFTAR ISI
Judul Makalah ............................................................................................ 1
Kata Pengantar ........................................................................................... 2
Daftar Isi .................................................................................................... 3
1. Pendahuluaan ...................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3. Tujuan ................................................................................. 4
2. Pembahasan ......................................................................................... 6
2.1. Hakekat Manusia ................................................................ 6
2.2. Manusia sebagai makhluk Sosial ....................................... 8
2.3. Pandangan kaum Stoic dan Epicurean ............................... 10
2.4. Permasalahan Sosial (Sifat Individualisme) ...................... 12
3. Penutup ............................................................................................... 18
3.1. Kesimpulan ........................................................................ 18
Daftar Pustaka ............................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia dibanding makhluk lainnya membuat manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia dapat memenuhi segala keinginannya yang diberikan Tuhan YME.
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Sebutkan hakekat manusia !
2. Apakah manusia sebagai makhluk sosial ?
3. Jelaskan tentang pandangan kaum Stoic dan Epicurean
4. Berikan contoh permasalahan dalam kehidupan sosial !
1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui hakekat manusia
2. Dapat mengetehui alasan manusia sebagai makhluk sosial
3. Dapat mengetahui pandangan kaum Stoic dan Epicurean
4.Dapat mengetahui contoh permasalah sosial Individualisme dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakekat Manusia
Dalam pandangan Ilmu Psikologi, manusia adalah individu yang belajar dan dalam pandangan ilmu sosialogi, manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (animal sosiale). Manusia adalah makhluk yang dalam proses perkembangan yang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya, dan mempengaruhi lingkungannya terutama lingkungan sosialnya, bahkan ia tidak dapat berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup didalam lingkungan sosial.
David Schneider menggolongkan pendapat-pendapat tentang hakekat manusia yang dikemukakan oleh para tokoh tentang hakekat manusia sebagai berikut :
1. Manusia Sebagai Hewan
Sebagai hewan, manusia mempunyai berbagai naluri-naluri dasar yang mengendalikan dan mengarahkan perilakunya agar dapat bertahan dalam menghadapi segala ancaman. Naluri itu adalah naluri seks, naluri makan, naluri pertahanan diri, dan naluri pertahanan kelompok terhadap serangan dari luar. Menurut Sigmund Freud, terdapat dua jenis naluri :
- Naluri seksual (libido) yang berkaitan dengan kelangsungan keturunan dan kelangsungan jenis.
- Naluri Ego yang berkaitan dengan kelangsungan hidup, misalnya insting lapar dan haus.
Dalam perkembangan selanjutnya (shaffer 1994), kedua insting itu masing-masing dinamai insting kehidupan (eros) adan insting kematian (agresi atau tanatos).
c Dougall mengakui keberadaan banyak insting dan menurutnya insting adalah disposisi bawaan (bakat) yang mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku dalam cara tertentu. Arah dari insting itu adalah tujuan perilaku dan tidak ada perilaku tanpa tujuan.
Selain teori insting, berlaku pula teori lain. Diantaranya Teori Dorongan yang dikemukakan oleh Clark Hull pada tahun 1943. Konsep dorongan berhubungan dengan keadaan fisiologis, misalnya lapar. Dorongan yang menggerakkan perilaku dinamakan daya (force) dan gabungan berbagai daya dinamakan dorongan besar (big drive). Manusia belajar memenuhi berbagai dorongan dan mengembangkan dorongan tingkat kedua (secondary drive) yang dipelajari dari pengalaman. Pada umumnya perilaku sosial terbentuk karena adanya perilaku kedua ini.
2. Manusia Sebagai Pencari Keuntungan
Dokrin bahwa manusia mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan disebut hedonisme. Dokrin ini dianut kaum Epicurean dan menjadi dasar analisis psikologi
Thibaut dan Kelley mengembangkan tentang teori tentang hukum ekonomi dalam psikologi, yang disebut dengan Teori Timbal Balik (Exchange Theory). Teori ini menjelaskan adanya prinsip untung rugi (reward-cost ratio) dalam interaksi manusia.
3. Manusia Sebagai Salah Satu Unsur Dalam Lingkungan Fisika
Thomas Hobbes mengemukakan pandangan bahwa setiap gerak tubuh manusia merupakan refleksi dan operasi gabungan berbagai daya yang ada dilapangan. Menurut Hbobbes, motivasi adalah gerak miniatur (miniature motion) di dalam tubuh.
