Perilaku satwa adalah tindak tanduk yang terlihat dan saling berkaitan baik
secara individu maupun bersama-sama (Tanudimadja, 1978 dalam Kartikasari, 1986).
23
Perilaku satwa dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari dalam tubuh (endogenous) dan
faktor dari luar tubuh (exogenous) (Kartikasari, 1986).
Menurut Meijaard dkk., (2001) pembentukan kelompok pada Orangutan terlihat
pada remaja dan pradewasa yang bergerak dalam jarak dekat satu sama lain. Orangutan
dewasa menjaga jarak dengan individu lainnya, kecuali jika seekor jantan dan betina
siap kawin. Umumnya keadaan ini berlangsung selama 2-3 minggu sebelum diakhiri
kopulasi. Masa hamil kurang lebih sembilan bulan dan jarak kelahiran antara anak yang
satu dengan yang lain sekitar 96 bulan (Supriatna dan Hendras, 2000).
Orangutan merupakan satwa arboreal yaitu satwa yang menghabiskan sebagian
besar waktu hidupnya di atas pohon (Anonim, 2007c). Orangutan dapat membuat dua
sampai tiga sarang setiap harinya. Menurut van Schaik dan Idrusman (1996) dalam
Anonim (2007c) klasifikasi posisi sarang adalah sebagai berikut :
Posisi I
: Posisi sarang terletak di dekat batang utama
Posisi II : Sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan satu pohon
tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya
Posisi III : Sarang terletak di puncak pohon
Posisi IV: Sarang terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon
yang berlainan.
MacKinnon (1974) dalam Sariningsih (2003) menerangkan tahapan Orangutan
dalam pembuatan sarang sebagai berikut :
1. Rimming. Dahan dilekukkan secara horizontal untuk membentuk lingkaran sarang
dan ditahan dengan cara melekukkan dahan lain.
24
2. Hanging. Dahan dilekukkan ke arah dalam sarang untuk membentuk mangkuk
sarang.
3. Pillaring. Dahan dilekukkan ke bawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan
memberikan kekuatan ekstra.
4. Loose. Beberapa dahan dipatahkan dari pohon dan diletakkan ke dalam dasar sarang
sebagai alas atau sebagai atap. Dahan-dahan tersebut didapatkan dari beberapa
bagian pohon atau bahkan dari pohon lain yang bisa mencapai ± 15 meter dari pohon
tempat sarang berada.
Umumnya primata berjalan di atas dahan-dahan pohon. Mereka menyeberangi
ruang-ruang kosong di tengah puncak-puncak pepohonan dengan melompat,
menggunakan kaki belakangnya yang kuat dan menggunakan ekornya untuk
mempertahankan keseimbangan selagi mereka melayang di tengah udara (van Schaik,
2006).
Orangutan mempunyai tubuh yang besar, sehingga mereka tidak bisa berjalan
seperti primata pada umumnya untuk melewati dahan-dahan pepohonan. Sebaliknya,
Orangutan bergerak maju dengan menggunakan tangan dan kakinya. Lengan Orangutan
40% lebih panjang dari kakinya. Tangan dan kakinya sangat panjang dengan jari-jari
yang melengkung, yang digunakan untuk memegang dahan dan ranting dengan cara
mengait. Lengan-lengan mereka dapat memeluk batang pohon pada waktu naik-turun
memanjat pohon (van Schaik, 2006).
25
Pergerakan untuk primata lainnya, Fleagle (1978) dalam Kartikasari (1986)
menyebutkan bahwa
pergerakan lutung dibedakan menjadi 4 berdasarkan cara
penggunaan tungkainya yaitu :
1. Quadrupedal yaitu gerakan berjalan dan berlari secara kontinyu, biasanya
bergerak horizontal menggunakan keempat tungkainya.
2. Leaping yaitu gerakan melompat secara terputus-putus dan berlangsung secara
cepat, gerakan ini menggunakan 2 tungkai belakang.
