Mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan tanaman yang dijadikan sebagai
salah satu jenis unggulan dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri, karena memilki
beberapa kelebihan antara lain cepat tumbuh serta dapat tumbuh pada lahan-lahan yang
kurang subur (Tham, 1976 dalam Supriadi, 2002).
Klasifikasi mangium selengkapnya diuraikan sebagai berikut :
Divisio
Kelas
Subkelas
Ordo
Family
Genus
Jenis
: Angiospermae
: Dicotyledonae
: Dialypetalae
: Rosales
: Leguminosae
: Acacia
: Acacia mangium Willd. (Silaen, 1995).
Pertumbuhan kayu mangium sangat cepat serta memerlukan persyaratan tumbuh
yang ringan. Di daerah Seram Barat, kayu mangium tumbuh rata-rata dengan ketinggian
30 m dpl sampai ketinggian 6 - 8 m dpl. Tinggi pohon mangium rata-rata 20 m dengan
keliling batang yang bervariasi antara 30 - 120 cm. Kayu mangium mulai ditanam di
Sumatera Selatan pada tahun 1979/1980. Bentuk batangnya lurus, berkulit tebal dengan
mata kayu yang besar serta warna kayunya kecoklatan. Pada tempat tumbuh yang baik
8
volumenya bisa mencapai 415 m3/ha/tahun. Adapun riap rata-rata pertahunnya mencapai
20 - 50 m3 /ha (Kliwon, 2002 dalam Formanita, 2007).
Daur kayu mangium yang diterapkan pada Hutan Tanaman Industri (HTI) di
Indonesia adalah 8 – 9 tahun dengan volume berkisar 150 – 175 m3/hektar untuk
diameter diatas 10 cm. Daurnya dapat diperpendek apabila program pemuliaan pada
Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan pulp dan kertas diarahkan untuk
mendapatkan volume tinggi (riap besar) dengan memperhatikan faktor berat jenis kayu.
Merupakan hal yang mendatangkan profit besar bagi perusahaan apabila daur bisa
diperpendek dari 8 – 9 tahun menjadi 6 tahun dengan volume per hektar yang tetap atau
justru lebih tinggi (Khomsatun, 2000 dalam Formanita, 2007).
Pemanfaatan kayu mangium sebagai bahan baku pulp dan kertas berdasarkan
pada kelas diameter, yaitu kelas diameter 8 - 22 cm. Selama ini penambahan rata-rata
per tahun yang dimiliki kayu akasia pada tegakan untuk bahan baku pulp dengan jarak
tanam 3 x 3 meter, yaitu sebesar 25 cm3 sehingga untuk satu daurnya akan dihasilkan
volume sebesar 200 m3 per hektar dan pertambahan riap pertahunnya 50 m3 (Supriyadi,
2005).
Fetriana (2005) menyatakan bahwa batang kayu mangium mempunyai
kandungan lignin yang cukup tinggi yakni sebesar 25.99% selulosa 48.53% dan zat
ekstraktif 9.06%. Rendemen total yang dihasilkan dalam proses pembuatan pulp sebesar
50 – 53.1%. Kayu mangium memiliki kayu gubal berwarna krem muda dan kayu teras
berwarna coklat tua. Kayunya cukup keras, rapat dan berserat lurus dengan kerapatan
9
berkisar antara 420 - 483 kg/m3. Kekuatan kayu mangium termasuk kelas ringan sampai
sedang dan rendemen kayu gergajiannya berkisar antara 37 - 40% (Hardiayanto, 1999).
Kayu mangium dapat diperbanyak dengan melakukan penyemaian biji atau
secara vegetatif dengan sifat pertumbuhan tajuk yang cepat menyentuh tanah. Kayunya
yang keras dan berwarna coklat cerah merupakan partikel yang baik untuk dijadikan
kayu industri seperti kayu papan, meubel, rangka pintu, papan hias dinding, jendela dan
alat rumah tangga. Untuk industri kertas yang dimanfaatkan adalah kayu gubal yang
tipis dan keras dan ranting-rantingnya dapat dijadikan kayu bakar dengan energi yang
dapat dihasilkan sebesar 4500 - 4900 kalori/kg (Rahayu et all., 1991).