Kurt Lewin mengembangkan paham ini dengan mengemukakan Teori Lapangan (Field Theory). Unit analisanya adalah manusia dalam lingkungan yang konkret, yaitu ruang kehidupan (life space) yang berisi pribadi itu sendiri, orang lain dan lingkungan fisik lainnya. Lewin percaya bahwa bukan masa lalu yang menentukan perilaku, melainkan daya-daya masa kini yang (current force). Menurut Lewins, segala sesuatu yang terdapat dalam ruang kehidupan seseorang terwakili dalam alam kesadaran (Psichologikal Field) orang tersebut sadar dari saat ke saat bagian dari lapangan psikologis itu dapat dipandang mempunyai daya tarik atau daya tolak yang besarnya berubah-ubah. Perbuatan mendekat atau menghindar akibat dorongan dalam lapangan psikologis itu disebut lokomosi (locomotion).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Lewin ini, diuraikan pula tentang konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena adanya satu hal yang masing-masing memiliki adaya tarik atau tolak. Ada tiga jenis konflik, yaitu ‘mendekat - mendekat’ (approach - approach), ‘menjauh - mendekat’ (avoidance - approach), dan ‘menjauh – menjauh’ (avoidance - avoidance). Jika konflik-konflik ini dibiarkan berlangsung berlarut-larut dalam diri seseorang, akan timbul berbagai masalah bagi orang yang bersangkutan.
4. Manusia Sebagai Ilmuwan
Pandangan ini berpandapat bahwa manusia cenderung ingin mengerti, meramalkan dan mengendalikan lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan demikian manusia cenderung berfikir tentang sebab dan akibat dan menggolongkan segalnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Jika lingkunganya tidak dapat mengerti, diramalkan, dan dikendalikan, akan timbul keadaan yang disebut dissonasi kognitif (cognitive dissonance). Keadaan dissonansi harus segera diatasi untuk menimbulkan keadaan konsonan kognitif (cognitive consonance). Pandangan ini antara lain dikemukakan antara lain oleh aliran Psikologi Kognitif.
2.2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk social yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Berikut ini adalah pengertian dan definisi makhluk sosial menurut para ahli:
• Menurut KBBI :
Makhluk sosial adalah manusia yang berhubungan timbal balik dengan manusia lain.
• Menurut Elly M. Setiadi :
Makhluk sosial adalah makhluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain.
• Menurut Dr. Johannes Garang :
Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
• Menurut Aristoteles :
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain
• Menurut Liturgis :
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia adalah makhluk sosial, yaitu :
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Dan dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah :
1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah, karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
3. Karena terjadinya habitat pada tiap-tiap diri manusia.
4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya.
2.3. Pandangan Kaum Stoic dan Epicurean
I. Pandangan Kaum Stoic
Aliran filsafat Stoic muncul di Athena sekitar 300SM. Nama Stoic berasal dari bahasa Yunani yang berarti serambi. Konsep Stoic adalah Humanisme yang artinya suatu pandangan hidup yang menempatkan individu sebagai fokus utamanya. Slogan humanisme adalah “bagi umat manusia, manusia itu suci”. Kaum Stoic percaya bahwa setiap orang adalah bagian dari satu akal atau “logos” yang sama. Ini mendorong pada pemikiran bahwa ada suatu kebenaran universal, yang dinamakan hukum alam. Mereka menyangkal bahwa adanya pertentangan antara “roh dan materi”. Mereka menegaskan hanya ada satu alam, dan mereka pun menekankan bahwa semua proses alam mengikuti hukum alam yang tak pernah lekang.
Pada akhirnya, pandangan yang terbentuk tentang manusia menurut kaum Stoic adalah bagian dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga mempunyai tanggung jawab satu dengan yang lain dan secara bersama-sama mengejar kebahagiaan. Dan menurutnya manusia bersifat kooperatif, etis, altruis (suka menolong), dan penuh cinta kasih.
I. Pandangan Epicurean
Pandangan Epicurean berakar dari Hedonisme. Hedonisme adalah paradigma yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Hedonisme dapat pula didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) bahwa tingkah laku manusia digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindari dari segala penderitaan.
