Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004:192). Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain (Syafie’ie, 1988:78). Selanjutnya, menurut Tarigan (1986:21), menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca.
Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Menurut Syafie’ie (1988:42), secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.
Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut berbagai aspek terkait lainnya, misalnya penguasaan materi tulisan, pengetahuan bahasa tulis, dan motivasi yang kuat. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan pewajahan. Ketiga keterampilan ini harus saling menunjang atau isi-mengisi. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis (Semi, 2003:4)
Jadi, sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan menulis, yaitu (1) penguasaan bahasa tulis yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, diksi, struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
Bahasa merupakan sarana komunikasi. Penulis harus menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika dia menulis dalam bahasa Indonesia, dia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia, serta mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Ia juga harus mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku, yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (Syafie’ie, 1988:46).
Mengacu pada pendapat di atas, menulis bukan hanya sekedar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan dari bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi sedemikian rupa, sehingga terjadi suatu kegiatan komunikasi tidak langsung antara penulis dan pembaca. Seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis, jika tujuan penulisannya sama dengan yang dipahami oleh pembaca.
2.2 Tujuan Mengarang
Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis banyak sekali ragamnya. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan, dan menyakinkan (Semi, 2003:14-154). Menurut Syafie’ie (1988:51-52), tujuan penulisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) mengubah keyakinan pembaca;
2) menanamkan pemahaman sesuatu terhadap pembaca;
3) merangsang proses berpikir pembaca;
4) menyenangkan atau menghibur pembaca;
5) memberitahu pembaca; dan
6) memotivasi pembaca.
Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 1994:24-25) mengkalasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (informational purpose), tujuan penyataan (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).
Tujuan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubungannya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.
2.3 Jenis- Jenis Karangan
Mengarang merupakan kegiatan mengemukakan gagasan secara tertulis. Menurut Syafie’ie (1988:41), tulisan pada hakikatnya adalah representasi bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk visual menurut sistem ortografi tertentu. Banyak aspek bahasa lisan seperti nada, tekanan irama serta beberapa aspek lainya tidak dapat direpresentasikan dalam tulisan. Begitu juga halnya dengan aspek fisik, seperti gerak tangan, tubuh, kepala, wajah, yang mengiringi bahasa lisan tidak dapat diwujudkan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, dalam mengemukakan gagasan secara tertulis, penulis perlu menggunakan bentuk tertentu. Betuk-bentuk tersebut, seperti dikemukakan oleh Semi (2003:29) bahwa secara umum karangan dapat dikembangkan dalam empat bentuk yaitu narasi, ekposisisi, deskripsi, dan argumentasi.
2.3.1 Narasi
Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu (Finoza, 2004:202). Narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada kejadian utama (Widyamartaya, 1992:9-10). Menurut Semi (2003:29), narasi merupakan betuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu. Selajutnya, Keraf (1987:136) mengatakan karangan narasi merupakan
suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.
Karangan narasi merupakan salah satu karangan yang dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pangetahuan atau informasi kepada orang lain (keraf, 1982:3). Narasi melakukan penambahan ilmu pengetahuan melalui jalan cerita, bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung. Karena lebih menekankan jalannya peristiwa, reproduksi masa silam merupakan bidang utama sebuah narasi. Seseorang dapat menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan.
Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi mempunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi mengandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur waktu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.
2.3.1.1 Ciri-Ciri Karangan Narasi
Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Semi (2003:31), yaitu
1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;
2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau gabungan keduanya;
3) bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khususnya narasi berbentuk fiksi;
5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); dan
6) biasanya memiliki dialog.
Karangan narasi bisa berisi fakta bisa pula berisi fiksi atau rekaan yang direka atau dikhayalkan oleh pengarangnya. Narasi yang berisi fakta adalah biografi, otobiografi, kisah sejati, dan lain-lain. Sedangakan narasi yang berisi fiksi seperti novel, cerpen, dan cerita bergambar (Marahami, 2005:96). Selain dari itu, Semi (2003:32) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu kelihatan. Kedua narasi artistik, narasi ini umumnya berupa cerpen atau novel.