2.2. Batang Kayu Mangium sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas
Pada umumnya pulp merupakan produk utama kayu mangium yang digunakan
untuk pembuatan kertas dan papan kertas. Selain itu pulp juga dapat diproses menjadi
berbagai turunan-turunan selulosa dan menghasilkan beberapa produk lanjutan lainnya
seperti rayon, plastik serta produk sintesis yang diperoleh dari hasil pemisahan serat
yang ada pada kayu, baik secara mekanis, kimia maupun campuran dari kedua cara
tersebut (Sjostrom, 1995).
Penggunaan kayu sebagai bahan baku pulp juga telah memudahkan dan
memungkinkan pembuatan kertas secara massal pada mesin kertas moderen
berkecepatan tinggi. Industri pulp dan kertas generasi pertama yang ada di Indonesia
semula juga menggunakan sumber serat non-kayu seperti merang dan bambu, namun
pada perubahan zaman baik perkembangan tuntutan maupun teknologi juga telah
10
memaksa industri pulp untuk menggunakan kayu sebagai sumber seratnya (Marsoem,
2004).
Panjang serat merupakan faktor yang penting dalam menentukan struktur
lembaran, kekuatan mekanik dan sifat-sifat optik dari kertas. Panjang dan kekasaran
serat kayu mangium seperti dilaporkan oleh Palokangas (1996) dalam Marsoem (2004),
setara dengan panjang dan kekasaran serat Eucalyptus. Serat dengan sifat seperti ini
diharapkan akan menghasilkan pulp dengan mutu yang baik, karena serat mudah
memipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat.
Uji coba pembuatan pulp dan kertas batang mangium telah banyak dilakukan.
Berdasarkan sifat morfologi serat, fisik dan kimianya, kayu tersebut cocok untuk pulp
dan kertas. Pemanfaatan kayu mangium sebagai bahan baku pulp dan kertas didasarkan
atas kelas diameter, yaitu kelas diameter 8-22 cm. Pembuatan pulp kertas dari kayu
mangium lebih mudah bila dibandingkan dengan penggunaan kayu Eucalyptus yang
sudah lebih dulu diproduksi secara komersial. Pulp dari mangium dengan mudah
dikelantang (bleached) pada level kecerahan (brightness) yang tinggi dan sifat-sifat pulp
yang dikelantang (bleached pulp) sangat sesuai untuk berbagai produk akhir seperti
kertas tulis dan cetak (Logan, 1986 dalam Marsoem, 2004).
2.3. Cabang Kayu Mangium sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas
2.3.1. Anatomi dan Kandungan Kimia Cabang Kayu Mangium
Worster dan Vintje (1976) dalam Ayu (2008) mengemukakan bahwa panjang
serat rata-rata dan kekasaran pulp kraf tanpa dicuci pada bagian pucuk dan cabang yaitu
11
masing-masing 2,4 mm dan 1,7 mm. Tsoumis (1976) dalam Aprianto (2004)
menyatakan bahwa kayu teras dan kayu gubal dari cabang dibentuk oleh cincin-cincin
yang meruncing. Sel-sel longitudinal umumnya ditemukan berukuran pendek dengan
diameter yang kecil jika dibandingkan dengan batang utama.
Sejumlah kayu keras menunjukkan bahwa panjang serat dalam cabang kayu
ditemukan rata-rata 25 - 35% lebih sedikit jika dibandingkan dengan cabang utama. Dan
juga perbedaan yang paling signifikan diantara bahan baku cabang dan batang adalah
proporsi kulit cabang yang lebih tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), cabang adalah suatu bahan baku yang
bisa digunakan walaupun hanya untuk beberapa bagian dan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan batang pokok. Selanjutnya Hakilla (1972) dalam Ayu (2008),
melaporkan bahwa cabang dari pucuk pohon yang tidak dipakai merupakan sumber
bahan baku yang potensial dari pada tunggul dan akar-akar pohon.