3. Climbing yaitu gerakan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal
menggunakan kombinasi keempat tungkainya. Kedua tangannya digunakan
untuk menarik tubuhnya ke atas, sedangkan kedua kakinya digunakan untuk
mendorong.
4. Arm swinging yaitu gerakan menggantung dan mengayun dari satu pohon ke
pohon lainnya.
Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada
cabang-cabang pohon. Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya tetapi jarang
dilakukan (Anonim, 2007c).
Musim kawin biasanya ditandai dengan perkelahian antar pejantan dalam
memperebutkan betina. Setelah diketahui pemenangnya, keesokan harinya si betina akan
menghampiri pejantan untuk kawin di sarang yang telah dipersiapkannya. Pejantan ini
termasuk tipe yang kurang setia. Kesetiaannya pada pasangan hanya bertahan selama
kawin hingga betina mengandung. Segera setelah itu ia siap mengawini betina lainnya.
26
Bayi Orangutan yang lahir mencapai berat sekitar 1,6 Kg dan akan disusui serta diasuh
induknya hingga umur 3 tahun (Anonim, 2007d).
Menurut Santoso (1993) dalam Hidayat (2001) perilaku mencari kutu
(grooming) sering dilakukan pada saat istirahat. Perilaku ini tidak hanya untuk
membersihkan badan, tetapi juga sarana untuk menjalin hubungan sosial antara individu
dalam satu kelompok, meredakan tegangan, dan bertujuan lain.
Menurut Rijksen (1978) pola aktifitas harian Orangutan Sumatera dibedakan atas
aktifitas pagi hari dan sore hari. Aktifitas pagi hari yaitu aktifitas yang dilakukan dua
sampai tiga jam setelah Orangutan meninggalkan sarang tempat tidurnya. Aktifitas sore
hari yaitu sekitar pukul 3 sore. Aktifitas makan lebih banyak dilakukan di pagi hari.
Sedangkan aktifitas berjalan lebih banyak dilakukan pada sore hari, dan terakhir aktifitas
beristirahat dilakukan pada siang tengah hari.
2.3. Sumber Pakan Orangutan
Menurut Meijaard dkk., (2001) dalam Sariningsih (2003) produksi masal suatu
jenis tumbuhan yang umumnya menghasilkan biji, bunga dan buah akan terjadi sesuai
dengan kondisi musim dan lingkungannya. Pada kondisi ini jenis tumbuhan akan
berbuah pada saat yang bersamaan. Kelimpahan makanan yang bersamaan ini hanya
dapat dinikmati selama musim tertentu saja, dan musim berikutnya bahaya kelaparan
akan dihadapi oleh pemakan buah. Untuk itu, pemakan buah harus terus berpindah.
Makanan pokok Orangutan adalah buah. Di habitat yang berkualitas baik, 57%
(jantan) dan 80% (betina) waktu makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan.
Orangutan juga lebih menyukai pohon-pohon yang berbuah lebat. Sumber pakan lainnya
27
adalah daun, termasuk tunas muda dalam jumlah yang sangat banyak. Rata-rata 25%
waktu makan digunakan untuk memakan daun. Di habitat yang berkualitas baik, selama
musim buah Orangutan menggunakan 11-20% waktu makannya setiap hari untuk
memakan dedaunan. Selain buah-buahan dan dedaunan, sekitar 6% waktu makannya
digunakan untuk menangkap serangga (semut, rayap, belalang, jangkrik, kutu, dll).
Ketika buah menjadi jarang, Orangutan menggunakan sampai 18% dari waktu
makannya untuk memakan lapisan di bawah kulit pohon tertentu terutama pohon Ficus
dan jenis lainnya dari suku Moraceae (Meijaard dkk., 2001).
Menurut van Schaik (2006) buah-buahan yang matang dalam jumlah banyak
merupakan menu utama makanan Orangutan. Buah-buahan merupakan sumber energi
yang baik, akan tetapi bukan merupaka sumber protein. Untuk menambah protein,
primata menambah dedaunan muda dan serangga yang kaya akan protein.
