Perilaku Orangutan

Perilaku satwa adalah tindak tanduk yang terlihat dan saling berkaitan baik

secara individu maupun bersama-sama (Tanudimadja, 1978 dalam Kartikasari, 1986).


23




Perilaku satwa dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari dalam tubuh (endogenous) dan

faktor dari luar tubuh (exogenous) (Kartikasari, 1986).

Menurut Meijaard dkk., (2001) pembentukan kelompok pada Orangutan terlihat

pada remaja dan pradewasa yang bergerak dalam jarak dekat satu sama lain. Orangutan

dewasa menjaga jarak dengan individu lainnya, kecuali jika seekor jantan dan betina

siap kawin. Umumnya keadaan ini berlangsung selama 2-3 minggu sebelum diakhiri

kopulasi. Masa hamil kurang lebih sembilan bulan dan jarak kelahiran antara anak yang

satu dengan yang lain sekitar 96 bulan (Supriatna dan Hendras, 2000).

Orangutan merupakan satwa arboreal yaitu satwa yang menghabiskan sebagian

besar waktu hidupnya di atas pohon (Anonim, 2007c). Orangutan dapat membuat dua

sampai tiga sarang setiap harinya. Menurut van Schaik dan Idrusman (1996) dalam

Anonim (2007c) klasifikasi posisi sarang adalah sebagai berikut :


Posisi I


: Posisi sarang terletak di dekat batang utama


Posisi II : Sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan satu pohon

tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya

Posisi III : Sarang terletak di puncak pohon

Posisi IV: Sarang terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon

yang berlainan.

MacKinnon (1974) dalam Sariningsih (2003) menerangkan tahapan Orangutan

dalam pembuatan sarang sebagai berikut :

1. Rimming. Dahan dilekukkan secara horizontal untuk membentuk lingkaran sarang

dan ditahan dengan cara melekukkan dahan lain.


24




2. Hanging. Dahan dilekukkan ke arah dalam sarang untuk membentuk mangkuk

sarang.

3. Pillaring. Dahan dilekukkan ke bawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan

memberikan kekuatan ekstra.

4. Loose. Beberapa dahan dipatahkan dari pohon dan diletakkan ke dalam dasar sarang

sebagai alas atau sebagai atap. Dahan-dahan tersebut didapatkan dari beberapa

bagian pohon atau bahkan dari pohon lain yang bisa mencapai ± 15 meter dari pohon

tempat sarang berada.

Umumnya primata berjalan di atas dahan-dahan pohon. Mereka menyeberangi

ruang-ruang kosong di tengah puncak-puncak pepohonan dengan melompat,

menggunakan kaki belakangnya yang kuat dan menggunakan ekornya untuk

mempertahankan keseimbangan selagi mereka melayang di tengah udara (van Schaik,

2006).

Orangutan mempunyai tubuh yang besar, sehingga mereka tidak bisa berjalan

seperti primata pada umumnya untuk melewati dahan-dahan pepohonan. Sebaliknya,

Orangutan bergerak maju dengan menggunakan tangan dan kakinya. Lengan Orangutan

40% lebih panjang dari kakinya. Tangan dan kakinya sangat panjang dengan jari-jari

yang melengkung, yang digunakan untuk memegang dahan dan ranting dengan cara

mengait. Lengan-lengan mereka dapat memeluk batang pohon pada waktu naik-turun

memanjat pohon (van Schaik, 2006).


25




Pergerakan untuk primata lainnya, Fleagle (1978) dalam Kartikasari (1986)


menyebutkan bahwa


pergerakan lutung dibedakan menjadi 4 berdasarkan cara


penggunaan tungkainya yaitu :

1. Quadrupedal yaitu gerakan berjalan dan berlari secara kontinyu, biasanya

bergerak horizontal menggunakan keempat tungkainya.

2. Leaping yaitu gerakan melompat secara terputus-putus dan berlangsung secara

cepat, gerakan ini menggunakan 2 tungkai belakang.

3. Climbing yaitu gerakan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal

menggunakan kombinasi keempat tungkainya. Kedua tangannya digunakan

untuk menarik tubuhnya ke atas, sedangkan kedua kakinya digunakan untuk

mendorong.

4. Arm swinging yaitu gerakan menggantung dan mengayun dari satu pohon ke

pohon lainnya.

Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada

cabang-cabang pohon. Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya tetapi jarang

dilakukan (Anonim, 2007c).

Musim kawin biasanya ditandai dengan perkelahian antar pejantan dalam

memperebutkan betina. Setelah diketahui pemenangnya, keesokan harinya si betina akan

menghampiri pejantan untuk kawin di sarang yang telah dipersiapkannya. Pejantan ini

termasuk tipe yang kurang setia. Kesetiaannya pada pasangan hanya bertahan selama

kawin hingga betina mengandung. Segera setelah itu ia siap mengawini betina lainnya.