Filosof Yunani yang dinilai punya peranan signifikan dalam membangun epistemologi hedonisme adalah epicurus of Samos (341-270 SM). Epicurus mendirikan sebuah aliran filsafat di Athena. Prinsip-prinsip ajarannya dikenal dengan Epicureanisme. Dia mengembangkan etika kenikmatan Aristipus dengan menggabungkan dengan Teori Atom Democritus.
Aristippus merupakan murid Socrates, dia percaya bahwa tujuan hidup adalah meraih kenikmatan indrawi setinggi mungin. Menurur Aristippus, kebaikan tertinggi adaalah kenikmatan dan kejahatan tertinggi adalah penderitaan. Dilain pihak, Domocritus percaya tidak ada kehidupan setelah kematian sebab ketika kita mati atom-atom jiwa menyebar ke seluruh penjuru.
Epicurus menekankan bahwa kenikmatan tidak lantas berarti kenikmatan indrawi dan hasrat-hasrat jasmaniah (contohnya adalah seks dan nafsu). Bagi Epicures kenikmatan tertinggi adalah tranquility (kesejahteraan dan bebas dari rasa takut) yang hanya bisa diperoleh dari ilmu pengetahuan, persahabatan dan hidup sederhana. Lagi pula, untuk menikmati hidup menurut cita-cita Yunani kuno, dipelukan pengendalian diri, kesederhanaan, dan ketulusan. Nafsu arus dikekang, dan ketentraman hati akan membantu kita menahan penderitaan.
Rasa takut kepada para dewa mendorong orang-orang masuk ke taman Epicurus. Dalam kaitan ini, teori atom dari Democratus merupakan obat penawar doktrin agamis kematian dalam. Untuk tujuan ini Epicures memanfaatkan teori Democritus tentang atom jiwa. Menurut Epicures “kematian tidak menakutkan kita, sebab selama kita ada, kematian tidak bersama kita dan ketika kematian datang, kita tidak ada lagi” dengan demikian tidak ada lagi rasa khawatir akan kematian.
Pada perkembangan selanjutnya, banyak Epicurean yang mengembangkan pemanjaan diri yang berlebihan. Motto mereka adalah hidup untuk saat ini makna kata Epicurean bergeser ke pengertian negatif, yaitu menggambarkan seseorang yang hidup hanya demi kesenangan. Bagi para penganut paham ini, kesenangan merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi orang lain.
Pada akhirnya terbentuklah pandangan bahwa manusia pada dasarnya hedonistik, tertarik pada apa interesan dan ingin menang sendiri. Terbentuknya masyarakat bukanlah suatu yang alami, melainkan terbentuk oleh ketertarikan individu untuk tergabung demi keamanan dirinya sendiri dan demi kehidupan ekonomi yang lebih baik. Manusia dipandang sebagai makhluk yang kompetitif, hedonistik, dan pencari kesenangan.
2.4. Contoh Permasalahan dalam kehidupan sosial (Beralihnya sikap sosial ke arah individualisme)
a. Individualisme
Individualis dapat diartikan bahwa individu adalah pusat dari individu tersebut, bukan orang lain, bukan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial dipandang sebagai penyokong individu. Rasa seorang individualis yang membuat semuanya, lingkungan sosialnya sekitarnya berpusat padanya. Dan membuat dirinya sebagai pusat dirinya sendiri serta membiarkan orang-orang disekitar berpusat pada diri mereka sendiri.
Individualis yang pertama lebih dikenal dengan egoistis atau egosentris. Kedua model individualis ini mempunyai kecenderungan tidak perduli terhadap orang lain, dan mementingkan diri sendiri. Tipe pertama bukan hanya cenderung tapi memang bersifat seperti karena dia menganggap bahwa lingkungan sosialnya ada untuk dirinya sendiri dan hanya untuk dia bukan orang lain, orang lain adalah bagian dari lingkungan sosial sehingga kalau orang tersebut tidak berguna baginya maka dia adalah sampah, tidak perlu digubris. Tipe pertama akan membentuk pikiran yang memperalat orang lain dan lingkungan sosialnya untuk kepentingan pribadinya. Selain itu karena memandang bahwa dunia berpusat pada dirinya, maka yang lain dari dirinya adalah salah. Dari sifat-sifat diatas dapat disimpulkan bahwa tipe ini akan mengakibatkan pertumbuhan individu lain menjadi terhambat, dalam kata ia menghalangi pertumbuhan individu lain dengan sengaja. tipe ke-dua akan membiarkan setiap individu lain berkembang dengan cara mereka sendiri menuju kesempurnaan mereka sendiri. Karena kita hidup tidak hanya didukung oleh lingkungan sosial saja tapi juga oleh lingkungan alam kita. Dengan menjadi keduanya kita bisa menyeimbangkan antara alam dan manusia dan menyelaraskan hubungan alam dengan manusia.