Komposisi kimia cabang mangium memiliki kadar lignin berkisar antara
19,30%-23,72%, selulosa berkisar antara 33,43%-46,36% dan zat ekstraktif berkisar
antara 8,15%-6,11%. Berdasarkan analisa komponen kimianya, cabang kayu mangium
berdiameter 2,5 cm-12,5 cm diduga akan menghasilkan kertas dengan kualitas yang
menyamai batang (Fetriana, 2005).
Beberapa industri pulp dan kertas yang ada belum memanfaatkan cabang dan
kulit Akasia secara utuh, salah satu contohnya terjadi pada PT. Tanjung Enim Lestari
yang hanya memanfaatkan batangnya saja.
12
2.3.2. Pemanfaatan Cabang Kayu Mangium
Cabang adalah suatu bahan baku yang bisa digunakan walaupun hanya untuk
beberapa bagian dan lebih sedikit jika dibandingkan dengan batang pokok (Haygreen
dan Bowyer, 1996).
Pada saat eksploitasi tegakan di hutan diketahui bahwa masih banyak sisa-sisa
kayu yang tidak digunakan sebagai bahan baku industri pengelolaan kayu. Cabang dari
pucuk pohon yang tidak dipakai merupakan sumber bahan baku yang potensial daripada
tunggul dan akar-akar pohon. Selanjutnya Yahya (2001), telah melakukan studi untuk
menghasilkan bubur kayu dan kertas dari cabang P. falcataria tanpa kulit kayu dan
membandingkan hasil serta mutunya dengan batangnya. Hasil analisa statistik
menunjukkan bahwa sifat fisik dan optis handsheet tidak dipengaruhi oleh porsi pohon.
Cabang yang digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas diselimuti oleh kulit
merupakan jaringan pada pohon yang paling penting. Dari keseluruhan bagian pohon,
cabang memiliki kulit yang paling tinggi dengan nilai 20 - 35%, kulit pada bagian
tunggul dan akar juga lebih tinggi dari batang (Young, 1871 dalam Fengel, D dan G.
Wegener, 1995). Batang yang telah dikuliti biasanya memberikan pengaruh yang jelek
terhadap kualitas pulp. Hasil limbah kulit biasanya dibakar untuk memperoleh panas,
hanya sebagian kecil saja yang menggunakan kulit sebagai bahan dasar untuk
menghasilkan bahan-bahan kimia (Sjostrom, 1995).
Industri PT. Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper (PT. TEL) bahan bakunya
dipasok dari PT. Musi Hutan Persada (MHP) yang hanya menerima kayu berdiameter
besar dari 8 cm. Karena setiap harinya PT. MHP mengirim kayu ke PT. TEL sebesar
13
8000 m3 (Ryan, 2000), dan jika kayu yang berdiameter 4-8 cm tertinggal di lokasi
tebangan PT. MHP adalah sebesar 10,43 % (Supriadi, 2002) maka volume kayu yang
tidak digunakan mencapai 30.456,26 m3 per tahun.
Mangium (Acacia mangium Willd.) adalah jenis tanaman yang dipilih dan
dikembangkan di HTI PT. MHP sebagai bahan baku pulp. Natawijaya (2002)
mengutarakan bahwa luas hutan tanaman Akasia di Indonesia adalah 800.000 ha dan
akan mencapai satu juta ha pada tahun 2010. Dengan asumsi bahwa pada rotasi 8 tahun
akan dihasilkan kayu 25 m3 per ha (Supriadi dan Wahyono, 2002), maka setiap tahun
akan diperoleh tambahan kayu dari cabang atau batang yang berdiameter 4-8 cm sebesar
2.206.700 m3 atau dapat meningkatkan 37,84 % jatah tebang tahunan yang ditetapkan
oleh Departemen Kehutanan (Menteri Kehutanan, 2003).
Uraian diatas menggambarkan bahwa dari segi potensi volume, cabang mangium
sangat prospektif sebagai tambahan bahan baku industri pulp dan kertas. Dari segi bahan
baku, Yahya., et all (2003) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada
kerapatan kayu, kandungan holoselulosa, dan selulosa antara batang dan cabang kayu A.
mangium, bahkan lebih menguntungkan kerena kadar lignin dan ekstraktifnya lebih
rendah dari pada batang.
salah satu jenis unggulan dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri, karena memilki
beberapa kelebihan antara lain cepat tumbuh serta dapat tumbuh pada lahan-lahan yang
kurang subur (Tham, 1976 dalam Supriadi, 2002).