Orangutan yang akan diliarkan kembali adalah satwa peliharaan hasil sitaan yang
akan dikembalikan ke hutan, namun harus menjalani karantina terlebih dahulu sebelum
diperkenalkan kembali ke alam. Pisang merupakan salah satu makanan yang secara
teratur diberikan pada Orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Bahorok. Pisang yang
sudah dikunyah hingga lumat dipertahankan didalam mulut untuk waktu yang lama, dan
kemudian dimuntahkan diatas permukaan yang rata lalu dimakan kembali, sehingga
permukaan itu tampak basah tetapi bersih sekali. Beberapa dari Orangutan itu, bila
setelah menelan bubur pisang akan mengambil kembali kulit pisang yang sebelumnnya
dibuang lalu mengulang proses sebelumnya. Bermain-main dengan makanan
akan
28
menghasilkan cara-cara yang inovatif mengenai pengolahan makanan (van Schaik,
2006).
2.4. Home Range dan Teritorial
Hubungan antara individu baik dalam jenis yang sama (intraspesific) maupun
jenis yang berbeda (interspesific) dapat membentuk suatu pola tingkah laku. Hubungan
ini akan menentukan home range dan teritorial. Home range adalah tempat tinggal suatu
binatang yang tidak dipertahankan oleh binatang tersebut dari masuknya binatang lain.
Apabila daerah tersebut sudah dipertahankan dari masuknya jenis lain maka daerah
tersebut
menjadi
daerah
teritorial
(Suratmo
dalam
Mukhtar,
1982
dalam
Mansyur,2001).
Menurut Alikodra (1980) dalam Damanik (2001), wilayah jelajah merupakan
ukuran area dimana suatu kelompok binatang terorganisasi menggunakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehingga pada wilayah jelajah terdapat tempat makan,
minum, tidur, bermain, berkembang biak dan berlindung. Sementara adanya territorial
pada suatu binatang umumnya berkaitan erat dengan kepentingan berkembang biak.
Luas wilayah jelajah bervariasi tergantung pada jenis satwa, jenis aktifitas, penyebaran
makanan, dan kondisi habitat. Besarnya teritori jenis-jenis monyet dipengaruhi oleh
jenis makannya. Jenis monyet dan kera pemakan daun mempunyai teritori lebih kecil
daripada monyet dan kera pemakan buah. Hal ini disebabkan oleh persediaan daun lebih
banyak daripada buah.
Daerah jelajah Orangutan meliputi radius berkisar 3 – 4 Km dari pusat
“permukimannya”. Pada musim penghujan, biasanya mereka masuk ke dalam hutan dan
29
bersarang di kelebatan pohon hutan tropis, namun pada musim kemarau yang sulit air,
mereka pindah ke belukar dekat rawa atau sungai. Pada saat inilah sering mereka
bersinggungan dengan manusia yang seringkali mengancam kelangsungan hidup
mereka. Orangutan umumnya bertahan hidup hingga umur sekitar 30 – 35 tahun apabila
hidup di alam bebas, namun bila dipelihara bisa mencapai umur 50 tahun. Di habitat
aslinya, setelah memasuki umur tua Orangutan akan menyendiri, bergerak lamban di
pohon-pohon yang rendah seiring dengan berkurangnya tenaga, dan memilih lebih
dekat ke sumber air (Anonim, 2007d).
Menurut Ian Singleton dalam Ibrahim (2007), keberadaaan Orangutan dapat
menunjukkan tingkat kerusakan hutan. Orangutan akan ditemukan bila hutan mulai
rusak dan lokasi perambahan berada tidak jauh dari habitatnya. Orangutan juga diakui
memiliki peran penting untuk proses rehabilitasi hutan. Kebiasaan Orangutan membawa
makanan dalam perjalanan hidupnya, menjadikan biji makanannya tersebar hingga jauh
ke dalam hutan.