Menurut Keraf (1987:133-139), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki ciri-ciri yang berbeda.
1) Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. memperluas pengetahuan;
b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;
c. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan
d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata denotatif.
2) Sedangkan narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat;
b. menimbulkan daya khayal;
c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan
d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata konotatif.
Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi ekspositoris adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi ekspositoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam menarasikan suatu kejadian atau peristiwa.
2.3.1.2 Pola Pengembangan Narasi
Menurut Semi (2003:30), tulisan narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah peristiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain, bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk memancing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.
Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.
Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan dengan teknik narasi dilakukan dengan mengemukakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan sesuai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan seterusnya.
Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storitelling), karena teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita. Karangan-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun, teknik narasi ini tidak hanya digunakan untuk mengembangkan tulisan-tulisan berupa fiksi saja. Teknik narasi ini dapat pula digunakan untuk mengembangkan penulisan karangan nonfiksi (Syafie’ie, 1988:103). Seorang siswa dapat menuliskan darmawisata, seorang wartawan menuliskan laporan kunjungannya ke suatu negara, seorang arkheologi menuliskan jalannya panggalian sejarah yang dilakukannya.
Untuk menganalisis sebuah narasi dengan lebih cermat perlu kita ketahui narator dalam cerita. Menurut Parera (1993:9), secara umum narator dalam narasi dapat bagi tiga.
1) Narator bereaksi, di sini tokoh yang menceritakan cerita itu merupakan karakter utama. Ia menceritakan cerita itu dalam persona pertama.
2) Narator sebagai pengamat, di sini narator sebagai pengamat dari pinggir lapangan. Ia menceritakan cerita ini dalam persona ketiga.
3) Narator sebagai mahatahu, di sini narator tidak termasuk dalam cerita dan tidak berada dalam cerita. Ia berada di atas segala-galanya, ia tahu semua yang terjadi dalam cerita itu. Ia menceritakan dalam persona ketiga.
2.3.2 Eksposisi
Kata ekposisi dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasal dari kata bahasa latin yang berarti membuka atau memulai (Finoza, 2004:204). Menurut Widyamartaya (1992:9-10), ekposisi bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta atau hasil-hasil pemikiran dengan maksud untuk memberitahu atau menerangkan sesuatu seperti masalah, mafaat, jenis, proses, rencana, atau langkah-langkah. Jadi, ekposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu. Menurut Semi (2003:35),
bila suatu tulisan yang berupa ekposisi berkecenderungan untuk lebih menekankan pembuktian dari suatu proses penalaran, mempengaruhi pembaca dengan data yang lengkap, berkeinginan mengubah pandangan pembaca agar menerima pendapat penulis, tulisan ekposisi itu secara lebih khusus disebut argumentasi. Bila tulisan ekposisis berkecenderungan untuk menonjolkan perincian atau detail sehingga seolah-olah lengkap bagaikan foto keadaan yang dijelaskan itu sehingga mampu menggugah perasaan pembaca sehingga pembaca bagaikan diajak menyaksikan sendiri peristiwa itu, dan tulisan itu lebih banyak menggunakan susunan ruang, tulisan ekposisi tersebut secara lebih khusus dinamakan deskipsi. Dengan demikian, secara garis besar hanya ada dua jenis tulisan, yaitu narasi ada ekposisi, ekposisis dapat pula membentuk diri menjadi argumentasi atau deskripsi.