b. Faktor-faktor Yang Membuat Seorang Individu Menjadi Individualis
Ada beberapa alasan mengapa individu cenderung individualis, diantaranya:
1. Orang yang cenderung individualis tidak terbiasa dengan hal-hal yang ramai atau melibatkan banyak orang (bergaul) perlu adanya pendekatan yang lebih intensif.
2. Orang yang individualis dan kaku sering merasa bahwa dirinya tidak dibutuhkan oleh orang lain dan selalu mendapat respon yang berbeda dari lingkungannya sehingga ia lebih nyaman untuk mengasingkan diri.
3. Orang individualis terkadang muncul akibat krisis kepercayaan kepada oranglain, sehingga selalu merasa apa yang dia lakukan selalu benar dan apa yang dilakukan oranglain dianggap salah.
4. Kebanyakkan orang individualis masih belum sadar tentang tidak pentingnya sikap individual dan juga belum sadar bahwa mereka hidup ditengah-tengah komunitas sosial dan tidak lain mereka adalah sebagai makhluk sosial (sosial animal) yang selalu membutuhkan orang lain kapanpun dan dimanapun mereka berada.
c. Ciri-ciri Individu Bersikap Individualis
Beberapa ciri dari sikap individualis, antara lain sebagai berikut:
1. Aggressor (berbuat macam-macam), merendahkan status yang lain, menolak nilai, atau perasaan yang lain. Menyerang kelompok atau masalah yang diatasinya, iri hati pada kontribusi yang lain dan berupaya mengakui kontribusi itu untuk dirinya.
2. Blocker (penghambat), cenderung bersifat negative dan secara kepala batu selalu menolak, membantah, dan menentang tanpa alasan yang kuat dan berusaha untuk mempertahankan atau membuka kembali persoalan yang sudah di tolak oleh kelompok.
3. Recognition Seeker (pencari muka), berusaha berbagai cara untuk menarik perhatian orang, sering dengan cara membual, bertindak dengan cara yang tidak biasa, berjuang untuk tidak di tempatkan pada posisi rendah.
4. Help Seeker, berusaha untuk menarik simpati dari anggota kelompok yang lain atau dari seluruh kelompok dengan mengungkapkan rasa tidak aman dan ketidaktahuan.
5. Dominator, berusaha menegaskan otoritas atau superotoritasnya ketika mengendalikan kelompok atau anggota-anggota tertentu. Dominasi ini dapat berupa kata-kata menjilat.
d. Bentuk-bentuk Permasalahan Sosial
Dengan munculnya sikap individualis ditengah-tengah kehidupan sosial maka muncullah bentuk-bentuk permasalahan sosial, antara lain:
1. Prasangka Sosial yang bersifat negative
Prasangka ini timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan Superior antara satu individu dengan individu yang lain. Individu atau kelompok yang meliputi prasangka negatif memiliki sikap serta pandangan yang tidak obyektif dan wajar, hal ini tentu saja merupakan perkembangan kepribadian.
2. Jarak Sosial (social distance)
Jika antara individu yang satu dengan yang lain semakin bertentangan bahkan saling membenci maka akan menimbulkan semakin jauhnya jarak sosial diantara mereka.
3. Egoistis
Individu akan menjadi lebih egois apabila sikap individualisnya masih sangat kental atau masih melekat pada diri seseorang.
e. Solusi Untuk Mengatasi / Mengontrol / Mengembalikan Sikap Individualisme Kearah Sosialisme
Salah satu faktor yang utama dalam mengatasi masalah individualis ini adalah diri sendiri atau pribadi suatu individu. Individualitas – tanyalah diri sendiri secara teratur, apakah Anda menjadi diri sendiri. Ingatlah bahwa orang-orang yang banyak memberi kontribusi adalah orang yang individualis. Terimalah konflik sebagai cara untuk menemukan individualitas diri Anda dan orang lain. Sinyal tindakan – ini adalah gejala yang Anda rasakan bahwa Anda harus melakukan tindakan dengan segera
Sedangkan faktor lingkungan dan masyarakat adalah hanya merupakan faktor pendukung, jika pribadi individu sadar akan pentingnya orang lain dan sadar akan hakekatnya sebagai makhluk sosial maka dengan mudah sikap individualis ini akan hilang dari individu tersebut.