Klasifikasi mangium selengkapnya diuraikan sebagai berikut :
Divisio
Kelas
Subkelas
Ordo
Family
Genus
Jenis
: Angiospermae
: Dicotyledonae
: Dialypetalae
: Rosales
: Leguminosae
: Acacia
: Acacia mangium Willd. (Silaen, 1995).
Pertumbuhan kayu mangium sangat cepat serta memerlukan persyaratan tumbuh
yang ringan. Di daerah Seram Barat, kayu mangium tumbuh rata-rata dengan ketinggian
30 m dpl sampai ketinggian 6 - 8 m dpl. Tinggi pohon mangium rata-rata 20 m dengan
keliling batang yang bervariasi antara 30 - 120 cm. Kayu mangium mulai ditanam di
Sumatera Selatan pada tahun 1979/1980. Bentuk batangnya lurus, berkulit tebal dengan
mata kayu yang besar serta warna kayunya kecoklatan. Pada tempat tumbuh yang baik
8
volumenya bisa mencapai 415 m3/ha/tahun. Adapun riap rata-rata pertahunnya mencapai
20 - 50 m3 /ha (Kliwon, 2002 dalam Formanita, 2007).
Daur kayu mangium yang diterapkan pada Hutan Tanaman Industri (HTI) di
Indonesia adalah 8 – 9 tahun dengan volume berkisar 150 – 175 m3/hektar untuk
diameter diatas 10 cm. Daurnya dapat diperpendek apabila program pemuliaan pada
Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan pulp dan kertas diarahkan untuk
mendapatkan volume tinggi (riap besar) dengan memperhatikan faktor berat jenis kayu.
Merupakan hal yang mendatangkan profit besar bagi perusahaan apabila daur bisa
diperpendek dari 8 – 9 tahun menjadi 6 tahun dengan volume per hektar yang tetap atau
justru lebih tinggi (Khomsatun, 2000 dalam Formanita, 2007).
Pemanfaatan kayu mangium sebagai bahan baku pulp dan kertas berdasarkan
pada kelas diameter, yaitu kelas diameter 8 - 22 cm. Selama ini penambahan rata-rata
per tahun yang dimiliki kayu akasia pada tegakan untuk bahan baku pulp dengan jarak
tanam 3 x 3 meter, yaitu sebesar 25 cm3 sehingga untuk satu daurnya akan dihasilkan
volume sebesar 200 m3 per hektar dan pertambahan riap pertahunnya 50 m3 (Supriyadi,
2005).
Fetriana (2005) menyatakan bahwa batang kayu mangium mempunyai
kandungan lignin yang cukup tinggi yakni sebesar 25.99% selulosa 48.53% dan zat
ekstraktif 9.06%. Rendemen total yang dihasilkan dalam proses pembuatan pulp sebesar
50 – 53.1%. Kayu mangium memiliki kayu gubal berwarna krem muda dan kayu teras
berwarna coklat tua. Kayunya cukup keras, rapat dan berserat lurus dengan kerapatan
9
berkisar antara 420 - 483 kg/m3. Kekuatan kayu mangium termasuk kelas ringan sampai
sedang dan rendemen kayu gergajiannya berkisar antara 37 - 40% (Hardiayanto, 1999).
Kayu mangium dapat diperbanyak dengan melakukan penyemaian biji atau
secara vegetatif dengan sifat pertumbuhan tajuk yang cepat menyentuh tanah. Kayunya
yang keras dan berwarna coklat cerah merupakan partikel yang baik untuk dijadikan
kayu industri seperti kayu papan, meubel, rangka pintu, papan hias dinding, jendela dan
alat rumah tangga. Untuk industri kertas yang dimanfaatkan adalah kayu gubal yang
tipis dan keras dan ranting-rantingnya dapat dijadikan kayu bakar dengan energi yang
dapat dihasilkan sebesar 4500 - 4900 kalori/kg (Rahayu et all., 1991).
