PENYAKIT MENULAR SEKSUAL


Bab 43
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
Ø  DEFINISI
Cakupan penyakit menular seksual (PMS) termasuk penyakit venereal (=terkait nafsu, hubungan  seksual) klasik—gonorrhea, sifilis, chancroid (=ulserasi nodus limfoma pada  area genitalia karena infeksi), limfogranula venereum, dan granuloma inguinale—dan juga sejumlah patogen yang diketahui menular melalui hubungan seksual (Tabel 43-1). Sindrom klinik yang umum dihubungkan dengan PMS dicantumkan pada Tabel 43-2. Informasi terkini untuk epidemiologi, diagnosis, dan perawatan PMS disediakan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang bisa diakses pada http://www.cdc.org.
Ø  GONORRHEA
TAMPILAN KLINIK
·         Individu terinfeksi bisa simtomatik atau asimtomatik, mempunyai infeksi dengan atau tanpa komplikasi, dan mempunyai infeksi yang melibatkan beberapa situs anatomi.
·         Uretritis adalah manifestasi paling umum pada pria dan biasanya muncul dalam 2-8 hari sejak paparan. Dysuria (=nyeri saat kencing) dan urinary frequency terlihat awalnya, lalu dalam 1-2 hari pada kencing terdapat nanah.
·         Mayoritas pasien simtomatik yang tidak dirawat menjadi asimtomatik dalam 6 bulan, dan hanya sedikit yang menjadi karier (pembawa) asimtomatik dari penyakit.
·         Mayoritas infeksi uretral atau servikal gonococcal pada wanita asimtomatik atau sedikit menunjukkan simtom.
·         Pada wanita, simtom umumnya muncul dalam 10 hari sejak paparan dan termasuk dysuria, urinary frequency, pengeluaran vagina yang abnormal, dan perdarahan uterin yang abnormal.
·         Situs infeksi gonococcal lainnya termasuk rectum, orofarink, dan mata. Infeksi anorectal gonococcal umum pada wanita dan pria homoseksual.
·         Sekitar 15% wanita dengan gonorrhea mengalami pelvic inflammatory disease (PID). Jika tidak ditangani, PID bisa menjadi sebab tidak langsung infertilitas dan kehamilan ectopic.
·         Pada 0,5-3,0% pasien dengan gonorrhea, gonococci masuk ke saluran darah sehingga penyakit menyebar.
·         Manifestasi klinik dari penyebaran infeksi gonococcal adalah lesi nekrotik kulit, tenosynovitis (=inflamasi tendon, terutama di pergelangan tangan), dan artritis monoartikular.
DIAGNOSA
·         Diagnosa infeksi gonococcal bisa dilakukan dengan pemeriksaan bekuan dengan pewarnaan gram, biakan (metode yang paling diandalkan) atau metode terbaru yang berdasarkan deteksi komponen selular dari gonococcus (seperti, enzim, antigen, DNA atau lipopolisakarida) pada spesimen klinik.
·         Biakan area tubuh yang terpapar adalah metode diagnosa yang paling diandalkan untuk infeksi gonococcal.
·         Metode alternatif termasuk enzyme immuno assay (EIA), DNA probes, dan teknik amplifikasi asam nukleat.
PERAWATAN
·         Regimen terkini semuanya perawatan dosis tunggal dengan berbagai cephalosporin dan fluoroquinolon oral atau parenteral (Tabel 43-1).
·         Adanya infeksi chlamydia, yang terlihat pada 60% individu dengan gonorrhea, menjadi penyebab utama postgonococci urethritis, cervicitis, dan salpingitis (=inflamasi tube falopii) pada pasien yang dirawat untuk gonorrhea. Sebagai hasil, dilakukan penanganan untuk kedua infeksi dengan doxycyclin atau azithromycin.
·         Wanita hamil yang terinfeksi Neiserria gonorrhoeae sebaiknya mendapat cephalosporin atau spectinomycin, karena fluoroquinolon dikontraindikasikan. Erythromycin atau amoxicillin adalah perawatan yang disukai untuk infeksi Chlamydia trachomatis yang sudah ada.
·         Penanganan gonorrhea selama kehamilan penting untuk mencegah ophthalmia neonatum. The American Academy of Pediatrics menganjurkan penggunaan perak nitrat (1%), tetracyclin (1%) atau erythromycin (0,5%) yang diberikan langsung ke tiap kantung konjuctiva secepat mungkin setelah melahirkan untuk mencegah ophthalmia neonatum.
·         Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi sebaiknya juga menerima injeksi ceftriaxone 50 mg/kg IM atau IV selama 7 hari.