Sehubungan dengan hal di atas, pada dasarnya ciri-ciri narasi sama dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh deskripsi dan argumentasi. Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Semi (2003:37), yaitu
1) berupa tulisan yang memberikan pegertian dan pengetahuan;
2) menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana;
3) disampaikan dengan lugas dengan bahasa baku;
4) menggunakan dengan nada netral, tidak memihak, dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca;
Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Keraf (1982:4-5), yaitu
(a). ekposisi hanya berusaha menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan, (b). keputusan suatu ekposisi diserahkan kepada pembaca, (c). gaya cerita ekposisi lebih cenderung berisi informatif, (d). fakta yang dipakai dalam suatu ekposisi hanya sebagai alat kontrasasi, yaitu rumusan kaidah yang dibuat itu lebih konkret.
Bedasarkan ciri tersebut karangan ekposisi hanya berusaha menyampaikan sesuatu pemberitahuan, pengetahuan tanpa mempegaruhi minat dan sikap pembaca, Pembaca diberi kesempatan untuk menerima, memutuskan atau menolak tentang sesuatu yang diuraikan penulis. Gaya penyampaiannya cenderung bersifat informatif, artinya penulis juga memberikan penjelasan untuk gagasan, sehingga pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang sesuatu yang dimaksudkan dari gagasan tersebut.
Pemberian informasi penjelasan melalui karangan ekposisi hanya bersifat menguraikan dan memberi pengenalan lanjutan bagi pembaca dan bukan merupakan suatu pembuktian. Penggunaan bahasa dalam karangan ini tidak dipengaruhi oleh unsur subjektifitas dan emosional. Penulis hanya menjelaskan apa adanya dan tidak membubui dengan kata-kata yang menarik minat dan emosi pembaca. Penggunaan kosakata cenderung bermakna denotatif.
Karangan ekposisi berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik. Tujuan utama karangan ini adalah memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, pola pengembangan karangan ekposisi biasanya dikembangkan dengan susunan logis dengan pola pengembangan gagasan seperti definitif, klasifikasi, ilustrasi, perbandingan dan pertentangan, dan analisis fungsional (Semi, 2003:37). Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Jenis karangan ekposisi dapat berupa kisah perjalanan, pemaparan suatu peristiwa atau kejadian, bentuk struktur dan tugas organisasi atau laporan kegiatan. Untuk memperjelas uraian, karangan ini dapat dilengkapi dengan grafik atau gambar.
2.3.3 Deskripsi
Deskripsi dipungut dari bahasa Inggris description. Kata ini berhubungan dengan verba to describe (melukis dengan bahasa). Dalam bahasa latin, deskripsi dikenal dengan describere yang berarti ’menulis tentang’ membeberkan sesuatu hal, melukis sesuatu hal (Finoza, 2004:197-198). Deskripsi adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut (Semi, 2003:41).
Deskripsi bertujuan menyampaikan sesuatu hal dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba, atau dicium oleh pengarang. (Widyamartaya, 1992:9-10). Jadi, deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.
Supaya karangan ini sesuai dengan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan realistis dan pendekatan impresionistis. Penulis ditutut memotret hal atau benda seobjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya, dinamakan pendekatan realistis. Sebaliknya, pendekatan impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif (Finoza, 2004:197-198).
Menurut Semi (2003:41), deskripsi ini merupakan ekposisis juga, sehingga ciri umum yang dimiliki oleh ekposisi pada dasarnya dimiliki pula oleh deskripsi. Lebih lanjut, Semi (2003:41) mengatakan bahwa ciri-ciri deskripsi yang sekaligus sebagai pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.
1) Deskripsi lebih berupaya memperlihatkan detail atau perincian tentang objek.
2) Deskripsi lebih bersifat memberi pengaruh sensitivitas dan membentuk imajinasi pembaca.
3) Deskripsi disampaikan dengan gaya yang nikmat dengan pilihan kata yang menggugah; sedangkan ekposisi gayanya lebih lugas.
4) Deskripsi lebih banyak memaparkan tentang sesuatu yang dapat didengar dilihat, dan dirasakan sehingga objeknya pada umumnya berupa benda, alam, warna, dan manusia.
