Hakikat Pribadi Manusia
Hakikat Masyarakat Menurut Ilmu Filsaat
Manusia adalah makhluk tuhan yang otonom,berdiri sebagai pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonis jiwa/ raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakatkan
1. Sebagai Makhluk Tuhan yang Otonom.
Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah, yang keberadaannya sangat tergantung kepada Penciptanya. Akan tetapi ketergantungan terhadap Sang Pencipta tersebut adalah bukan semata-semata, melainkan ketergantungan (dependence) yang berkeleluasaan (independence). Manusia menerima ketergantungan itu dengan otonomi, independence swrta kreatifitasnnya sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya.
Antara ketergantungan (dependence) dan otonom(independence) adlah dua unsur potensi kontradiktif yang ada dalam kesatuan yang dinamis.Keberadaannya yang demikian justru memberikan makna yang jelas kepada diri pribadi manusia sebagai makhluk Sang Pencipta. Otonom, kebebasan, dan kreatifitas adalah jelmaan otonomi,kebebasan dan kreatifitas Sang Pencipta.(Ingat, sebuah rumah batu yang kuat,kekuatannya itu adalah warisan kodrat dari batu sebagai benda yang memang kuat).
2. Sebagai Makhluk yang Berjiwa-Raga.
Unsur jiwa dan raga manusia bukanlah hal yang berdiri sendiri, tetapi berada dalam suatu struktur yang menyatu menjadi diri pribadi diri-pribadi sehingga diri-pribadi manusia adalah jiwa yang raga dan raga yang menjiwa.Artinya jiawa menyatu dalam raga dan raga menjadi satu dengan jiwa. Kejiwaan seseorang akan terlihat dari tingkah laku badannya dan badan seseorang itu akan mencerminkan jiwanya.
Jiwa yang Meraga
Jiwa yang menjadi satu dengan raga, yaitu jiwa yang maujud dalam bentuk raga. Jiwa adalah sesuatu yang maujud, tidak berbentuk dan tidak berbobot. Iadapat dipahami dari kecenderungan-kecenderungan badan. Dalam jiwa ada unsur yang sering dikenal dengan tri-potensi kejiwaan yaitu cipta, raga dan karsa. Kenyataan bahwa keadaan jiwa secara natural pasti tercermin dalam tingkah laku badan, baik dengan ekspresi yang selaras atau bertentangan. Jadi kejiwaan manusia dapat menjelma menjadi pluralitas perbuatan badan.
Raga yang menjiwa
Raga yang menjadi satu dengan jiwa adalah suatu kecenderungan fenomena badan yang menjadi bersifat kejiwaan. Raga adalah sesuatu yang maujud, berbentuk dan berbobot berukurana. Tingkah laku tidak dapat dipahami sebagai gerakan material belaka tetapi lebih dari itu terkandung kecenderungan-kecenderungan spiritual tertentu.
Diri manusia yang berbentuk atas jiwa yang meraga dan raga yang menjiwa ini sebenarnya dapat terjadi karena dominasi jiwa atas raganya Jiwa manusia adalah berkesadaran. Sadar akan dirinya, sadar akan sesamanya, sadar akan dunianya, dan sadar akan asal mula dan tujuannya. Menurut posisinya, jiwa manusia itu bertabiat dalam badannya, yang berarti jiwa mempunyai kekuasaan atas badan. Jiwa yang sehat pasti akan membuat badan menjadi sehat dan belum tentu sebaliknya.
3. Sebagai Makhluk Individu Yang Memasyarakat
Kedudukan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat juga berada dalam satu struktur kesatuan. Dengan demikian manusia adalah makhluk individu yang memasyarakat sekaligus makluk sosial yang mengindividu.
Individu yang memanyarakat. Manusia lahir secara individual sebagai satu diri-pribadi yang berada dan terpisah dengan yang lain, termasuk orang tua yang melahirkannya. Akan tetapi manusia lahir dalam keadaan yang serba lemah keberadaan dan hidupnya hanya bisa bergantung kepada pihak lain. Akan tetapi sebagai individu yang berdiri-pribadi, manusia memiliki otonomi dan kebebasan jiwa, yang berhak berbuat atau tidak berbuat. Setiap orang menyelenggarakan hidup dan mengembangkan kehidupannya dengan cara menghubungkan dan meningkatkan diri masing-masing sehingga kelebihan dan kekurangan yang ada bisa diberikan kepada dan diterima orang lain. Masyarakat adalah sarana (bukan tujuan) bagi penyelenggara hidup dan pengembangan kehidupan orang-orang. Dengan demikian masyarakat akan berkembang menurut jenis, bentuk,dan sifat kebutuhannya.