EVALUASI HASIL TERAPI
·         Kombinasi terapi gonorrhea/chlamydia jarang gagal, dan perawatan lanjutan secara rutin dengan regimen dari panduan CDC tidak dianjurkan.
Tabel 43-3
·         Simtom yang bertahan setelah perawatan apapun membutuhkan biakan situs infeksi gonorrhea, dan juga uji kepekaan jika bisa diisolasi gonococci.
Ø  SIFILIS
·         Organisme penyebab sifilis adalah Treponema pallidum, suatu spirochete.
·         Sifilis biasanya ditularkan dengan kontak seksual dengan membran mukosa atau lesi kutan yang terinfeksi, meski pada kejadian jarang, bisa ditularkan melalui kontak non-seksual, inokulasi secara tidak sengaja, atau transfusi darah.
TAMPILAN KLINIK
Sifilis Primer
·         Setelah paparan dan periode inkubasi selama 10-90 hari (rerata 21 hari), lesi yang tidak nyeri atau chancre (=ulser yang tidak nyeri) muncul di tempat penetrasi treponema. Selanjutnya, lesi akan menjadi papula yang hancur dan menjadi ulser.
·         Chancre hanya bertahan selama 1-8 minggu sebelum hilang dengan sendirinya.
Sifilis Sekunder
·         Tahap kedua sifilis adalah 2-6 minggu onset tahap primer pada pasien yang tidak dirawat atau tidak mendapat perawatan yang cukup dan dicirikan dengan sejumlah erupsi mukokutan, yang muncul dari penyebaran T. pallidum secara hematogenus dan limfatik.
·         Seringkali lesi muncul pada telapak tangan dan kaki. Malaise (=merasa lemah dan lelah yang tidak bisa dijelaskan) ringan dan singkat, demam, faringitis, sakit kepala, anoreksia dan artralgia (=nyeri sendi) umum dijumpai.
·         Tanda dan simtom sifilis sekunder hilang dalam 4-10 minggu; tetapi, pada pasien yang tidak mendapat perawatan, lesi bisa muncul lagi kapan saja dalam 4 tahun.
Sifilis Laten
·         Orang dengan uji serologi positif untuk sifilis tapi tanpa bukti lain dari penyakit mempunyai sifilis laten (tersembunyi).
·         Kebanyakan pasien sifilis laten yang tidak mendapat perawatan tidak mengalami kondisi lanjutan; tetapi, sekitar 25-30% akan mengalami neurosifilis atau sifilis akhir dengan manifestasi selain neurosifilis.
Neurosifilis dan Sifilis Akhir Selain Neurosifilis
·         Sebelumnya disebut sebagai “sifilis tersier”, manifestasinya muncul 10-30 tahun setelah onset sifilis. Ini disebut sebagai neurosifilis atau sifilis akhir dengan manifestasi selain neurosifilis.
·         Empat puluh persen pasien dnegan sifilis sekunder atau primer mengalami infeksi SSP dengan tanda paresis (=inflamasi otak pada stadium akhir dari sifilis, menyebabkan dementia dan kelumpuhan), tuli karena gangguan dari saraf kranial kedelapan, atropi optik dan buta, dementia progresif, komplikasi meningovaskular, atau tabes dorsalis.
·         Pasien juga bisa mengalami sifilis kardiovaskular, dicirikan dengan aortitis dan insufisiensi aorta.
DIAGNOSA
·         Karena T. pallidum sulit dibiakkan in vitro, diagnosa berdasar pada bidang-hitam atau pemeriksaan mikoskopik flurosensi antibodi langsung pada material serous (=menghasilkan serum) dari lesi yang dicurigai sebagai lesi sifilis atau hasil dari uji serologi.
·         Uji serologi yang digunakan pada penapisan untuk diagnosa sifilis digolongkan sebagai nontreponema atau treponema. Uji nontreponema yang umum digunakan termasuk uji geser oleh Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) dan uji kartu rapid plasma reagin (RPR).
·         Uji treponema digunakan untuk memastikan diagnosis (yaitu, fluoroscent treponemal antibody absorption, FTA-ABS [absorpsi fluorescen antibodi treponema]).
PERAWATAN
·         Perawatan yang dianjurkan dari CDC untuk sifilis diberikan pada Tabel 43-4. Penicillin G parenteral menjadi perawatan terpilih untuk semua tahapan sifilis.
