Salah satu dimensi yang menarik dalam kehidupan sesama manusia adalah masalah komunikasi. Di antara sesama manusia selalu terjadi hubungan, dan berhasilnya hubungan dimaksud hanya dapat terjadi jika berlangsung komunikasi. Dengan kata lain, hanya melalui proses komunikasilah kegiatan-kegiatan dalam kehidupan manusia dapat berlangsung.
Komunikasi dapat berhasil dengan baik apabila timbul saling pengertian atau pemahaman antara sesama manusia, baik sebagai pihak komunikator (pengirim pesan) maupun sebagai pihak komunikan (penerima pesan). Dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan informasi, opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, maupun setiap tindakan kepada sesama manusia secara timbal balik sebagai penyampaian pesan maupun sebagai penerima.
Secara etimologi, komunikasi berasal dari bahasa Latin, communicatio. Perkataan ini bersumber dari kata “communi” yang berarti sama, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Sebagaimana yang dijelaskan Schramm (dalam Sunaryo, 1995:26) bahwa:
Communication berasal dari kata komuni yang berarti sama. Jika mengadakan komunikasi dengan semua pihak, maka gagasan dinyatakan untuk memperoleh persamaan makna dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu.
Dari pengertian ini menunjukkan bahwa komunikasi dapat berlangsung apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki persamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Dengan kata lain pengirim komunikasi (komunikator) dan penerima komunikasi (komunikan) harus menyetujui suatu gagasan sehingga timbul pengertian atau persepsi yang sama. Yang penting kedua belah pihak sama-sama memahami apa yang dikomunikasikan. Bila hal ini terjalin dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi telah terjadi dengan baik dan efektif.
Hal ini sejalan dengan teori Fisher (dalam Susanto, 1995:34) yang membagi lima kategori dari multi makna definisi komunikasi, yaitu:
a. Definisi yang memusatkan perhatian pada penyampaian atau pengoperan.
b. Definisi yang menempatkan komunikasi sebagai kontrol sosial.
c. Definisi yang memandang komunikasi sebagai fenomena stimulus response.
d. Definisi yang menekankan pada unsur kebersamaan arti.
e. Definisi yang melihat komunikasi sebagai integrator sosial.
Sedangkan Laurence Kincaid dan Wilbur Schramm (dalam Pace, 1990:3) menyebutkan bahwa:
Komunikasi sebenarnya bukan hanya pergaulan tapi juga seni bergaul. Untuk mahir berkomunikasi secara efektif, orang mesti memahami prosesnya dan dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut secara kreatif .
Selanjutnya menurut Verderber (dalam Pace, 1999:38) mengemukakan bahwa “komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang memungkinkan makna yang disampaikan mirip atau sama dengan makna yang dimaksudkan komunikator. Singkatnya komunikasi yang efektif adalah makna bersama”.
Selain itu Carl I. Hovland (dalam Sendjaja, 1993:27) mengemukakan bahwa:
Komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (komunikator).
Dari definisi yang dikemukakan Hovland tersebut dijelaskan bahwa ilmu komunikasi mempelajari dan meneliti perubahan sikap atau perilaku dan pendapat sebagai akibat dari informasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan untuk mengubah pendapat dan perilaku orang lain. Komunikasi dapat berhasil dengan baik jika sekiranya antara kedua belah pihak, yaitu si pengirim dan si penerima pesan timbul saling pengertian atau komunikan dapat menerima serta memahami informasi yang disampaikan. Dengan demikian barulah dapat dikatakan bahwa komunikasi telah berhasil baik (komunikatif) atau tujuan komunikasi telah tercapai.
3. Teori-teori Tentang Komunikasi
Hingga saat ini sudah sekian banyak teori dan model komunikasi yang diketengahkan dan dikembangkan oleh para pakar komunikasi. Meskipun seringkali rumusan mereka tentang komunikasi berbeda satu dengan lainnya, namun selalu dapat ditarik adanya satu prinsip persamaan dari perbedaan-perbedaan tersebut.
Dalam uraian ini penulis tidak akan menguraikan keseluruhan teori komunikasi tersebut, di samping keterbatasan halaman juga menghindari terbawanya arus pembahasan teoritis ke ruang lingkup yang lebih luas.
Di bawah ini dikemukakan beberapa teori dan model komunikasi yang diuraikan secara garis besarnya serta relevan dengan permasalahan dan pemilihan maupun penentuan variabel penelitian saja, yang diharapkan dapat memberikan wawasan keilmuan bagi peminat dan pemerhati komunikasi secara umum serta komunikasi organisasi dan komunikasi pembanganan pada khususnya.
Adapun beberapa teori dan model komunikasi diuraikan sebagai berikut:
a. Lasswell’ Model
Menurut para pakar model komunikasi Lasswell merupakan salah satu model yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi.
Lasswell (dalam Effendi, 1993:253) menyatakan bahwa:
Cara terbaik untuk menerangkan proses komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan: Who Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect ( Siapa Mengatakan Apa, Melalui Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Efek Apa). Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah berupa unsur-unsur proses komunikasi, yaitu Communication (komunikasi), Message (pesan), Media (media), Receiver (komunikan/penerima), dan Effect (efek).
