Konsep Logika

Konsep adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa latin conseptus yang dibentuk dari kata conseptum yang berasal dari kata kerja concipio. Kata concipio berarti mengambil ke dalam dirinya, menerima, mengisap, menampung, menyerap, atau menangkap. Conceptum berarti mengambil, menyerap, membayangkan dalam pikiran, mengerti dan menangkap. Conceptus berarti cerapan, bayangan dalam pikiran, pengertian, dan tangkapan (Jan Hendrik Raper: 1996; 27). Mengerti sesuatu hal atau barang berarti menangkap adanya barang itu. Di sini akal budi manusia membentuk suatu gambaran tentang yang dipahami itu. Dengan demikian konsep merupakan rupa atau gambar atau bayangan dalam pikiran yang merupakan hasil tangkapan akan budi terhadap suatu objek pikiran.
Sesudah akal membentuk pengertiannya itu misalnya pengertian “burung” maka dengan pengertian itu dapatlah kita berpikir dan atau berbicara tentang burung tanpa menghadirkan seekor burung lagi, karena pengertian itu seolah-olah berada dalam akal budi dengan perantaraan pengertian atau konsep burung itu (Burhanuddin salam: 1998; 40)
Manusia mampu mengembangkan pengatahun karena mempunyai bahasa dan kemampuan menalar. Kemampuan menalar adalah kemampuan untuk menarik konklusi yang tepat dari bukti-bukti yang ada, dan menurut aturan tertentu. Kemampuan menalar ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena merupakan sumber dari sebagian besar pengetahuan.
Menarik konklusi merupakan suatu proses untuk dapat sampai pada sesuatu yang sebelumnya kita belum tahu (konklusi) dari hal-hal yang kita ketahui menurut aturan tertentu. Aturan-aturan untuk dapat melakukan penalaran dengan tepat dapat dipelajari dalam logika.
Seringkali logika diartikan sebagai ilmu untuk berpikir dan menalar dengan benar sehingga diperoleh kesimpulan yang absah. Logika berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologis logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos yang berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan, atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut episteme atau dalam bahasa latin disebut logika scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini lazim disebut logika saja.
Ditinjau dari sejarah perkembangannya, logika merupakan salah satu cabang filsafat yang mempelajari aturan-aturan cara menalar yang benar. Jan Hendrik Rapar (1996 ;10) menandaskan bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum-hukum penalaran yang tepat. Logika adalah ilmu pengetahuan (sains), tetapi sekaligus merupakan kecakapan atau keterampilan untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur. Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui. Sedangkan kecakapan/keterampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan berpikir. Logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sohih/valid.
Dari sekian banyak definisi yang pernah dibuat oleh para ahli itu, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa logika adalah teori berpikir atau ilmu yang mempelajari, menyusun, mengembangkan dan membahas prinsip-prinsip penalaran yang benar dan peanarikan kesimpulan yang absah baik yang bersifat deduktif maupun induktif, demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional.
Logika menuntun seseorang tentang bagaimana pemikiran seharusnya berjalan bukan bagaimana keadaan sebenarnya pemikiran manusia berjalan. Juga tidak berarti belajar logika dapat merangsang terjadinya pemikiran yang produktif dan memperbaiki cara berpikir seluruhnya. Dalam batas-batas tertentu, cara berpikir seseorang dapat diperbaiki dengan mempelajari logika.
Apakah suatu tindakan itu benar atau salah ? Suatu motif itu baik atau buruk ? Suatu keputusan benar atau salah ? Suatu jawaban ya atau tidak ? Seringkali jalan pikiran dan logika kita berkenaan dengan upaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dua nilai semacam itu. Hakikat logika dua nilai itu sangat mempengarui pemikiran Aristoteles, yang menyusun metode-metode secara tepat untuk memperoleh kebenaran, dengan diberikannya seperangkat asumsi-asumsi yang benar. Logika semacam itu juga menarik perhatian para matematikawan, yang secara intuitif merasakan adanya hubungan antara logika itu dengan suatu proses aljabar.
De Morgan membuka jalan yang menghubungkan logika dengan matematika. Namun Boole pada tahun 1854 yang berhasil merangkum segala sesuatunya. Boole menemukan suatu aljabar baru yang menggantikan metode Aristoteles. Boole membuktikan bahwa logika biner atau logika dua nilai berlaku untuk huruf-huruf dan lambang-lambang sebagai pengganti kata-kata yang dipakai oleh Aristoteles. Metode aljabar Boole digunakan untuk menguraikan, memanipulasi, dan menyederhanakan pernyataan logika dengan cara yang sistematik. Keunggulan aljabar Boole ini terletak pada kesederhanaan, ketelitian, dan ketepatannya.
Aljabar Boole tidak mempunyai dampak terhadap elektronika digital sampai hampir satu abad berikutnya pada tahun 1938, ketika Shannon menerapkan aljabar baru tersebut pada rangkaian pengalihan telepon (telephone switching circuit). Karena suatu saklar pengalih adalah suatu peralatan biner (terhubung atau terputus), Shannon mampu menganalisis dan merancang rangkaian pengalih yang rumit itu dengan menggunakan aljabar Boole (Budiono Mismail: 1998; 60).