2.2. Batang Kayu Mangium sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas
Pada umumnya pulp merupakan produk utama kayu mangium yang digunakan
untuk pembuatan kertas dan papan kertas. Selain itu pulp juga dapat diproses menjadi
berbagai turunan-turunan selulosa dan menghasilkan beberapa produk lanjutan lainnya
seperti rayon, plastik serta produk sintesis yang diperoleh dari hasil pemisahan serat
yang ada pada kayu, baik secara mekanis, kimia maupun campuran dari kedua cara
tersebut (Sjostrom, 1995).
Penggunaan kayu sebagai bahan baku pulp juga telah memudahkan dan
memungkinkan pembuatan kertas secara massal pada mesin kertas moderen
berkecepatan tinggi. Industri pulp dan kertas generasi pertama yang ada di Indonesia
semula juga menggunakan sumber serat non-kayu seperti merang dan bambu, namun
pada perubahan zaman baik perkembangan tuntutan maupun teknologi juga telah
10
memaksa industri pulp untuk menggunakan kayu sebagai sumber seratnya (Marsoem,
2004).
Panjang serat merupakan faktor yang penting dalam menentukan struktur
lembaran, kekuatan mekanik dan sifat-sifat optik dari kertas. Panjang dan kekasaran
serat kayu mangium seperti dilaporkan oleh Palokangas (1996) dalam Marsoem (2004),
setara dengan panjang dan kekasaran serat Eucalyptus. Serat dengan sifat seperti ini
diharapkan akan menghasilkan pulp dengan mutu yang baik, karena serat mudah
memipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat.
Uji coba pembuatan pulp dan kertas batang mangium telah banyak dilakukan.
Berdasarkan sifat morfologi serat, fisik dan kimianya, kayu tersebut cocok untuk pulp
dan kertas. Pemanfaatan kayu mangium sebagai bahan baku pulp dan kertas didasarkan
atas kelas diameter, yaitu kelas diameter 8-22 cm. Pembuatan pulp kertas dari kayu
mangium lebih mudah bila dibandingkan dengan penggunaan kayu Eucalyptus yang
sudah lebih dulu diproduksi secara komersial. Pulp dari mangium dengan mudah
dikelantang (bleached) pada level kecerahan (brightness) yang tinggi dan sifat-sifat pulp
yang dikelantang (bleached pulp) sangat sesuai untuk berbagai produk akhir seperti
kertas tulis dan cetak (Logan, 1986 dalam Marsoem, 2004).
2.3. Cabang Kayu Mangium sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas
2.3.1. Anatomi dan Kandungan Kimia Cabang Kayu Mangium
Worster dan Vintje (1976) dalam Ayu (2008) mengemukakan bahwa panjang
serat rata-rata dan kekasaran pulp kraf tanpa dicuci pada bagian pucuk dan cabang yaitu
11
masing-masing 2,4 mm dan 1,7 mm. Tsoumis (1976) dalam Aprianto (2004)
menyatakan bahwa kayu teras dan kayu gubal dari cabang dibentuk oleh cincin-cincin
yang meruncing. Sel-sel longitudinal umumnya ditemukan berukuran pendek dengan
diameter yang kecil jika dibandingkan dengan batang utama.
Sejumlah kayu keras menunjukkan bahwa panjang serat dalam cabang kayu
ditemukan rata-rata 25 - 35% lebih sedikit jika dibandingkan dengan cabang utama. Dan
juga perbedaan yang paling signifikan diantara bahan baku cabang dan batang adalah
proporsi kulit cabang yang lebih tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), cabang adalah suatu bahan baku yang
bisa digunakan walaupun hanya untuk beberapa bagian dan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan batang pokok. Selanjutnya Hakilla (1972) dalam Ayu (2008),
melaporkan bahwa cabang dari pucuk pohon yang tidak dipakai merupakan sumber
bahan baku yang potensial dari pada tunggul dan akar-akar pohon.