Lebih lanjut Lasswell (dalam Effendi, 1993:253) mengemukakan bahwa fungsi komunikasi meliputi:
1. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan).
Fungsi ini merupakan kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa dalam suatu lingkungan, seperti penggarapan dan penyampaian berita.
2. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan).
Fungsi ini merupakan kegiatan interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa-peritiiwa yang terjadi di lingkungan, seperti propaganda-propaganda atau tajuk rencana.
3. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain).
Fungsi ini merupakan kegiatan pengkomunikasian informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru, seperti kegiatan pendidikan/pembelajaran.
b. Source - Message - Channel - Receiver Theory
S - M - C - R merupakan singkatan dari Source (sumber) - Message (pesan) - Channel (saluran/media) - Receiver (penerima/komunikan). Pada rumus S - M - C - R, khusus mengenai C (channel) yang berarti saluran atau media, menurut Sappir (dalam Effendi, 1993:256) mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Saluran primer adalah media yang merupakan lambang, misalnya bahasa, gambar atau warna yang digunakan dalam komunikasi tatap muka (face to face communication), sedangkan saluran primer adalah media berwujud, baik media massa misalnya surat kabar, televisi atau radio, maupun media non masa, misalnya surat, telepon atau poster.
c. Model Osgood and Schramm Circular
Kedua pakar komunikasi ini mengemukakan model sirkulasi derajat tinggi, yang menitikberatkan pada perilaku yang sama pada pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi, yaitu sebagai encoding atau menjadi decoding (penyandi balik), dan interpreting (menafsirkan).
d. Social Learning Theory
Teori yang ditampilkan oleh Albert Mandura ini mengkaji proses belajar melalui media massa, menganggap media massa sebagai agen sosialisasi yang utama di samping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib.
Teori ini mengemukakan bahwa sesudah melalui proses belajar pertama, yakni attentional process (proses atensi atau perhatian), berikutnya adalah retention process (proses retensi), dilanjutkan dengan motor reproduction process (proses reproduksi motor), dan yang terakhir adalah motivational process (proses motivasional). Langkah kedua, peristiwa yang menarik perhatian, retention process (proses retensi) tadi dimasukkan ke dalam bentuk lambang secara verbal atau imajinasi sehingga menjadi ingatan (memory). Sebagai langkah terakhir, motivational process (proses motivasional), menunjukkan bahwa perilaku akan terwujud apabila terdapat nilai peneguhan, yang dapat berbentuk ganjaran eksternal maupun internal, misalnya rasa puas diri.
Komunikasi dapat berhasil dengan baik apabila timbul saling pengertian atau pemahaman antara sesama manusia, baik sebagai pihak komunikator (pengirim pesan) maupun sebagai pihak komunikan (penerima pesan). Dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan informasi, opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, maupun setiap tindakan kepada sesama manusia secara timbal balik sebagai penyampaian pesan maupun sebagai penerima.
Secara etimologi, komunikasi berasal dari bahasa Latin, communicatio. Perkataan ini bersumber dari kata “communi” yang berarti sama, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Sebagaimana yang dijelaskan Schramm (dalam Sunaryo, 1995:26) bahwa:
Communication berasal dari kata komuni yang berarti sama. Jika mengadakan komunikasi dengan semua pihak, maka gagasan dinyatakan untuk memperoleh persamaan makna dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu.
Dari pengertian ini menunjukkan bahwa komunikasi dapat berlangsung apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki persamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Dengan kata lain pengirim komunikasi (komunikator) dan penerima komunikasi (komunikan) harus menyetujui suatu gagasan sehingga timbul pengertian atau persepsi yang sama. Yang penting kedua belah pihak sama-sama memahami apa yang dikomunikasikan. Bila hal ini terjalin dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi telah terjadi dengan baik dan efektif.
Hal ini sejalan dengan teori Fisher (dalam Susanto, 1995:34) yang membagi lima kategori dari multi makna definisi komunikasi, yaitu:
a. Definisi yang memusatkan perhatian pada penyampaian atau pengoperan.
b. Definisi yang menempatkan komunikasi sebagai kontrol sosial.
c. Definisi yang memandang komunikasi sebagai fenomena stimulus response.
d. Definisi yang menekankan pada unsur kebersamaan arti.
e. Definisi yang melihat komunikasi sebagai integrator sosial.
Sedangkan Laurence Kincaid dan Wilbur Schramm (dalam Pace, 1990:3) menyebutkan bahwa:
Komunikasi sebenarnya bukan hanya pergaulan tapi juga seni bergaul. Untuk mahir berkomunikasi secara efektif, orang mesti memahami prosesnya dan dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut secara kreatif .
Selanjutnya menurut Verderber (dalam Pace, 1999:38) mengemukakan bahwa “komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang memungkinkan makna yang disampaikan mirip atau sama dengan makna yang dimaksudkan komunikator. Singkatnya komunikasi yang efektif adalah makna bersama”.