·         Untuk pasien hamil, penicillin adalah perawatan terpilih pada dosis yang dianjurkan untuk tahap tertentu dari sifilis. Untuk memastikan perawatan berhasil dan mencegah penularan ke fetus, beberapa ahli menganjurkan dosis tambahan benzathine penicillin G 2,4 juta unit rute IM, 1 minggu setelah regimen selesai diberikan.
·         Mayoritas pasien yang dirawat untuk sifilis primer dan sekunder merasakan reaksi Jarisch-Herxheimer dalam 2-4 jam setelah perawatan, dicirikan dengan simtom seperti flu seperti sakit kepala, demam, menggigil, malaise, artralgia, mialgia (=nyeri otot), takipnea (=bernafas dengan cepat), vasodilatasi perifer, dan memburuknya lesi siflis.
·         Reaksi Jarisch-Herxheimer sebaiknya tidak disamakan dengan alergi penicillin. Kebanyakan reaksi bisa ditangani dengan analgesik, antipiretik dan istirahat.
EVALUASI HASIL TERAPI
·         Rekomendasi CDC untuk penanganan serologi lanjutan bagi pasien yang dirawat untuk sifilis diberikan pada Tabel 43-4. Uji nontreponema kuantitatif sebaiknya dilakukan pada bulan ke-6 dan 12 pada semua pasien yang dirawat untuk sifilis primer dan sekunder serta pada bulan ke 6,12, 24 untuk kondisi laten awal dan akhir.
Ø  CHLAMYDIA
Infeksi yang disebabkan oleh C. trachomatis diperaya merupakan PMS paling umum di AS dan penyebab paling umum dari non-gonococcal urethritis (NGU).
TAMPILAN KLINIK
·         Pada pria, simtom paling umum dari infeksi chlamidia pada saluran genitalia adalah dysuria, urinary frequency, dan pengeluaran uretral yang berlendir pada 7-21 hari setelah paparan.
·         Pada sekitar 50% pasien pria dengan infeksi chlamidia, tidak terlihat tanda dan simtom
·         Mayoritas wanita dengan infeksi chlamidia kondisinya asimtomatis. Pada wanita dengan infeksi uretral, dysuria dan urinary frequency tidak umum.
·         Jika wanitanya simtomatik, manifestasi paling umum adalah cervicitis dengan pengeluaran bernanah dan berlendir.
·         Serupa dengan gonorrhea, chlamidia bisa ditularkan ke bayi selama kontak dengan sekret cervicovagina yang terinfeksi. Hampir dua per tiga bayi tertular chlamidia dari paparan endocervical, dengan morbiditas primer dikaitkan dengan pertunasan pada mata, nasofarink, rectum atau vagina.
Tabel 43-4
DIAGNOSA
·         Biakan bagian sel epitel endocervical atau uretra adalah metode paling spesifik untuk mendeteksi chlamidia, dengan sensitivitas paling rendah 70%. Dibutuhkan 3-7 hari untuk mendapatkan hasil.
·         Uji yang bisa mendeteksi antigen chlamidia dengan cepat pada sekresi genital adalah uji fluorescen antibodi langsung, EIA (hanya butuh 30 menit), dan DNA hybridization probe.
PERAWATAN
·         Regimen yang dianjurkan diberikan pada Tabel 43-5. Azithromycin dosis tunggal dan doxycycline selama 7 hari adalah obat terpilih.
·         Untuk profilaksis  ophthalmia neonaturum, beberapa ahli menganjurkan penggunaan salep mata erythromycin (0,5%) atau tetracyclin (1%) menggantikan perak nitrat. Meski perak nitrat dan salep antibiotik efektif terhadap ophthalmia neonaturum gonococcal, perak nitrat tidak efektif untuk penyakit chlamidia dan bisa menyebabkan konjunctivitis kimia.
·         Satu-satunya perawatan yang bisa diterima untuk ophthalmia neonaturum chlamidia adalah terapi sistemik dengan erythromycin oral 50 mg/kg per hari dalam empat dosis terbagi selama 10-14 hari.
EVALUASI HASIL TERAPI
·         Perawatan infeksi chlamidia dengan regimen yang dianjurkan sangat efektif; karenanya, biakan pasca perawatan tidak perlu dilakukan rutin.
·         Bayi dengan pneumotitis sebaiknya menerima uji lanjutan, karena erythromycin hanya 80% efektif.
Ø  HERPES GENITAL
Kata Herpes digunakan untuk menggambarkan dua serotipe dari herves simplex virus (HSV). HSV tipe I paling umum dihubungkan dengan penyakit orofarink; sedang HSV tipe II paling dihubungkan dengan penyakit genital.           