Masyarakat yang Mengindividu. Dalam tingkatan sosial, individu adalah alat bagi masyarakat yang berperan sebagai tujuan. Setiap individu mendapatkan arti dari masyarakatnya sedemikian rupa sehingga potensi individualnya tidak berkembang wajar, oleh karena itu masyarakat senantiasa aman dan tentram dalam segala kegelisahan individu. Masyarakat adalah taraf perkembangan individu dalam menyelenggarakan hidup dan mengembangkan kehidupannya. Jadi yang rill, yang berkuasa, yang berdiri sebagai subjek adalah individu, bukan masyarakat. Masyarakat adalah suatu keadaan sosial tertentu, demi keteraturan kehidupan bersama sedemikian rupa sehingga setiap individu mendapatkan kesempatan untuk memerankan dirinya sebagai manusia yang otonom dan bebas.
Hakekat Manusia Dalam Al-Qur’an
Hakekat Manusia Menurut Ahli Psikologi
Dalam pandangan Ilmu Psikologi, manusia adalah individu yang belajar dan dalam pandangan ilmu sosialogi, manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (animal sosiale). Manusia adalah makhluk yang dalam proses perkembangan yang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya, dan mempengaruhi lingkungannya terutama lingkungan sosialnya, bahkan ia tidak dapat berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup didalam lingkungan sosial.
David Schneider menggolongkan pendapat-pendapat tentang hakekat manusia yang dikemukakan oleh para tokoh tentang hakekat manusia sebagai berikut :
1. Manusia Sebagai Hewan
Sebagai hewan, manusia mempunyai berbagai naluri-naluri dasar yang mengendalikan dan mengarahkan perilakunya agar dapat bertahan dalam menghadapi segala ancaman. Naluri itu adalah naluri seks, naluri makan, naluri pertahanan diri, dan naluri pertahanan kelompok terhadap serangan dari luar. Menurut Sigmund Freud, terdapat dua jenis naluri :
- Naluri seksual (libido) yang berkaitan dengan kelangsungan keturunan dan kelangsungan jenis.
- Naluri Ego yang berkaitan dengan kelangsungan hidup, misalnya insting lapar dan haus.
Dalam perkembangan selanjutnya (shaffer 1994), kedua insting itu masing-masing dinamai insting kehidupan (eros) adan insting kematian (agresi atau tanatos).
Mc Dougall mengakui keberadaan banyak insting dan menurutnya insting adalah disposisi bawaan (bakat) yang mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku dalam cara tertentu. Arah dari insting itu adalah tujuan perilaku dan tidak ada perilaku tanpa tujuan.
Selain teori insting, berlaku pula teori lain. Diantaranya Teori Dorongan yang dikemukakan oleh Clark Hull pada tahun 1943. Konsep dorongan berhubungan dengan keadaan fisiologis, misalnya lapar. Dorongan yang menggerakkan perilaku dinamakan daya (force) dan gabungan berbagai daya dinamakan dorongan besar (big drive). Manusia belajar memenuhi berbagai dorongan dan mengembangkan dorongan tingkat kedua (secondary drive) yang dipelajari dari pengalaman. Pada umumnya perilaku sosial terbentuk karena adanya perilaku kedua ini.
2. Manusia Sebagai Pencari Keuntungan
Dokrin bahwa manusia mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan disebut hedonisme. Dokrin ini dianut kaum Epicurean dan menjadi dasar analisis psikologi
Thibaut dan Kelley mengembangkan tentang teori tentang hukum ekonomi dalam psikologi, yang disebut dengan Teori Timbal Balik (Exchange Theory). Teori ini menjelaskan adanya prinsip untung rugi (reward-cost ratio) dalam interaksi manusia.
3. Manusia Sebagai Salah Satu Unsur Dalam Lingkungan Fisika
Thomas Hobbes mengemukakan pandangan bahwa setiap gerak tubuh manusia merupakan refleksi dan operasi gabungan berbagai daya yang ada dilapangan. Menurut Hbobbes, motivasi adalah gerak miniatur (miniature motion) di dalam tubuh.