5) Organisasi penyampaiannya lebih banyak menggunakan susunan ruang (spartial order).
Di antara ciri-ciri tersebut yang tidak dimiliki oleh ekposisi adalah gaya yang indah dan memikat sehingga memancing sesitivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar. Ada pula deskripsi yang disampaikan dengan bahasa yang lugas dan juga tidak memancing sensitivitas pembaca, tapi menekankan pada perincian atau detail dengan mengajukan pembuktian atau banyak contoh (mis. deskripsi tentang keadaan ruang praktik atau deskripsi tentang keadaan daerah yang dilanda tsunami). Oleh sebab itu, karangan deskripsi dibagi atas dua, yaitu deskripsi ekpositoris (deskripsi teknis) dan deskripsi artistik (disebut juga deskripsi literer, impresionistik, atau sugestif) (Semi, 2003:43). Lebih lanjut, Semi (2003:43) mengatakan bahwa
karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dengan perincian yang jelas sebagaimana adanya tanpa manekankan unsur impresif atau sugestif kepada pembaca, dinamakan deskripsi ekpositorik. Selain itu juga menggunakan bahasa-bahasa yang formal dan lugas. Sebaliknya, deskripsi artistik adalah deskripsi yang mengarah kapada pangalaman kepada pembaca bagaikan berkenalan langsung dengan objek yang disampaikan dengan jalan menciptakan sugesti dan impresi melalui keterampilan penyampaian dengan gaya yang memikat dan pilihan kata yang menggugah perasaan.
2.3.4 Argumentasi
Argumentasi adalah tulisan yang bertujuan menyakinkan atau membujuk pembaca tentang pendapat atau penyataan penulis (Semi, 2003:47). Menurut Widyamartaya (1992:9-10), argumentasi bertujuan menyampaikan gagasan berupa data, bukti hasil penalaran, dan sebagainya dengan maksud untuk menyakinkan pembaca tentang kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang atau untuk memperoleh kesepakatan pembaca tentang maksud pengarang. Tujuan utama karangan ini adalah untuk menyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Finoza (2004:207), yaitu
1) mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya;
2) mengusahakan suatu pemecahan masalah; dan
3) mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian.
Menurut Semi (2003:48), ciri-ciri pengembangan karangan argumentasi-sekaligus merupakan juga ciri pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.
1) bertujuan menyakinkan orang lain (ekposisi memberi informasi);
2) berusaha membuktikan suatu penyataan atau pokok persoalan (ekposisi hanya menjelaskan);
3) menggugah pendapat pembaca (ekposisi meyerahkan keputusan kepada pembaca); dan
4) fakta yang ditampilkan merupakan bahan pembuktian (ekposisi menggunakan fakta sebagai alat mengkongkretkan).
Berdasarkan pendapat di atas, argumentasi merupakan karangan yang berusaha menjelaskan suatu masalah dengan menyajikan alasan-alasan. Ketika mengembangan karangan ini, Penulis harus menganalisis dan menjelaskan suatu masalah secara terperinci dan mendalam, alasan-alasan yang dikemukakan harus didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan. Dengan kata lain, argumen adalah suatu proses benalar.
Pengarang dapat dapat menggunakan penalarannya dengan metode deduktif induktif. Deduktif merupakan metode benalar yang bergerak dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal atau pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, induktif adalah metode benalar yang dimulai dengan mengemukakan penyatan yang bersifat khusus kemudian diiringi dengan kesimpulan umum. Pengarang dapat mengajukan penalarannya berdasarkan contoh-contoh, analogi, akibat ke sebab, sebab ke akibat, dan pola-pola deduktif ke induktif.
Argumentasi dan ekposisi merupakan bentuk atau jenis tulisan yang paling banyak digunakan di dalam tulisan-tulisan ilmiah. Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat atau kesimpulan dengan data atau fakta sebagai alasan atau bukti. Dalam karangan ini, pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan merupakan penyokong opini tersebut.
Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Menurut Syafie’ie (1988:42), secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.
Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut berbagai aspek terkait lainnya, misalnya penguasaan materi tulisan, pengetahuan bahasa tulis, dan motivasi yang kuat. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan pewajahan. Ketiga keterampilan ini harus saling menunjang atau isi-mengisi. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis (Semi, 2003:4)
Jadi, sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan menulis, yaitu (1) penguasaan bahasa tulis yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, diksi, struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
Bahasa merupakan sarana komunikasi. Penulis harus menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika dia menulis dalam bahasa Indonesia, dia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia, serta mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Ia juga harus mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku, yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (Syafie’ie, 1988:46).
Mengacu pada pendapat di atas, menulis bukan hanya sekedar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan dari bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi sedemikian rupa, sehingga terjadi suatu kegiatan komunikasi tidak langsung antara penulis dan pembaca. Seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis, jika tujuan penulisannya sama dengan yang dipahami oleh pembaca.
2.2 Tujuan Mengarang
Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis banyak sekali ragamnya. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan, dan menyakinkan (Semi, 2003:14-154). Menurut Syafie’ie (1988:51-52), tujuan penulisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) mengubah keyakinan pembaca;
2) menanamkan pemahaman sesuatu terhadap pembaca;
3) merangsang proses berpikir pembaca;
4) menyenangkan atau menghibur pembaca;
5) memberitahu pembaca; dan
6) memotivasi pembaca.
Selain itu, Hugo Harting (dalam Tarigan, 1994:24-25) mengkalasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (informational purpose), tujuan penyataan (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).
Tujuan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubungannya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.
2.3 Jenis- Jenis Karangan
Mengarang merupakan kegiatan mengemukakan gagasan secara tertulis. Menurut Syafie’ie (1988:41), tulisan pada hakikatnya adalah representasi bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk visual menurut sistem ortografi tertentu. Banyak aspek bahasa lisan seperti nada, tekanan irama serta beberapa aspek lainya tidak dapat direpresentasikan dalam tulisan. Begitu juga halnya dengan aspek fisik, seperti gerak tangan, tubuh, kepala, wajah, yang mengiringi bahasa lisan tidak dapat diwujudkan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, dalam mengemukakan gagasan secara tertulis, penulis perlu menggunakan bentuk tertentu. Betuk-bentuk tersebut, seperti dikemukakan oleh Semi (2003:29) bahwa secara umum karangan dapat dikembangkan dalam empat bentuk yaitu narasi, ekposisisi, deskripsi, dan argumentasi.
2.3.1 Narasi
Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu (Finoza, 2004:202). Narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada kejadian utama (Widyamartaya, 1992:9-10). Menurut Semi (2003:29), narasi merupakan betuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu. Selajutnya, Keraf (1987:136) mengatakan karangan narasi merupakan
suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.
Karangan narasi merupakan salah satu karangan yang dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pangetahuan atau informasi kepada orang lain (keraf, 1982:3). Narasi melakukan penambahan ilmu pengetahuan melalui jalan cerita, bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung. Karena lebih menekankan jalannya peristiwa, reproduksi masa silam merupakan bidang utama sebuah narasi. Seseorang dapat menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan.
Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi mempunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi mengandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur waktu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.
2.3.1.1 Ciri-Ciri Karangan Narasi
Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Semi (2003:31), yaitu
1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;
2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau gabungan keduanya;
3) bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khususnya narasi berbentuk fiksi;
5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); dan
6) biasanya memiliki dialog.
Karangan narasi bisa berisi fakta bisa pula berisi fiksi atau rekaan yang direka atau dikhayalkan oleh pengarangnya. Narasi yang berisi fakta adalah biografi, otobiografi, kisah sejati, dan lain-lain. Sedangakan narasi yang berisi fiksi seperti novel, cerpen, dan cerita bergambar (Marahami, 2005:96). Selain dari itu, Semi (2003:32) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu kelihatan. Kedua narasi artistik, narasi ini umumnya berupa cerpen atau novel.
