Sistem
Tanam Paksa (Cultuurstelsel) 1830–1870
a. Latar Belakang Timbulnya Sistem
Tanam Paksa
Sejak awal abad ke-19, pemerintah
Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik
di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama
perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang
sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda
dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur
jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk
mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk
melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Oleh karena itu,
yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk melakukan
penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia secara paksa.
Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program sebagai berikut.
1) Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2) Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenisjenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3) Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
1) Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2) Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenisjenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3) Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
JUGA SAMA
1.Hutang
Belanda sangat besar
2. Kas negara Belanda kosong
3. Belanda menghabiskan biaya besar untuk berbagai peperangan
4. Pemasukan uang dari produksi kopi tidak banyak
5. Kegagalan mempraktikkan gagasan liberal dalam mengeksploitasi tanah jajahan
2. Kas negara Belanda kosong
3. Belanda menghabiskan biaya besar untuk berbagai peperangan
4. Pemasukan uang dari produksi kopi tidak banyak
5. Kegagalan mempraktikkan gagasan liberal dalam mengeksploitasi tanah jajahan
Van der Capplen
Di masanya ia juga harus menghadapi rongrongan Raffles, sebagai Komisaris
Jenderal Bengkulu, yang mencoba menguasai Sumatra dan Kalimantan untuk dikuasai
raja Britania Raya. Perselisihan ini terselesaikan dengan disepakatinya Traktat
London 1824. Permasalahan keamanan lainnya yang harus dihadapinya adalah Perang
Paderi di Minangkabau, Perang
Diponegoro, perlawanan sultan Palembang, dan pemberontakan di Maluku.Untuk memperbaiki situasi ekonomi, Van der Capellen berusaha memajukan ekonomi warga yang sebagian besar adalah petani. Ia menghentikan pembayaran sewa tanah di daerah Negara Agung Mataram, untuk membantu petani. Namun tindakannya ini menimbulkan protes dari kalangan ningrat pemilik tanah dan menjadi perlawanan. Pecahlah perang yang dipimpin oleh seorang pangeran Kesultanan Yogyakarta, Pangeran Diponegoro, yang dikenal sebagai Perang Diponegoro antara tahun 1825 – 1830. Di Maluku, ia mengurangi sebagian monopoli perdagangan rempah-rempah untuk meredam ketidakadilan dan perlawanan rakyat.
Untuk memajukan pertanian dan tingkat pendidikan, ia mendirikan "Departemen Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan untuk Pulau Jawa" yang bertugas memajukan pertanian melalui pendidikan umum dan profesional serta penelitian di bidang biologi. Prof. C.G.K. Reinwardt (dikenal pula sebagai direktur Kebun Botani Buitenzorg yang pertama) ditunjuk sebagai orang pertama untuk menduduki portofolio ini. Di masanya, dikeluarkan UU Pendidikan (1916). Sebagai pelaksanaannya dibangunlah sekolah-sekolah dasar untuk semua golongan warga. Namun demikian, tanggapan masyarakat non-Belanda sangat sepi karena pengajaran sekolah-sekolah ini memakai bahasa Belanda dan mengajarkan pranata Eropa. Menyadari hal ini van der Capellen memerintahkan penyelidikan mengenai sistem pendidikan warga asli sehingga dapat dimodernisasi. Dapat dikatakan ini adalah usaha pertama untuk memasukkan prinsip pendidikan Eropa ke masyarakat asli Indonesia.
Di bidang kesehatan, tantangan yang harus dihadapi adalah mewabahnya penyakit cacar. Reinwardt berusaha keras menyadarkan warga akan pentingnya sanitasi dan agar warga bersedia diimunisasi. Imunisasi berhasil dijalankan dan penyakit cacar berhasil ditekan penyebarannya.