2.5. Proses Rehabilitasi
Menurut Borner dan Stonehouse (1979) dalam Sariningsih (2003) sebelum
dilepaskan ke alam, Orangutan yang berada dalam Stasiun Rehabilitasi Orangutan
Bahorok akan mengalami beberapa proses rehabilitasi.
Proses tersebut antara lain:
a. Proses karantina
Kegiatan dalam proses rehabilitasi Orangutan ini meliputi pemeriksaan
kesehatan, fisik dan mental. Orangutan dimasukkan dalam satu kandang yang berukuran
30
4m x 5m dengan tinggi 2-4 m dan dihuni sekitar 2-3 ekor. Makanan berupa pisang dan
susu diberikan 2 kali sehari. Orangutan di dalam kandang dilatih untuk memahami
lingkungan sekitarnya atau dilatih mengenal Orangutan yang ada di tempat pemberian
makan. Apabila Orangutan sudah mampu beradaptasi maka Orangutan tersebut sudah
siap untuk masuk ke tahap pembelajaran.
b. Proses Pembelajaran
Pemberian makan dalam proses pembelajaran masih dilakukan walaupun
Orangutan sudah dilepaskan pada suatu habitat alam. Pemberian makan dilakukan diatas
panggung pemberian makan (feeding platform) di kawasan Tempat Pemberian Makan
(TPM) Orangutan.
Pemberian pisang setengah sampai satu sisir sehari dan susu sekitar 2-3 gelas
bertujuan untuk memberikan kejenuhan, sehingga Orangutan tersebut berusaha mencari
makanannya sendiri di hutan alam. Apabila Orangutan tersebut masih kembali ke TPM
maka akan ditangkap untuk diliarkan kembali ke hutan.
c. Proses Peliaran
Orangutan yang sudah dianggap mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan
diliarkan. Proses peliaran dilakukan dengan menangkap Orangutan dan dibawa masuk
jauh ke dalam hutan. Ada tiga cara peliaran yang Orangutan di Bukit lawang, antara
lain: menggunakan helikopter (1977-1980), digendong (1983-1990) serta dimasukkan ke
dalam peti kayu kemudian dipikul (1991-2000) (Sariningsih, 2003).
secara individu maupun bersama-sama (Tanudimadja, 1978 dalam Kartikasari, 1986).
23
Perilaku satwa dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari dalam tubuh (endogenous) dan
faktor dari luar tubuh (exogenous) (Kartikasari, 1986).
Menurut Meijaard dkk., (2001) pembentukan kelompok pada Orangutan terlihat
pada remaja dan pradewasa yang bergerak dalam jarak dekat satu sama lain. Orangutan
dewasa menjaga jarak dengan individu lainnya, kecuali jika seekor jantan dan betina
siap kawin. Umumnya keadaan ini berlangsung selama 2-3 minggu sebelum diakhiri
kopulasi. Masa hamil kurang lebih sembilan bulan dan jarak kelahiran antara anak yang
satu dengan yang lain sekitar 96 bulan (Supriatna dan Hendras, 2000).
Orangutan merupakan satwa arboreal yaitu satwa yang menghabiskan sebagian
besar waktu hidupnya di atas pohon (Anonim, 2007c). Orangutan dapat membuat dua
sampai tiga sarang setiap harinya. Menurut van Schaik dan Idrusman (1996) dalam
Anonim (2007c) klasifikasi posisi sarang adalah sebagai berikut :
Posisi I
: Posisi sarang terletak di dekat batang utama
Posisi II : Sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan satu pohon
tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya
Posisi III : Sarang terletak di puncak pohon
Posisi IV: Sarang terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon
yang berlainan.
MacKinnon (1974) dalam Sariningsih (2003) menerangkan tahapan Orangutan
dalam pembuatan sarang sebagai berikut :
1. Rimming. Dahan dilekukkan secara horizontal untuk membentuk lingkaran sarang
dan ditahan dengan cara melekukkan dahan lain.
24
2. Hanging. Dahan dilekukkan ke arah dalam sarang untuk membentuk mangkuk
sarang.
3. Pillaring. Dahan dilekukkan ke bawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan
memberikan kekuatan ekstra.