Menurut Keraf (1987:133-139), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki ciri-ciri yang berbeda.
1) Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. memperluas pengetahuan;
b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;
c. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan
d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata denotatif.
2) Sedangkan narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat;
b. menimbulkan daya khayal;
c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan
d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata konotatif.
Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi ekspositoris adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi ekspositoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam menarasikan suatu kejadian atau peristiwa.
2.3.1.2 Pola Pengembangan Narasi
Menurut Semi (2003:30), tulisan narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah peristiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain, bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk memancing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.
Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.
Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan dengan teknik narasi dilakukan dengan mengemukakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan sesuai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan seterusnya.
Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storitelling), karena teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita. Karangan-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun, teknik narasi ini tidak hanya digunakan untuk mengembangkan tulisan-tulisan berupa fiksi saja. Teknik narasi ini dapat pula digunakan untuk mengembangkan penulisan karangan nonfiksi (Syafie’ie, 1988:103). Seorang siswa dapat menuliskan darmawisata, seorang wartawan menuliskan laporan kunjungannya ke suatu negara, seorang arkheologi menuliskan jalannya panggalian sejarah yang dilakukannya.
Untuk menganalisis sebuah narasi dengan lebih cermat perlu kita ketahui narator dalam cerita. Menurut Parera (1993:9), secara umum narator dalam narasi dapat bagi tiga.
1) Narator bereaksi, di sini tokoh yang menceritakan cerita itu merupakan karakter utama. Ia menceritakan cerita itu dalam persona pertama.
2) Narator sebagai pengamat, di sini narator sebagai pengamat dari pinggir lapangan. Ia menceritakan cerita ini dalam persona ketiga.
3) Narator sebagai mahatahu, di sini narator tidak termasuk dalam cerita dan tidak berada dalam cerita. Ia berada di atas segala-galanya, ia tahu semua yang terjadi dalam cerita itu. Ia menceritakan dalam persona ketiga.
2.3.2 Eksposisi
Kata ekposisi dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasal dari kata bahasa latin yang berarti membuka atau memulai (Finoza, 2004:204). Menurut Widyamartaya (1992:9-10), ekposisi bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta atau hasil-hasil pemikiran dengan maksud untuk memberitahu atau menerangkan sesuatu seperti masalah, mafaat, jenis, proses, rencana, atau langkah-langkah. Jadi, ekposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu. Menurut Semi (2003:35),
bila suatu tulisan yang berupa ekposisi berkecenderungan untuk lebih menekankan pembuktian dari suatu proses penalaran, mempengaruhi pembaca dengan data yang lengkap, berkeinginan mengubah pandangan pembaca agar menerima pendapat penulis, tulisan ekposisi itu secara lebih khusus disebut argumentasi. Bila tulisan ekposisis berkecenderungan untuk menonjolkan perincian atau detail sehingga seolah-olah lengkap bagaikan foto keadaan yang dijelaskan itu sehingga mampu menggugah perasaan pembaca sehingga pembaca bagaikan diajak menyaksikan sendiri peristiwa itu, dan tulisan itu lebih banyak menggunakan susunan ruang, tulisan ekposisi tersebut secara lebih khusus dinamakan deskipsi. Dengan demikian, secara garis besar hanya ada dua jenis tulisan, yaitu narasi ada ekposisi, ekposisis dapat pula membentuk diri menjadi argumentasi atau deskripsi.
