2.3 Asam Urat
Gout
sering disebut sebagai raja dari penyakit atau penyakit raja sejak waktu lalu
yang berhubungan dengan sifat berlebihan-lebihan. Gout lebih sering menyerang
laki-laki daripada wanita. Setiap tahun, 1 dari 1.000 laiki-laki umur 40-44
tahun dan 1,8 dari 1.000 laki-laki umur 55-64 tahun terkena gout. Sedangkan
pada wanita muda sekitar 0,8 dari 10.000 terkena gout pertahunnya. (Dipiro
2008)
Pada
manusia, asam urat adalah produk akhir dari degradasi purin. Karena belum
diketahui manfaat fisiologis dari asam urat, asam urat dianggap sebagai produk
limbah. Manusia memiliki kadar asam urat tinggi dibanding mamalia lainnya
karena tidak mempunyai enzim urikase, yang mengubah asam urat dengan allantoin
lebih mudah larut. Kadar asam urat yang normal berada dekat batas kelarutan
urat, karena keseimbangan yang ada antara jumlah urat diproduksi dan
diekskresikan. Karenanya gout dapat disebabkan jumlah produksi asam urat yang
berlebihan maupun jumlah ekskresi dari asam urat yang berkurang. Tetapi jumlah
asam urat yang berlebihan tidak selalu menunjukkan adanya serangan gout.
(Dipiro, 2008)
Kelebihan produksi asam urat
Purin
didapatkan melalui diet purin, konfersi asam nukleat menjadi purin dan sintesis
purin. Ada keadaan abnormal dari dua enzim yang menyebabkan kelebihan produksi
asam urat. Pertama adalah peningkatan aktivitas phosphoribosyl pyrophosphate
(PRPP) synthetase yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi enzim PPRP. Enzim
PPRP ini berinteraksi dengan glutamin yang akan merubahnya menjadi asam
inosinik. Kedua adalah turunnya enzim hypoxhantine-guanine
phosphoribosyl-transferase (HGPRT). Enzim HGPRT ini dapat merubah guanin
menjadi asam guanil dan hypoxanthine menjadi asam inosinik dimana asam inosinik
nantinya akan menjadi asam guanil dan akan menjadi asam nukleat dan
hypoxanthine yang akan menjadi asam urat. (Dipiro, 2008)
Kurang ekskresi dari asam urat
Eliminasi
dari asam urat melalui dua jalur. Sekitar dua pertiga dari asam urat yang
diproduksi diekskresi melewati urin sedangkan sesanya diekskresi melewati feses
setelah didegradasi oleh bakteri di kolon. Sekitar 90% asam urat yang
difiltrasi oleh glomerulus akan direabsorbsi melalui tubulus proximal dan pada
kondisi naiknya reabsorbsi dari natrium, reabsorbsi dari asam urat dalam urin
juga meningkat. (Dipiro, 2008)
Keadaan
hiperurisemia memicu penimbunan urat dalam bentuk garam urat terutama
monosodium urat pada berbagai jaringan. Kelarutan garam urat ini akan menurun
pada suhu rendah seperti pada daerah sendi perifer kaki dan tangan, sehingga
pada daerah tersebut monosodium urat sering membentuk kristal. (Hidayat, 2009)
Adanya kristal ini akan memicu sel makrofag untuk teraktivasi. Aktifnya makrofag
ini akan memfagosit kristal urat, akan tetapi sel makrofag tidak mampu untuk
memetabolisme kristal asam urat, akhirnya makrofag lisis dan juga melepaskan
mediator-mediator inflamasi.
Stadium dalam gout arthritis:
a.
Stadium gout arthritis
akut
Gejalanya
adalah radang sendi yang timbul sangat cepat dan dalam waktu yang singkat.
Keluhan monoartikular berupa nyeri, bengkat, merah dan hangat serta keluahn
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Keluhan akan membaik setelah
beberapa waktu bahkan tanpa terapi. Faktor pencetus serangan akut antara lain
adalah trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress,
tindakan operasi, pemakaian diuretik, pemakaian obat yang meningkatkan atau
menurunkan asam urat. (Hidayat, 2009)
b.
Stadium interkritikal
Stadium
ini merupakan stadium kelanjutan dari gout akut, dimana pada stadium ini tidak
ditemukan tanda-tanda klinis radang akut, meskipun pada aspirasi cairan sendi
masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus
berlangsung yang akan menyebabkan kelanjutan ke stadium gout kronik. (Hidayat,
2009)
c.
Stadium gout arthritis
kronik
Stadium
ini ditandai dengan adanya tofi yang berisi monosodium urat yang terdapat pada
poliartikular seperti cuping telinga, jari tangan, tendon Achilles, dll. Pada
stadium ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit gagal ginjal.
(Hidayat, 2009)