4. Loose. Beberapa dahan dipatahkan dari pohon dan diletakkan ke dalam dasar sarang
sebagai alas atau sebagai atap. Dahan-dahan tersebut didapatkan dari beberapa
bagian pohon atau bahkan dari pohon lain yang bisa mencapai ± 15 meter dari pohon
tempat sarang berada.
Umumnya primata berjalan di atas dahan-dahan pohon. Mereka menyeberangi
ruang-ruang kosong di tengah puncak-puncak pepohonan dengan melompat,
menggunakan kaki belakangnya yang kuat dan menggunakan ekornya untuk
mempertahankan keseimbangan selagi mereka melayang di tengah udara (van Schaik,
2006).
Orangutan mempunyai tubuh yang besar, sehingga mereka tidak bisa berjalan
seperti primata pada umumnya untuk melewati dahan-dahan pepohonan. Sebaliknya,
Orangutan bergerak maju dengan menggunakan tangan dan kakinya. Lengan Orangutan
40% lebih panjang dari kakinya. Tangan dan kakinya sangat panjang dengan jari-jari
yang melengkung, yang digunakan untuk memegang dahan dan ranting dengan cara
mengait. Lengan-lengan mereka dapat memeluk batang pohon pada waktu naik-turun
memanjat pohon (van Schaik, 2006).
25
Pergerakan untuk primata lainnya, Fleagle (1978) dalam Kartikasari (1986)
menyebutkan bahwa
pergerakan lutung dibedakan menjadi 4 berdasarkan cara
penggunaan tungkainya yaitu :
1. Quadrupedal yaitu gerakan berjalan dan berlari secara kontinyu, biasanya
bergerak horizontal menggunakan keempat tungkainya.
2. Leaping yaitu gerakan melompat secara terputus-putus dan berlangsung secara
cepat, gerakan ini menggunakan 2 tungkai belakang.
3. Climbing yaitu gerakan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal
menggunakan kombinasi keempat tungkainya. Kedua tangannya digunakan
untuk menarik tubuhnya ke atas, sedangkan kedua kakinya digunakan untuk
mendorong.
4. Arm swinging yaitu gerakan menggantung dan mengayun dari satu pohon ke
pohon lainnya.
Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada
cabang-cabang pohon. Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya tetapi jarang
dilakukan (Anonim, 2007c).
Musim kawin biasanya ditandai dengan perkelahian antar pejantan dalam
memperebutkan betina. Setelah diketahui pemenangnya, keesokan harinya si betina akan
menghampiri pejantan untuk kawin di sarang yang telah dipersiapkannya. Pejantan ini
termasuk tipe yang kurang setia. Kesetiaannya pada pasangan hanya bertahan selama
kawin hingga betina mengandung. Segera setelah itu ia siap mengawini betina lainnya.
26
Bayi Orangutan yang lahir mencapai berat sekitar 1,6 Kg dan akan disusui serta diasuh
induknya hingga umur 3 tahun (Anonim, 2007d).
Menurut Santoso (1993) dalam Hidayat (2001) perilaku mencari kutu
(grooming) sering dilakukan pada saat istirahat. Perilaku ini tidak hanya untuk
membersihkan badan, tetapi juga sarana untuk menjalin hubungan sosial antara individu
dalam satu kelompok, meredakan tegangan, dan bertujuan lain.
Menurut Rijksen (1978) pola aktifitas harian Orangutan Sumatera dibedakan atas
aktifitas pagi hari dan sore hari. Aktifitas pagi hari yaitu aktifitas yang dilakukan dua
sampai tiga jam setelah Orangutan meninggalkan sarang tempat tidurnya. Aktifitas sore
hari yaitu sekitar pukul 3 sore. Aktifitas makan lebih banyak dilakukan di pagi hari.
Sedangkan aktifitas berjalan lebih banyak dilakukan pada sore hari, dan terakhir aktifitas
beristirahat dilakukan pada siang tengah hari.