TAMPILAN KLINIK
·         Manifestasi klinik dari episode pertama herpes genital biasanya muncul dalam 2-14 hari setelah terpapar.
·         Sampai 50% infeksi HSV-2 adalah asimtomatik, dan infeksi ini bisa mewakili sumber penularan infeksi herpes genital dan neonatal paling umum.
·         Lebih dari 50% pasien dengan infeksi primer (yaitu infeksi yang terjadi pada orang dengan antibodi salah satu dari kedua tipe HSV tidak mencukupi) merasakan simtom seperti-flu seperti demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia. Simtom sistemik secara bertahap hilang dalam satu minggu.
·         Simtom lokal termasuk terbentuknya pustular yang menyakitkan atau lesi ulser pada genitalia bagian luar. Lesi biasanya muncul sebagai papula atau vesicle (=bentukan seperti kulit melepuh) yang menyebar dengan cepat pada genital. Kumpulan lesi mengelompok membentuk ulser yang besar, yang dalam 2-3 minggu hancur dan/atau mengalami re-epitelisasi.
·         Simtom lokal lain bisa termasuk gatal, dysuria, pengeluaran vaginal atau uretra yang abnormal, dan inguinal adenopati.
·         Episode pertama herpes genital nonprimer didefinisikan sebagai infeksi pada individu dengan bukti klinik atau serologi terserang infeksi HSV (biasanya HSV-1) pada bagian tubuh yang lain. Infeksi ini cenderung lebih ringan dari infeksi primer, dengan tingat kejadian lebih rendah untuk simtom konstitusional dan durasi penyakit lebih singkat.
·         Infeksi ulang terbatas pada area genital dan lebih ringan dengan durasi lebih singkat (seperti, 8-12 hari). Viral shedding berlangsung selama 4 hari.
·         Simtom infeksi ulang cenderung lebih parah pada wanita, terutama sebagai hasil dari lebih luasnya area genital yang terlibat, dan pada pasien immunocompromised.
·         Herpes neonatal dihubungkan dengan tingginya mortalitas dan morbiditas yang signifikan.
DIAGNOSA
·         Diagnosa dugaan untuk herpes genital biasanya berdasar pada adanya bidang-gelap negatif, vesikular, atau lesi ulser genital. Riwayat lesi serupa atau baru saja melakukan kontak seksual denga individu dengan lesi serupa juga berguna untuk membuat diagnosa.
·         Biakan jaringan adalah metode paling spesifik (100%) dan sensitif (80-90%) untuk memastikan diagnosa episode pertama herpes genital.
·         Metode deteksi antigen seperti immunofluroscence langsung, pewarnaan immunoperoxidase, dan ELISA bisa memberikan hasil lebih cepat dari biakan dan lebih tidak mahal.
PERAWATAN
·         Tujuan terapi pada infeksi herpes genital adalah memperpendek durasi kondisi klinik, mencegah komplikasi, mencegah terbentuknya kondisi laten dan/atau serangan ulang, menurunkan penularan penyakit, dan menghilangkan kondsi laten yang sudah ada.
·         Terapi pendukung adalah dasar terapi untuk pasien herpes genital. Nyeri dan rasa tidak nyaman biasanya merespon terhadap saline hangat dan penggunaan  analgesik, antipiretik atau antipruritik.
·         Untuk mencegah superinfeksi bakteri, lesi harus dijaga kering dan bersih.
·         Pendekatan kemoterapi untuk menangani herpes genital digolongkan dalam enam kategori: senyawa antiviral, surfaktan topikal, pewarna fotodinamik, modulator imunitas, vaksin dan interferon.
·         Rekomendasi spesifik diberikan pada Tabel 43-6.
·         Terapi topikal tunggal atau dengan terapi oral dianggap sedikit atau tidak bermanfaat bagi kebanyakan pasien. Pada manusia, tidak ada regimen acyclovir yang diketahui mencegah kondisi laten atau merubah frekuensi dan keparahan serangan ulang.
·         Acyclovir oral, valacylovir, dan famcyclovir, adalah perawatan terpilih untuk pasien rawat jalan dengan episode pertama herpes genital. Perawatan tidak mencegah kondisi laten atau merubah frekuensi dan keparahan serangan ulang.
·         Ketika diberikan pada awal saat terjadi serangan ulang, acyclovir oral mengurangi durasi viral shedding dan mempersingkat waktu sembuhnya lesi. Efek yang diharapkan pada simtom tidak terlihat. Pasien dengan serangan ulang yang lebih panjang durasinya sangat mungkin menerima manfaat dari terapi oral yang diberikan saat awal serangan ulang.