Kurt Lewin mengembangkan paham ini dengan mengemukakan Teori Lapangan (Field Theory). Unit analisanya adalah manusia dalam lingkungan yang konkret, yaitu ruang kehidupan (life space) yang berisi pribadi itu sendiri, orang lain dan lingkungan fisik lainnya. Lewin percaya bahwa bukan masa lalu yang menentukan perilaku, melainkan daya-daya masa kini yang (current force). Menurut Lewins, segala sesuatu yang terdapat dalam ruang kehidupan seseorang terwakili dalam alam kesadaran (Psichologikal Field) orang tersebut sadar dari saat ke saat bagian dari lapangan psikologis itu dapat dipandang mempunyai daya tarik atau daya tolak yang besarnya berubah-ubah. Perbuatan mendekat atau menghindar akibat dorongan dalam lapangan psikologis itu disebut lokomosi (locomotion).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Lewin ini, diuraikan pula tentang konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena adanya satu hal yang masing-masing memiliki adaya tarik atau tolak. Ada tiga jenis konflik, yaitu ‘mendekat - mendekat’ (approach - approach), ‘menjauh - mendekat’ (avoidance - approach), dan ‘menjauh – menjauh’ (avoidance - avoidance). Jika konflik-konflik ini dibiarkan berlangsung berlarut-larut dalam diri seseorang, akan timbul berbagai masalah bagi orang yang bersangkutan.
4. Manusia Sebagai Ilmuwan
Pandangan ini berpandapat bahwa manusia cenderung ingin mengerti, meramalkan dan mengendalikan lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan demikian manusia cenderung berfikir tentang sebab dan akibat dan menggolongkan segalnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Jika lingkunganya tidak dapat mengerti, diramalkan, dan dikendalikan, akan timbul keadaan yang disebut dissonasi kognitif (cognitive dissonance). Keadaan dissonansi harus segera diatasi untuk menimbulkan keadaan konsonan kognitif (cognitive consonance). Pandangan ini antara lain dikemukakan antara lain oleh aliran Psikologi Kognitif. (Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka)
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk social yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Berikut ini adalah pengertian dan definisi makhluk sosial menurut para ahli:
• Menurut KBBI :
Makhluk sosial adalah manusia yang berhubungan timbal balik dengan manusia lain.
• Menurut Elly M. Setiadi :
Makhluk sosial adalah makhluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain.
• Menurut Dr. Johannes Garang :
Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
• Menurut Aristoteles :
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain
• Menurut Liturgis :
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah :
1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah, karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
3. Karena terjadinya habitat pada tiap-tiap diri manusia.
4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia adalah makhluk sosial, yaitu :
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Hakikat Masyarakat Menurut Ilmu Filsaat
Manusia adalah makhluk tuhan yang otonom,berdiri sebagai pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonis jiwa/ raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakatkan
1. Sebagai Makhluk Tuhan yang Otonom.
Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah, yang keberadaannya sangat tergantung kepada Penciptanya. Akan tetapi ketergantungan terhadap Sang Pencipta tersebut adalah bukan semata-semata, melainkan ketergantungan (dependence) yang berkeleluasaan (independence). Manusia menerima ketergantungan itu dengan otonomi, independence swrta kreatifitasnnya sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya.
Antara ketergantungan (dependence) dan otonom(independence) adlah dua unsur potensi kontradiktif yang ada dalam kesatuan yang dinamis.Keberadaannya yang demikian justru memberikan makna yang jelas kepada diri pribadi manusia sebagai makhluk Sang Pencipta. Otonom, kebebasan, dan kreatifitas adalah jelmaan otonomi,kebebasan dan kreatifitas Sang Pencipta.(Ingat, sebuah rumah batu yang kuat,kekuatannya itu adalah warisan kodrat dari batu sebagai benda yang memang kuat).
2. Sebagai Makhluk yang Berjiwa-Raga.
Unsur jiwa dan raga manusia bukanlah hal yang berdiri sendiri, tetapi berada dalam suatu struktur yang menyatu menjadi diri pribadi diri-pribadi sehingga diri-pribadi manusia adalah jiwa yang raga dan raga yang menjiwa.Artinya jiawa menyatu dalam raga dan raga menjadi satu dengan jiwa. Kejiwaan seseorang akan terlihat dari tingkah laku badannya dan badan seseorang itu akan mencerminkan jiwanya.
Jiwa yang Meraga
Jiwa yang menjadi satu dengan raga, yaitu jiwa yang maujud dalam bentuk raga. Jiwa adalah sesuatu yang maujud, tidak berbentuk dan tidak berbobot. Iadapat dipahami dari kecenderungan-kecenderungan badan. Dalam jiwa ada unsur yang sering dikenal dengan tri-potensi kejiwaan yaitu cipta, raga dan karsa. Kenyataan bahwa keadaan jiwa secara natural pasti tercermin dalam tingkah laku badan, baik dengan ekspresi yang selaras atau bertentangan. Jadi kejiwaan manusia dapat menjelma menjadi pluralitas perbuatan badan.