Sehubungan dengan hal di atas, pada dasarnya ciri-ciri narasi sama dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh deskripsi dan argumentasi. Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Semi (2003:37), yaitu
1) berupa tulisan yang memberikan pegertian dan pengetahuan;
2) menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana;
3) disampaikan dengan lugas dengan bahasa baku;
4) menggunakan dengan nada netral, tidak memihak, dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca;
Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Keraf (1982:4-5), yaitu
(a). ekposisi hanya berusaha menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan, (b). keputusan suatu ekposisi diserahkan kepada pembaca, (c). gaya cerita ekposisi lebih cenderung berisi informatif, (d). fakta yang dipakai dalam suatu ekposisi hanya sebagai alat kontrasasi, yaitu rumusan kaidah yang dibuat itu lebih konkret.
Bedasarkan ciri tersebut karangan ekposisi hanya berusaha menyampaikan sesuatu pemberitahuan, pengetahuan tanpa mempegaruhi minat dan sikap pembaca, Pembaca diberi kesempatan untuk menerima, memutuskan atau menolak tentang sesuatu yang diuraikan penulis. Gaya penyampaiannya cenderung bersifat informatif, artinya penulis juga memberikan penjelasan untuk gagasan, sehingga pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang sesuatu yang dimaksudkan dari gagasan tersebut.
Pemberian informasi penjelasan melalui karangan ekposisi hanya bersifat menguraikan dan memberi pengenalan lanjutan bagi pembaca dan bukan merupakan suatu pembuktian. Penggunaan bahasa dalam karangan ini tidak dipengaruhi oleh unsur subjektifitas dan emosional. Penulis hanya menjelaskan apa adanya dan tidak membubui dengan kata-kata yang menarik minat dan emosi pembaca. Penggunaan kosakata cenderung bermakna denotatif.
Karangan ekposisi berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik. Tujuan utama karangan ini adalah memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, pola pengembangan karangan ekposisi biasanya dikembangkan dengan susunan logis dengan pola pengembangan gagasan seperti definitif, klasifikasi, ilustrasi, perbandingan dan pertentangan, dan analisis fungsional (Semi, 2003:37). Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Jenis karangan ekposisi dapat berupa kisah perjalanan, pemaparan suatu peristiwa atau kejadian, bentuk struktur dan tugas organisasi atau laporan kegiatan. Untuk memperjelas uraian, karangan ini dapat dilengkapi dengan grafik atau gambar.
2.3.3 Deskripsi
Deskripsi dipungut dari bahasa Inggris description. Kata ini berhubungan dengan verba to describe (melukis dengan bahasa). Dalam bahasa latin, deskripsi dikenal dengan describere yang berarti ’menulis tentang’ membeberkan sesuatu hal, melukis sesuatu hal (Finoza, 2004:197-198). Deskripsi adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut (Semi, 2003:41).
Deskripsi bertujuan menyampaikan sesuatu hal dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba, atau dicium oleh pengarang. (Widyamartaya, 1992:9-10). Jadi, deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.
Supaya karangan ini sesuai dengan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan realistis dan pendekatan impresionistis. Penulis ditutut memotret hal atau benda seobjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya, dinamakan pendekatan realistis. Sebaliknya, pendekatan impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif (Finoza, 2004:197-198).
Menurut Semi (2003:41), deskripsi ini merupakan ekposisis juga, sehingga ciri umum yang dimiliki oleh ekposisi pada dasarnya dimiliki pula oleh deskripsi. Lebih lanjut, Semi (2003:41) mengatakan bahwa ciri-ciri deskripsi yang sekaligus sebagai pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.
1) Deskripsi lebih berupaya memperlihatkan detail atau perincian tentang objek.
2) Deskripsi lebih bersifat memberi pengaruh sensitivitas dan membentuk imajinasi pembaca.
3) Deskripsi disampaikan dengan gaya yang nikmat dengan pilihan kata yang menggugah; sedangkan ekposisi gayanya lebih lugas.
4) Deskripsi lebih banyak memaparkan tentang sesuatu yang dapat didengar dilihat, dan dirasakan sehingga objeknya pada umumnya berupa benda, alam, warna, dan manusia.