·         Terapi oral kronik mengurangi frekuensi dan keprahan serangan ulang pada 70-90% pasien yang merasakan serangan ulang yng sering (>6 kali per tahun).
·         Acyclovir, valacyclovir, dan famcylovir telah digunakan untuk mencegah reaktivasi infeksi pada pasien seropositif HSV yang menjalani transplantasi atau kemoterapi untuk leukemia.
·         Data keamanaan terapi acyclovir selama kehamilan belum dicapai, meski tidak ada bukti efek teratogenik pada manusia.
Ø  TRICHOMONAS
·         Trichomoniasis disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, suatu protozoa dengan flagel yang mampu bergerak.
·         Diperkirakan 2,5-3 juta kasus vaginal trichomoniasis terjadi tiap tahun di AS.
·         Ko-Infeksi dengan PMS lain (sepeprti gonorrhea) umum pada pasien yang didiagnosa untuk trichomoniasis.
TAMPILAN KLINIK
·         Periode inkubasi trichomoniasis adalah 3-28 hari, dengan sebanyak 50% wanita terinfeksi kondisinya asimtomatik.
·         Jika mengalami simtom, wanita bisa merasakan kelainan pengeluaran vagina ringan sampai parah, vulvar pruritus, dan dysuria.
Tabel 43-6
·         Kelainan pengeluran vagina terlihat pada sekitar 50-75% wanita terinfeksi dan telah digambarkan sebagai tidak berbau, berbusa, dan warna kuning kehijauan; tetapi, umumnya pengeluaran berwarna abu dan sedikit berbau tidak enak.
·         Trichomoniasis bisa berperan pada robek membran prematur dan kelahiran prematur. Infeksi bisa tertular ke neonatus melalui tali pusar.
·         Pada pria, mayoritas infeksi trichomoniasis asimtomatik. Situs infeksi paling umum adalah uretra. Pada pria simtomatik, pengeluaran uretra paling umum terlihat, dikuti oleh pruritus dan dysuria. Pengeluaran uretra bisa berlendir sampai bernanah.
DIAGNOSA
·         T. vaginalis menghasilkan simtom nonspesifik yang juga ditemui pada vaginosis bakteria, sehingga diperlukan diagnosa laboratorium.
·         Diagnosa termudah dan paling diandalkan adalah pemeriksaan wet-mount dari pengeluaran vagina. Trichomonalis dikonfirmasikan dengan organisme berbentuk pir dengan flagel.
PERAWATAN
·         Metronidazole adalah satu-satunya obat yang tersedia di AS yang efektif terhadap infeksi T. vaginalis.
·         Keluhan saluran cerna (seperti anoresia, mual, muntah ,diare) adalah efek samping paling umum dengan dosis tunggal metronidazole 2 g, terjadi pada 5-10% pasien. Beberapa pasien mengeluhkan rasa logam di mulut.
·         Pasien yang tidak bisa mentolerir dosis tunggal 2 g karena gangguan salruan cerna bisa dirawat dengan dosis 500 mg dua kali sehari selama 7 hari.
·         Untuk mencapai tingkat penyembuhan maksimal dan mencegah serangan ulang dengan dosis tunggal 2 g metronidazole, partner seksual yang terinfeksi juga perlu mendapatkan perawatan.
·         Pasien yang gagal merespon perawatan awal biasanya merespon terhadap perawatan kedua dari terapi metrondazole.
·         Pasien yang menggunakan metronidazole sebaiknya diberitahu untuk menghindari alkohol selama terapi dan selama 1-2 hari setelah selesai terapi karena kemungkinan efek seperti disulfiram.
Tabel 43-7
·         Saat ini, tidak ada perawatan yang memuaskan untuk wanita hamil dengan Trichomonas vaginalis.
EVALUASI HASIL TERAPI
·         Perawatan lanjutan tidak diperlukan pada pasien yang menjadi asimtomatik setelah perawatan dengan metronidazole.
·         Jika pasien tetap simtomatik, penting untuk menentukan apakah terjadi infeksi ulang. Jika terjadi, terapi bisa diulangi, dianjurkan juga identifikasi dan perawatan atau perawatan ulang partner seksual.
Ø  PENYAKIT MENULAR SEKSUAL LAINNYA
Beberapa PMS selain yang didiskusikan terjadi dalam berbagai frekuensi di AS dan di seluruh dunia. Diskusi mendalam untuk penyakit-penyakit tersebut di luar cakupan bab ini. Regimen perawatan yang dianjurkan diberikan pada Tabel 43-8
Tabel 43-8