Raga yang menjiwa
Raga yang menjadi satu dengan jiwa adalah suatu kecenderungan fenomena badan yang menjadi bersifat kejiwaan. Raga adalah sesuatu yang maujud, berbentuk dan berbobot berukurana. Tingkah laku tidak dapat dipahami sebagai gerakan material belaka tetapi lebih dari itu terkandung kecenderungan-kecenderungan spiritual tertentu.
Diri manusia yang berbentuk atas jiwa yang meraga dan raga yang menjiwa ini sebenarnya dapat terjadi karena dominasi jiwa atas raganya Jiwa manusia adalah berkesadaran. Sadar akan dirinya, sadar akan sesamanya, sadar akan dunianya, dan sadar akan asal mula dan tujuannya. Menurut posisinya, jiwa manusia itu bertabiat dalam badannya, yang berarti jiwa mempunyai kekuasaan atas badan. Jiwa yang sehat pasti akan membuat badan menjadi sehat dan belum tentu sebaliknya.
3. Sebagai Makhluk Individu Yang Memasyarakat
Kedudukan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat juga berada dalam satu struktur kesatuan. Dengan demikian manusia adalah makhluk individu yang memasyarakat sekaligus makluk sosial yang mengindividu.
Individu yang memanyarakat. Manusia lahir secara individual sebagai satu diri-pribadi yang berada dan terpisah dengan yang lain, termasuk orang tua yang melahirkannya. Akan tetapi manusia lahir dalam keadaan yang serba lemah keberadaan dan hidupnya hanya bisa bergantung kepada pihak lain. Akan tetapi sebagai individu yang berdiri-pribadi, manusia memiliki otonomi dan kebebasan jiwa, yang berhak berbuat atau tidak berbuat. Setiap orang menyelenggarakan hidup dan mengembangkan kehidupannya dengan cara menghubungkan dan meningkatkan diri masing-masing sehingga kelebihan dan kekurangan yang ada bisa diberikan kepada dan diterima orang lain. Masyarakat adalah sarana (bukan tujuan) bagi penyelenggara hidup dan pengembangan kehidupan orang-orang. Dengan demikian masyarakat akan berkembang menurut jenis, bentuk,dan sifat kebutuhannya.
Masyarakat yang Mengindividu. Dalam tingkatan sosial, individu adalah alat bagi masyarakat yang berperan sebagai tujuan. Setiap individu mendapatkan arti dari masyarakatnya sedemikian rupa sehingga potensi individualnya tidak berkembang wajar, oleh karena itu masyarakat senantiasa aman dan tentram dalam segala kegelisahan individu. Masyarakat adalah taraf perkembangan individu dalam menyelenggarakan hidup dan mengembangkan kehidupannya. Jadi yang rill, yang berkuasa, yang berdiri sebagai subjek adalah individu, bukan masyarakat. Masyarakat adalah suatu keadaan sosial tertentu, demi keteraturan kehidupan bersama sedemikian rupa sehingga setiap individu mendapatkan kesempatan untuk memerankan dirinya sebagai manusia yang otonom dan bebas.
Hakekat Manusia Dalam Al-Qur’an
Hakekat Manusia Menurut Ahli Psikologi
Dalam pandangan Ilmu Psikologi, manusia adalah individu yang belajar dan dalam pandangan ilmu sosialogi, manusia adalah makhluk yang bermasyarakat (animal sosiale). Manusia adalah makhluk yang dalam proses perkembangan yang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya, dan mempengaruhi lingkungannya terutama lingkungan sosialnya, bahkan ia tidak dapat berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup didalam lingkungan sosial.
David Schneider menggolongkan pendapat-pendapat tentang hakekat manusia yang dikemukakan oleh para tokoh tentang hakekat manusia sebagai berikut :
1. Manusia Sebagai Hewan
Sebagai hewan, manusia mempunyai berbagai naluri-naluri dasar yang mengendalikan dan mengarahkan perilakunya agar dapat bertahan dalam menghadapi segala ancaman. Naluri itu adalah naluri seks, naluri makan, naluri pertahanan diri, dan naluri pertahanan kelompok terhadap serangan dari luar. Menurut Sigmund Freud, terdapat dua jenis naluri :
- Naluri seksual (libido) yang berkaitan dengan kelangsungan keturunan dan kelangsungan jenis.
- Naluri Ego yang berkaitan dengan kelangsungan hidup, misalnya insting lapar dan haus.
Dalam perkembangan selanjutnya (shaffer 1994), kedua insting itu masing-masing dinamai insting kehidupan (eros) adan insting kematian (agresi atau tanatos).