2.3. Sumber Pakan Orangutan
Menurut Meijaard dkk., (2001) dalam Sariningsih (2003) produksi masal suatu
jenis tumbuhan yang umumnya menghasilkan biji, bunga dan buah akan terjadi sesuai
dengan kondisi musim dan lingkungannya. Pada kondisi ini jenis tumbuhan akan
berbuah pada saat yang bersamaan. Kelimpahan makanan yang bersamaan ini hanya
dapat dinikmati selama musim tertentu saja, dan musim berikutnya bahaya kelaparan
akan dihadapi oleh pemakan buah. Untuk itu, pemakan buah harus terus berpindah.
Makanan pokok Orangutan adalah buah. Di habitat yang berkualitas baik, 57%
(jantan) dan 80% (betina) waktu makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan.
Orangutan juga lebih menyukai pohon-pohon yang berbuah lebat. Sumber pakan lainnya
27
adalah daun, termasuk tunas muda dalam jumlah yang sangat banyak. Rata-rata 25%
waktu makan digunakan untuk memakan daun. Di habitat yang berkualitas baik, selama
musim buah Orangutan menggunakan 11-20% waktu makannya setiap hari untuk
memakan dedaunan. Selain buah-buahan dan dedaunan, sekitar 6% waktu makannya
digunakan untuk menangkap serangga (semut, rayap, belalang, jangkrik, kutu, dll).
Ketika buah menjadi jarang, Orangutan menggunakan sampai 18% dari waktu
makannya untuk memakan lapisan di bawah kulit pohon tertentu terutama pohon Ficus
dan jenis lainnya dari suku Moraceae (Meijaard dkk., 2001).
Menurut van Schaik (2006) buah-buahan yang matang dalam jumlah banyak
merupakan menu utama makanan Orangutan. Buah-buahan merupakan sumber energi
yang baik, akan tetapi bukan merupaka sumber protein. Untuk menambah protein,
primata menambah dedaunan muda dan serangga yang kaya akan protein.
Orangutan yang akan diliarkan kembali adalah satwa peliharaan hasil sitaan yang
akan dikembalikan ke hutan, namun harus menjalani karantina terlebih dahulu sebelum
diperkenalkan kembali ke alam. Pisang merupakan salah satu makanan yang secara
teratur diberikan pada Orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Bahorok. Pisang yang
sudah dikunyah hingga lumat dipertahankan didalam mulut untuk waktu yang lama, dan
kemudian dimuntahkan diatas permukaan yang rata lalu dimakan kembali, sehingga
permukaan itu tampak basah tetapi bersih sekali. Beberapa dari Orangutan itu, bila
setelah menelan bubur pisang akan mengambil kembali kulit pisang yang sebelumnnya
dibuang lalu mengulang proses sebelumnya. Bermain-main dengan makanan
akan
28
menghasilkan cara-cara yang inovatif mengenai pengolahan makanan (van Schaik,
2006).
2.4. Home Range dan Teritorial
Hubungan antara individu baik dalam jenis yang sama (intraspesific) maupun
jenis yang berbeda (interspesific) dapat membentuk suatu pola tingkah laku. Hubungan
ini akan menentukan home range dan teritorial. Home range adalah tempat tinggal suatu
binatang yang tidak dipertahankan oleh binatang tersebut dari masuknya binatang lain.
Apabila daerah tersebut sudah dipertahankan dari masuknya jenis lain maka daerah
tersebut
menjadi
daerah
teritorial
(Suratmo
dalam
Mukhtar,
1982
dalam
Mansyur,2001).
Menurut Alikodra (1980) dalam Damanik (2001), wilayah jelajah merupakan
ukuran area dimana suatu kelompok binatang terorganisasi menggunakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehingga pada wilayah jelajah terdapat tempat makan,
minum, tidur, bermain, berkembang biak dan berlindung. Sementara adanya territorial
pada suatu binatang umumnya berkaitan erat dengan kepentingan berkembang biak.