26




Bayi Orangutan yang lahir mencapai berat sekitar 1,6 Kg dan akan disusui serta diasuh

induknya hingga umur 3 tahun (Anonim, 2007d).

Menurut Santoso (1993) dalam Hidayat (2001) perilaku mencari kutu

(grooming) sering dilakukan pada saat istirahat. Perilaku ini tidak hanya untuk

membersihkan badan, tetapi juga sarana untuk menjalin hubungan sosial antara individu

dalam satu kelompok, meredakan tegangan, dan bertujuan lain.

Menurut Rijksen (1978) pola aktifitas harian Orangutan Sumatera dibedakan atas

aktifitas pagi hari dan sore hari. Aktifitas pagi hari yaitu aktifitas yang dilakukan dua

sampai tiga jam setelah Orangutan meninggalkan sarang tempat tidurnya. Aktifitas sore

hari yaitu sekitar pukul 3 sore. Aktifitas makan lebih banyak dilakukan di pagi hari.

Sedangkan aktifitas berjalan lebih banyak dilakukan pada sore hari, dan terakhir aktifitas

beristirahat dilakukan pada siang tengah hari.

2.3. Sumber Pakan Orangutan

Menurut Meijaard dkk., (2001) dalam Sariningsih (2003) produksi masal suatu

jenis tumbuhan yang umumnya menghasilkan biji, bunga dan buah akan terjadi sesuai

dengan kondisi musim dan lingkungannya. Pada kondisi ini jenis tumbuhan akan

berbuah pada saat yang bersamaan. Kelimpahan makanan yang bersamaan ini hanya

dapat dinikmati selama musim tertentu saja, dan musim berikutnya bahaya kelaparan

akan dihadapi oleh pemakan buah. Untuk itu, pemakan buah harus terus berpindah.

Makanan pokok Orangutan adalah buah. Di habitat yang berkualitas baik, 57%

(jantan) dan 80% (betina) waktu makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan.

Orangutan juga lebih menyukai pohon-pohon yang berbuah lebat. Sumber pakan lainnya


27




adalah daun, termasuk tunas muda dalam jumlah yang sangat banyak. Rata-rata 25%

waktu makan digunakan untuk memakan daun. Di habitat yang berkualitas baik, selama

musim buah Orangutan menggunakan 11-20% waktu makannya setiap hari untuk

memakan dedaunan. Selain buah-buahan dan dedaunan, sekitar 6% waktu makannya

digunakan untuk menangkap serangga (semut, rayap, belalang, jangkrik, kutu, dll).

Ketika buah menjadi jarang, Orangutan menggunakan sampai 18% dari waktu

makannya untuk memakan lapisan di bawah kulit pohon tertentu terutama pohon Ficus

dan jenis lainnya dari suku Moraceae (Meijaard dkk., 2001).

Menurut van Schaik (2006) buah-buahan yang matang dalam jumlah banyak

merupakan menu utama makanan Orangutan. Buah-buahan merupakan sumber energi

yang baik, akan tetapi bukan merupaka sumber protein. Untuk menambah protein,

primata menambah dedaunan muda dan serangga yang kaya akan protein.

Orangutan yang akan diliarkan kembali adalah satwa peliharaan hasil sitaan yang

akan dikembalikan ke hutan, namun harus menjalani karantina terlebih dahulu sebelum

diperkenalkan kembali ke alam. Pisang merupakan salah satu makanan yang secara

teratur diberikan pada Orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Bahorok. Pisang yang

sudah dikunyah hingga lumat dipertahankan didalam mulut untuk waktu yang lama, dan

kemudian dimuntahkan diatas permukaan yang rata lalu dimakan kembali, sehingga

permukaan itu tampak basah tetapi bersih sekali. Beberapa dari Orangutan itu, bila

setelah menelan bubur pisang akan mengambil kembali kulit pisang yang sebelumnnya


dibuang lalu mengulang proses sebelumnya. Bermain-main dengan makanan


akan


28




menghasilkan cara-cara yang inovatif mengenai pengolahan makanan (van Schaik,

2006).

2.4. Home Range dan Teritorial

Hubungan antara individu baik dalam jenis yang sama (intraspesific) maupun

jenis yang berbeda (interspesific) dapat membentuk suatu pola tingkah laku. Hubungan

ini akan menentukan home range dan teritorial. Home range adalah tempat tinggal suatu

binatang yang tidak dipertahankan oleh binatang tersebut dari masuknya binatang lain.