Mc Dougall mengakui keberadaan banyak insting dan menurutnya insting adalah disposisi bawaan (bakat) yang mengarahkan perhatian, perasaan dan perilaku dalam cara tertentu. Arah dari insting itu adalah tujuan perilaku dan tidak ada perilaku tanpa tujuan.
Selain teori insting, berlaku pula teori lain. Diantaranya Teori Dorongan yang dikemukakan oleh Clark Hull pada tahun 1943. Konsep dorongan berhubungan dengan keadaan fisiologis, misalnya lapar. Dorongan yang menggerakkan perilaku dinamakan daya (force) dan gabungan berbagai daya dinamakan dorongan besar (big drive). Manusia belajar memenuhi berbagai dorongan dan mengembangkan dorongan tingkat kedua (secondary drive) yang dipelajari dari pengalaman. Pada umumnya perilaku sosial terbentuk karena adanya perilaku kedua ini.
2. Manusia Sebagai Pencari Keuntungan
Dokrin bahwa manusia mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan disebut hedonisme. Dokrin ini dianut kaum Epicurean dan menjadi dasar analisis psikologi
Thibaut dan Kelley mengembangkan tentang teori tentang hukum ekonomi dalam psikologi, yang disebut dengan Teori Timbal Balik (Exchange Theory). Teori ini menjelaskan adanya prinsip untung rugi (reward-cost ratio) dalam interaksi manusia.
3. Manusia Sebagai Salah Satu Unsur Dalam Lingkungan Fisika
Thomas Hobbes mengemukakan pandangan bahwa setiap gerak tubuh manusia merupakan refleksi dan operasi gabungan berbagai daya yang ada dilapangan. Menurut Hbobbes, motivasi adalah gerak miniatur (miniature motion) di dalam tubuh.
Kurt Lewin mengembangkan paham ini dengan mengemukakan Teori Lapangan (Field Theory). Unit analisanya adalah manusia dalam lingkungan yang konkret, yaitu ruang kehidupan (life space) yang berisi pribadi itu sendiri, orang lain dan lingkungan fisik lainnya. Lewin percaya bahwa bukan masa lalu yang menentukan perilaku, melainkan daya-daya masa kini yang (current force). Menurut Lewins, segala sesuatu yang terdapat dalam ruang kehidupan seseorang terwakili dalam alam kesadaran (Psichologikal Field) orang tersebut sadar dari saat ke saat bagian dari lapangan psikologis itu dapat dipandang mempunyai daya tarik atau daya tolak yang besarnya berubah-ubah. Perbuatan mendekat atau menghindar akibat dorongan dalam lapangan psikologis itu disebut lokomosi (locomotion).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Lewin ini, diuraikan pula tentang konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena adanya satu hal yang masing-masing memiliki adaya tarik atau tolak. Ada tiga jenis konflik, yaitu ‘mendekat - mendekat’ (approach - approach), ‘menjauh - mendekat’ (avoidance - approach), dan ‘menjauh – menjauh’ (avoidance - avoidance). Jika konflik-konflik ini dibiarkan berlangsung berlarut-larut dalam diri seseorang, akan timbul berbagai masalah bagi orang yang bersangkutan.
4. Manusia Sebagai Ilmuwan
Pandangan ini berpandapat bahwa manusia cenderung ingin mengerti, meramalkan dan mengendalikan lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan demikian manusia cenderung berfikir tentang sebab dan akibat dan menggolongkan segalnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Jika lingkunganya tidak dapat mengerti, diramalkan, dan dikendalikan, akan timbul keadaan yang disebut dissonasi kognitif (cognitive dissonance). Keadaan dissonansi harus segera diatasi untuk menimbulkan keadaan konsonan kognitif (cognitive consonance). Pandangan ini antara lain dikemukakan antara lain oleh aliran Psikologi Kognitif. (Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka)
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk social yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan social. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Berikut ini adalah pengertian dan definisi makhluk sosial menurut para ahli:
• Menurut KBBI :
Makhluk sosial adalah manusia yang berhubungan timbal balik dengan manusia lain.
• Menurut Elly M. Setiadi :
Makhluk sosial adalah makhluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh orang lain.
• Menurut Dr. Johannes Garang :
Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
• Menurut Aristoteles :
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain
• Menurut Liturgis :
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat. Faktor-faktor itu adalah :
1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah, karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
3. Karena terjadinya habitat pada tiap-tiap diri manusia.
4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
Faktor-faktor lain yang dapat mengatakan manusia adalah makhluk sosial, yaitu :
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.