Luas wilayah jelajah bervariasi tergantung pada jenis satwa, jenis aktifitas, penyebaran
makanan, dan kondisi habitat. Besarnya teritori jenis-jenis monyet dipengaruhi oleh
jenis makannya. Jenis monyet dan kera pemakan daun mempunyai teritori lebih kecil
daripada monyet dan kera pemakan buah. Hal ini disebabkan oleh persediaan daun lebih
banyak daripada buah.
Daerah jelajah Orangutan meliputi radius berkisar 3 – 4 Km dari pusat
“permukimannya”. Pada musim penghujan, biasanya mereka masuk ke dalam hutan dan
29
bersarang di kelebatan pohon hutan tropis, namun pada musim kemarau yang sulit air,
mereka pindah ke belukar dekat rawa atau sungai. Pada saat inilah sering mereka
bersinggungan dengan manusia yang seringkali mengancam kelangsungan hidup
mereka. Orangutan umumnya bertahan hidup hingga umur sekitar 30 – 35 tahun apabila
hidup di alam bebas, namun bila dipelihara bisa mencapai umur 50 tahun. Di habitat
aslinya, setelah memasuki umur tua Orangutan akan menyendiri, bergerak lamban di
pohon-pohon yang rendah seiring dengan berkurangnya tenaga, dan memilih lebih
dekat ke sumber air (Anonim, 2007d).
Menurut Ian Singleton dalam Ibrahim (2007), keberadaaan Orangutan dapat
menunjukkan tingkat kerusakan hutan. Orangutan akan ditemukan bila hutan mulai
rusak dan lokasi perambahan berada tidak jauh dari habitatnya. Orangutan juga diakui
memiliki peran penting untuk proses rehabilitasi hutan. Kebiasaan Orangutan membawa
makanan dalam perjalanan hidupnya, menjadikan biji makanannya tersebar hingga jauh
ke dalam hutan.
2.5. Proses Rehabilitasi
Menurut Borner dan Stonehouse (1979) dalam Sariningsih (2003) sebelum
dilepaskan ke alam, Orangutan yang berada dalam Stasiun Rehabilitasi Orangutan
Bahorok akan mengalami beberapa proses rehabilitasi.
Proses tersebut antara lain:
a. Proses karantina
Kegiatan dalam proses rehabilitasi Orangutan ini meliputi pemeriksaan
kesehatan, fisik dan mental. Orangutan dimasukkan dalam satu kandang yang berukuran
30
4m x 5m dengan tinggi 2-4 m dan dihuni sekitar 2-3 ekor. Makanan berupa pisang dan
susu diberikan 2 kali sehari. Orangutan di dalam kandang dilatih untuk memahami
lingkungan sekitarnya atau dilatih mengenal Orangutan yang ada di tempat pemberian
makan. Apabila Orangutan sudah mampu beradaptasi maka Orangutan tersebut sudah
siap untuk masuk ke tahap pembelajaran.
b. Proses Pembelajaran
Pemberian makan dalam proses pembelajaran masih dilakukan walaupun
Orangutan sudah dilepaskan pada suatu habitat alam. Pemberian makan dilakukan diatas
panggung pemberian makan (feeding platform) di kawasan Tempat Pemberian Makan
(TPM) Orangutan.
Pemberian pisang setengah sampai satu sisir sehari dan susu sekitar 2-3 gelas
bertujuan untuk memberikan kejenuhan, sehingga Orangutan tersebut berusaha mencari
makanannya sendiri di hutan alam. Apabila Orangutan tersebut masih kembali ke TPM
maka akan ditangkap untuk diliarkan kembali ke hutan.
c. Proses Peliaran
Orangutan yang sudah dianggap mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan
diliarkan. Proses peliaran dilakukan dengan menangkap Orangutan dan dibawa masuk
jauh ke dalam hutan. Ada tiga cara peliaran yang Orangutan di Bukit lawang, antara
lain: menggunakan helikopter (1977-1980), digendong (1983-1990) serta dimasukkan ke
dalam peti kayu kemudian dipikul (1991-2000) (Sariningsih, 2003).