Selain itu Carl I. Hovland (dalam Sendjaja, 1993:27) mengemukakan bahwa:
Komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (komunikator).
Dari definisi yang dikemukakan Hovland tersebut dijelaskan bahwa ilmu komunikasi mempelajari dan meneliti perubahan sikap atau perilaku dan pendapat sebagai akibat dari informasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan untuk mengubah pendapat dan perilaku orang lain. Komunikasi dapat berhasil dengan baik jika sekiranya antara kedua belah pihak, yaitu si pengirim dan si penerima pesan timbul saling pengertian atau komunikan dapat menerima serta memahami informasi yang disampaikan. Dengan demikian barulah dapat dikatakan bahwa komunikasi telah berhasil baik (komunikatif) atau tujuan komunikasi telah tercapai.
3. Teori-teori Tentang Komunikasi
Hingga saat ini sudah sekian banyak teori dan model komunikasi yang diketengahkan dan dikembangkan oleh para pakar komunikasi. Meskipun seringkali rumusan mereka tentang komunikasi berbeda satu dengan lainnya, namun selalu dapat ditarik adanya satu prinsip persamaan dari perbedaan-perbedaan tersebut.
Dalam uraian ini penulis tidak akan menguraikan keseluruhan teori komunikasi tersebut, di samping keterbatasan halaman juga menghindari terbawanya arus pembahasan teoritis ke ruang lingkup yang lebih luas.
Di bawah ini dikemukakan beberapa teori dan model komunikasi yang diuraikan secara garis besarnya serta relevan dengan permasalahan dan pemilihan maupun penentuan variabel penelitian saja, yang diharapkan dapat memberikan wawasan keilmuan bagi peminat dan pemerhati komunikasi secara umum serta komunikasi organisasi dan komunikasi pembanganan pada khususnya.
Adapun beberapa teori dan model komunikasi diuraikan sebagai berikut:
a. Lasswell’ Model
Menurut para pakar model komunikasi Lasswell merupakan salah satu model yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi.
Lasswell (dalam Effendi, 1993:253) menyatakan bahwa:
Cara terbaik untuk menerangkan proses komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan: Who Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect ( Siapa Mengatakan Apa, Melalui Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Efek Apa). Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah berupa unsur-unsur proses komunikasi, yaitu Communication (komunikasi), Message (pesan), Media (media), Receiver (komunikan/penerima), dan Effect (efek).
Lebih lanjut Lasswell (dalam Effendi, 1993:253) mengemukakan bahwa fungsi komunikasi meliputi:
1. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan).
Fungsi ini merupakan kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa dalam suatu lingkungan, seperti penggarapan dan penyampaian berita.
2. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan).
Fungsi ini merupakan kegiatan interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa-peritiiwa yang terjadi di lingkungan, seperti propaganda-propaganda atau tajuk rencana.
3. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain).
Fungsi ini merupakan kegiatan pengkomunikasian informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru, seperti kegiatan pendidikan/pembelajaran.
b. Source - Message - Channel - Receiver Theory
S - M - C - R merupakan singkatan dari Source (sumber) - Message (pesan) - Channel (saluran/media) - Receiver (penerima/komunikan). Pada rumus S - M - C - R, khusus mengenai C (channel) yang berarti saluran atau media, menurut Sappir (dalam Effendi, 1993:256) mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Saluran primer adalah media yang merupakan lambang, misalnya bahasa, gambar atau warna yang digunakan dalam komunikasi tatap muka (face to face communication), sedangkan saluran primer adalah media berwujud, baik media massa misalnya surat kabar, televisi atau radio, maupun media non masa, misalnya surat, telepon atau poster.
c. Model Osgood and Schramm Circular
Kedua pakar komunikasi ini mengemukakan model sirkulasi derajat tinggi, yang menitikberatkan pada perilaku yang sama pada pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi, yaitu sebagai encoding atau menjadi decoding (penyandi balik), dan interpreting (menafsirkan).
d. Social Learning Theory
Teori yang ditampilkan oleh Albert Mandura ini mengkaji proses belajar melalui media massa, menganggap media massa sebagai agen sosialisasi yang utama di samping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib.
Teori ini mengemukakan bahwa sesudah melalui proses belajar pertama, yakni attentional process (proses atensi atau perhatian), berikutnya adalah retention process (proses retensi), dilanjutkan dengan motor reproduction process (proses reproduksi motor), dan yang terakhir adalah motivational process (proses motivasional). Langkah kedua, peristiwa yang menarik perhatian, retention process (proses retensi) tadi dimasukkan ke dalam bentuk lambang secara verbal atau imajinasi sehingga menjadi ingatan (memory). Sebagai langkah terakhir, motivational process (proses motivasional), menunjukkan bahwa perilaku akan terwujud apabila terdapat nilai peneguhan, yang dapat berbentuk ganjaran eksternal maupun internal, misalnya rasa puas diri.