Apabila daerah tersebut sudah dipertahankan dari masuknya jenis lain maka daerah


tersebut


menjadi


daerah


teritorial


(Suratmo


dalam


Mukhtar,


1982


dalam


Mansyur,2001).

Menurut Alikodra (1980) dalam Damanik (2001), wilayah jelajah merupakan

ukuran area dimana suatu kelompok binatang terorganisasi menggunakan tempat untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehingga pada wilayah jelajah terdapat tempat makan,

minum, tidur, bermain, berkembang biak dan berlindung. Sementara adanya territorial

pada suatu binatang umumnya berkaitan erat dengan kepentingan berkembang biak.

Luas wilayah jelajah bervariasi tergantung pada jenis satwa, jenis aktifitas, penyebaran

makanan, dan kondisi habitat. Besarnya teritori jenis-jenis monyet dipengaruhi oleh

jenis makannya. Jenis monyet dan kera pemakan daun mempunyai teritori lebih kecil

daripada monyet dan kera pemakan buah. Hal ini disebabkan oleh persediaan daun lebih

banyak daripada buah.

Daerah jelajah Orangutan meliputi radius berkisar 3 – 4 Km dari pusat

“permukimannya”. Pada musim penghujan, biasanya mereka masuk ke dalam hutan dan


29




bersarang di kelebatan pohon hutan tropis, namun pada musim kemarau yang sulit air,

mereka pindah ke belukar dekat rawa atau sungai. Pada saat inilah sering mereka

bersinggungan dengan manusia yang seringkali mengancam kelangsungan hidup

mereka. Orangutan umumnya bertahan hidup hingga umur sekitar 30 – 35 tahun apabila

hidup di alam bebas, namun bila dipelihara bisa mencapai umur 50 tahun. Di habitat

aslinya, setelah memasuki umur tua Orangutan akan menyendiri, bergerak lamban di

pohon-pohon yang rendah seiring dengan berkurangnya tenaga, dan memilih lebih

dekat ke sumber air (Anonim, 2007d).

Menurut Ian Singleton dalam Ibrahim (2007), keberadaaan Orangutan dapat

menunjukkan tingkat kerusakan hutan. Orangutan akan ditemukan bila hutan mulai

rusak dan lokasi perambahan berada tidak jauh dari habitatnya. Orangutan juga diakui

memiliki peran penting untuk proses rehabilitasi hutan. Kebiasaan Orangutan membawa

makanan dalam perjalanan hidupnya, menjadikan biji makanannya tersebar hingga jauh

ke dalam hutan.

2.5. Proses Rehabilitasi

Menurut Borner dan Stonehouse (1979) dalam Sariningsih (2003) sebelum

dilepaskan ke alam, Orangutan yang berada dalam Stasiun Rehabilitasi Orangutan

Bahorok akan mengalami beberapa proses rehabilitasi.

Proses tersebut antara lain:

a. Proses karantina

Kegiatan dalam proses rehabilitasi Orangutan ini meliputi pemeriksaan

kesehatan, fisik dan mental. Orangutan dimasukkan dalam satu kandang yang berukuran


30




4m x 5m dengan tinggi 2-4 m dan dihuni sekitar 2-3 ekor. Makanan berupa pisang dan

susu diberikan 2 kali sehari. Orangutan di dalam kandang dilatih untuk memahami

lingkungan sekitarnya atau dilatih mengenal Orangutan yang ada di tempat pemberian

makan. Apabila Orangutan sudah mampu beradaptasi maka Orangutan tersebut sudah

siap untuk masuk ke tahap pembelajaran.

b. Proses Pembelajaran

Pemberian makan dalam proses pembelajaran masih dilakukan walaupun

Orangutan sudah dilepaskan pada suatu habitat alam. Pemberian makan dilakukan diatas

panggung pemberian makan (feeding platform) di kawasan Tempat Pemberian Makan

(TPM) Orangutan.

Pemberian pisang setengah sampai satu sisir sehari dan susu sekitar 2-3 gelas

bertujuan untuk memberikan kejenuhan, sehingga Orangutan tersebut berusaha mencari

makanannya sendiri di hutan alam. Apabila Orangutan tersebut masih kembali ke TPM

maka akan ditangkap untuk diliarkan kembali ke hutan.

c. Proses Peliaran

Orangutan yang sudah dianggap mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan

diliarkan. Proses peliaran dilakukan dengan menangkap Orangutan dan dibawa masuk

jauh ke dalam hutan. Ada tiga cara peliaran yang Orangutan di Bukit lawang, antara

lain: menggunakan helikopter (1977-1980), digendong (1983-1990) serta dimasukkan ke

dalam peti kayu kemudian dipikul (1991-2000) (Sariningsih, 2003).