Penanganan terhadap masalah individualis salah satunya dapat menggunakan teori Psikologi Individual yang diungkapakan oleh Alfred Adler. Menurut Adler, Psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian perasaan Inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang. Jadi tujuan utama psikoterapinya adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial. Tugas ini tidak mudah karena klien berjuang untuk mempertahankan keadaannya sekarang, yang dipandangnya menyenangkan.
Adler yakin bahwa siapapun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan Adler berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan sosial interes klien. Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta/seksual, persahabatan, dan pekerjaan.
Perlunya minat sosial. Kehidupan sosial dalam pandangan Adler merupakan sesuatu yang alami bagi manusia, dan minta sosial adalah perekat kehidupan sosial itu. Perasaan Inferior dibutuhkan untuk menjadi bersama membentuk masyarakat. Tanpa perlindungan dan asuhan orangtuanya, bayi akan mati. Tanpa perlindungan dari keluarga, nenek moyang manusia mungkin sudah dihancurkan oleh binatang buas. Jadi, interes sosial itu sangat penting dan diperlukan, kalau laki-laki dan perempuan tidak bekerjasama dalam melindungi keturunannya, ras manusia akan lenyap.
Kriteria nilai-nilai Kemanusiaan. Interes sosial menjadi satu-satunya kriteria untuk mengukur kesehatan jiwa. Tingkat seberapa tinggi minat sosial orang, menunjukan kematangan psikologisnya. Orang yang tidak matang kurang memiliki Gemeinscafgefữhl, memetingkan dirinya sendiri, berjuang menjadi superioriti pribadi melampaui orang lain. Orang yang sehat, peduli terhadap orang lain, dan mempunyai tujuan menjadi sukses yang mencakup kebahagian semua umat manusia. Hidup menjadi berharga hanya dari sumbangan pribadi kepada kehidupan orang lain, dan sumbangan pribadi ke kehidupan generasi yang kan datang. Interes sosial merupakn satu-satunya sarana penilai keberhargaan, standar untuk menentukan kemanfaatan hidup seseorang, disebut Adler : barometer normalitas.
Mengatasi Inferioritas dan Menjadi Superioritas. Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh satu dorongan utama, dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkahlaku ditentukan utamanya dan pandangan mengenai masa depan, tujuan dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba hidup sesempurna mungkin.
Perasaan inferiorita yang melahirkan perjuangan superiorita dan bersama-sama keduanya menjadi dorongan maju yang sangat besar yang mendorong orang terus-menerus bergerak dari minus ke plus, dari bawah ke atas. Dorongan ini menurut Adler dibawa sejak lahir dan menjadi tenaga semau dorongan lainnya.
Perasaan Inferiorita ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sengai makhluk yang kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan ini terus mucul ketika orang manghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan. Perasaan ini justru menjadi sebab semua perbaikan dalam tingkahlaku manusia.
Banyak orang yang berjuang menjadi superorita dengan tidak memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan diri inferior yang berlebihan. Secara khusus, perjuangan menjadi superiror yang dilatarbelakangi motivasi sosial disebut perjuangan menjadi sukses. Orang yang secara psikologis sehat, mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri menjadi perjuangan yang dimotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai-nilai kemanusiaan.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hakekat manusia adalah sebagai makhluk sosial. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan berkelompok. Manusia tidak bisa hidup sendiri, ia akan selalu memerlukan bantuan orang lain. Setiap individu harus sadar akan pentingnya orang lain dan sadar akan hakekatnya sebagai makhluk sosial maka dengan mudah sikap individualis akan tertimbun dan rasa sosialisme akan melekat pada dirinya. Akan tetapi individu juga harus sadar akan kemandirian, bersikap sosialis bukan berarti selalu bergantung kepada orang lain. Sikap bijaknya manusia sebagai makhluk sosial adalah ketika ia bisa menyeimbangkan antara sikap sosialisme dan individualisme.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
http:///manusia-sebagai-makhluk-sosial.html
http:///fospi.wordpress.com/2008/07/23/mengenai-filosofi-kuno-aancient-philosophy
http:///makalahsosiologi-individualismeperkotaa.html
http:///individualis.html