5) Organisasi penyampaiannya lebih banyak menggunakan susunan ruang (spartial order).
Di antara ciri-ciri tersebut yang tidak dimiliki oleh ekposisi adalah gaya yang indah dan memikat sehingga memancing sesitivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar. Ada pula deskripsi yang disampaikan dengan bahasa yang lugas dan juga tidak memancing sensitivitas pembaca, tapi menekankan pada perincian atau detail dengan mengajukan pembuktian atau banyak contoh (mis. deskripsi tentang keadaan ruang praktik atau deskripsi tentang keadaan daerah yang dilanda tsunami). Oleh sebab itu, karangan deskripsi dibagi atas dua, yaitu deskripsi ekpositoris (deskripsi teknis) dan deskripsi artistik (disebut juga deskripsi literer, impresionistik, atau sugestif) (Semi, 2003:43). Lebih lanjut, Semi (2003:43) mengatakan bahwa
karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dengan perincian yang jelas sebagaimana adanya tanpa manekankan unsur impresif atau sugestif kepada pembaca, dinamakan deskripsi ekpositorik. Selain itu juga menggunakan bahasa-bahasa yang formal dan lugas. Sebaliknya, deskripsi artistik adalah deskripsi yang mengarah kapada pangalaman kepada pembaca bagaikan berkenalan langsung dengan objek yang disampaikan dengan jalan menciptakan sugesti dan impresi melalui keterampilan penyampaian dengan gaya yang memikat dan pilihan kata yang menggugah perasaan.
2.3.4 Argumentasi
Argumentasi adalah tulisan yang bertujuan menyakinkan atau membujuk pembaca tentang pendapat atau penyataan penulis (Semi, 2003:47). Menurut Widyamartaya (1992:9-10), argumentasi bertujuan menyampaikan gagasan berupa data, bukti hasil penalaran, dan sebagainya dengan maksud untuk menyakinkan pembaca tentang kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang atau untuk memperoleh kesepakatan pembaca tentang maksud pengarang. Tujuan utama karangan ini adalah untuk menyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Finoza (2004:207), yaitu
1) mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya;
2) mengusahakan suatu pemecahan masalah; dan
3) mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian.
Menurut Semi (2003:48), ciri-ciri pengembangan karangan argumentasi-sekaligus merupakan juga ciri pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.
1) bertujuan menyakinkan orang lain (ekposisi memberi informasi);
2) berusaha membuktikan suatu penyataan atau pokok persoalan (ekposisi hanya menjelaskan);
3) menggugah pendapat pembaca (ekposisi meyerahkan keputusan kepada pembaca); dan
4) fakta yang ditampilkan merupakan bahan pembuktian (ekposisi menggunakan fakta sebagai alat mengkongkretkan).
Berdasarkan pendapat di atas, argumentasi merupakan karangan yang berusaha menjelaskan suatu masalah dengan menyajikan alasan-alasan. Ketika mengembangan karangan ini, Penulis harus menganalisis dan menjelaskan suatu masalah secara terperinci dan mendalam, alasan-alasan yang dikemukakan harus didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan. Dengan kata lain, argumen adalah suatu proses benalar.
Pengarang dapat dapat menggunakan penalarannya dengan metode deduktif induktif. Deduktif merupakan metode benalar yang bergerak dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal atau pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, induktif adalah metode benalar yang dimulai dengan mengemukakan penyatan yang bersifat khusus kemudian diiringi dengan kesimpulan umum. Pengarang dapat mengajukan penalarannya berdasarkan contoh-contoh, analogi, akibat ke sebab, sebab ke akibat, dan pola-pola deduktif ke induktif.
Argumentasi dan ekposisi merupakan bentuk atau jenis tulisan yang paling banyak digunakan di dalam tulisan-tulisan ilmiah. Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat atau kesimpulan dengan data atau fakta sebagai alasan atau bukti. Dalam karangan ini, pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan merupakan penyokong opini tersebut.