Komposisi kimia cabang mangium memiliki kadar lignin berkisar antara
19,30%-23,72%, selulosa berkisar antara 33,43%-46,36% dan zat ekstraktif berkisar
antara 8,15%-6,11%. Berdasarkan analisa komponen kimianya, cabang kayu mangium
berdiameter 2,5 cm-12,5 cm diduga akan menghasilkan kertas dengan kualitas yang
menyamai batang (Fetriana, 2005).
Beberapa industri pulp dan kertas yang ada belum memanfaatkan cabang dan
kulit Akasia secara utuh, salah satu contohnya terjadi pada PT. Tanjung Enim Lestari
yang hanya memanfaatkan batangnya saja.
12
2.3.2. Pemanfaatan Cabang Kayu Mangium
Cabang adalah suatu bahan baku yang bisa digunakan walaupun hanya untuk
beberapa bagian dan lebih sedikit jika dibandingkan dengan batang pokok (Haygreen
dan Bowyer, 1996).
Pada saat eksploitasi tegakan di hutan diketahui bahwa masih banyak sisa-sisa
kayu yang tidak digunakan sebagai bahan baku industri pengelolaan kayu. Cabang dari
pucuk pohon yang tidak dipakai merupakan sumber bahan baku yang potensial daripada
tunggul dan akar-akar pohon. Selanjutnya Yahya (2001), telah melakukan studi untuk
menghasilkan bubur kayu dan kertas dari cabang P. falcataria tanpa kulit kayu dan
membandingkan hasil serta mutunya dengan batangnya. Hasil analisa statistik
menunjukkan bahwa sifat fisik dan optis handsheet tidak dipengaruhi oleh porsi pohon.
Cabang yang digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas diselimuti oleh kulit
merupakan jaringan pada pohon yang paling penting. Dari keseluruhan bagian pohon,
cabang memiliki kulit yang paling tinggi dengan nilai 20 - 35%, kulit pada bagian
tunggul dan akar juga lebih tinggi dari batang (Young, 1871 dalam Fengel, D dan G.
Wegener, 1995). Batang yang telah dikuliti biasanya memberikan pengaruh yang jelek
terhadap kualitas pulp. Hasil limbah kulit biasanya dibakar untuk memperoleh panas,
hanya sebagian kecil saja yang menggunakan kulit sebagai bahan dasar untuk
menghasilkan bahan-bahan kimia (Sjostrom, 1995).
Industri PT. Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper (PT. TEL) bahan bakunya
dipasok dari PT. Musi Hutan Persada (MHP) yang hanya menerima kayu berdiameter
besar dari 8 cm. Karena setiap harinya PT. MHP mengirim kayu ke PT. TEL sebesar
13
8000 m3 (Ryan, 2000), dan jika kayu yang berdiameter 4-8 cm tertinggal di lokasi
tebangan PT. MHP adalah sebesar 10,43 % (Supriadi, 2002) maka volume kayu yang
tidak digunakan mencapai 30.456,26 m3 per tahun.
Mangium (Acacia mangium Willd.) adalah jenis tanaman yang dipilih dan
dikembangkan di HTI PT. MHP sebagai bahan baku pulp. Natawijaya (2002)
mengutarakan bahwa luas hutan tanaman Akasia di Indonesia adalah 800.000 ha dan
akan mencapai satu juta ha pada tahun 2010. Dengan asumsi bahwa pada rotasi 8 tahun
akan dihasilkan kayu 25 m3 per ha (Supriadi dan Wahyono, 2002), maka setiap tahun
akan diperoleh tambahan kayu dari cabang atau batang yang berdiameter 4-8 cm sebesar
2.206.700 m3 atau dapat meningkatkan 37,84 % jatah tebang tahunan yang ditetapkan
oleh Departemen Kehutanan (Menteri Kehutanan, 2003).
Uraian diatas menggambarkan bahwa dari segi potensi volume, cabang mangium
sangat prospektif sebagai tambahan bahan baku industri pulp dan kertas. Dari segi bahan
baku, Yahya., et all (2003) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada
kerapatan kayu, kandungan holoselulosa, dan selulosa antara batang dan cabang kayu A.
mangium, bahkan lebih menguntungkan kerena kadar lignin dan ekstraktifnya lebih
rendah dari pada batang.