Pengkajian mengenai arus yang ditimbulkan oleh gelombang dengan
menggunakan model tiga dimensi telah banyak dilakukan di luar perairan
Indonesia. Diawali oleh Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994), beberapa tahun
kemudian, berkembang beberapa penelitian yang saling melengkapi.
Penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh: Z. Li dan B. Jhons (1998),
Uday Putrevu dan Ib A. Svendsen (1999), Kevin A. Haas, Ib A.Svendsen,
dan Qun Zhao (2000), Kevin A.Haas, Ib A. Svenden, Robert W. Brander, dan
Peter Nielsen (2002), Kevin A.Haas, I.A. Svendsen, Merrick C. Haller, dan Qun
Zhao (2003).
Pengkajian mengenai arus yang ditimbulkan oleh gelombang menggunakan
model tiga dimensi diperkenalkan oleh Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994).
Dalam penelitiannya, mereka menjelaskan secara umum tentang aliran
unsteady pada topografi yang tidak rata. Selain itu dibahas pula tentang
percampuran arus yang tidak seragam dalam persamaan momentum yang
diintegrasikan terhadap kedalaman. Dalam hasil penelitian ini dijelaskan pula
bahwa percampuran terjadi karena ketidakseragaman secara vertikal dari
kecepatan horisontal gelombang pendek yang dirata-ratakan. Bila dilihat
secara analisis, hal ini menjelaskan tentang efek percampuran lateral yang
disebabkan oleh ketidakseragaman vertikal. Ketidakseragaman vertikal ini
akan mendominasi percampuran lateral.
Z. Li dan B. Johns (1998), mengembangkan model numerik tiga dimesi untuk
perambatan gelombang permukaan perairan dangkal periode pendek di wilayah
gelombang pecah (surf zone) dan arus sejajar pantai (longshore current). Model
numerik tiga dimensi ini didasarkan pada persamaan Reynold untuk perairan
dangkal non linear. Dalam tulisannya, mereka menjelaskan bahwa turbulensi
terjadi oleh gelombang pecah dan fluida geser vertikal sekitar pantai. Posisi
pergerakan garis pantai ditentukan dari persamaan model selama proses simulasi
perambatan. Model digunakan untuk menjelaskan arus sejajar pantai (longshore
current) selama satu kali putaran gelombang. Hal ini menunjukkan bahwa arus
sejajar pantai dengan kedalaman yang dirata-ratakan maksimum terjadi di sekitar
laut lepas dimana energi turbulen melewati gelombang pecah maksimum. Dalam
penjelasan lebih lanjut menunjukkan bahwa gradien yang melintang pantai dari
fluks momentum sejajar pantai penting dalam munculnya arus arus sejajar pantai.
Uday Putrevu dan Ib A. Svendsen (1999) kembali hadir untuk melengkapi
penelitian yang pernah dilakukan. Dalam tulisannya, mereka membahas
tentang sirkulasi yang disebabkan oleh gelombang pendek di perairan dekat
pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakseragaman vertikal dari
kecepatan horisontal mempertinggi percampuran secara horisontal.
Memasuki abad milenium, Kevin A. Haas, Ib A. Svendsen, dan Qun Zhao (2000)
menggunakan model yang sama dengan Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994)
untuk mengembangkan variasi tiga dimensi dari arus balik (rip current) dengan
menggunakan model fisik dan numerik. Hasil penelitian membahas tentang arus
balik (rip current) yang menunjukkan arah gelombang. Profil secara vertikal dari
arus balik (rip current) diperoleh dari berbagai kedalaman yang seragam pada sisi
dalam dari saluran (channel) menuju ke kedalaman laut lepas. Pada saluran arus
balik yang menuju laut lepas mempunyai kecepatan yang sangat kuat di
permukaan daripada di dekat dasar. Sedangkan arus balik di laboratorium
digambarkan melalui struktur vertikal dari arus balik bagian dalam dan luar
daerah gelombang pecah (surf zone). Di bagian dalam daerah gelombang pecah,
arus cenderung tertutup dengan kedalaman yang seragam. Sebaliknya, sisi luar
daerah gelombang pecah mempunyai variasi kedalaman yang signifikan dengan
kecepatan yang kuat dekat permukaan dan melemah menuju pantai dekat dasar.
Selain itu, arus yang melintang pantai (cross shore) pada bagian dalam arus balik
mempunyai profil vertikal yang sama tanpa memperhitungkan posisi arus sejajar
pantai dari arus balik. Sirkulasi perairan dekat pantai model shorecirc digunakan
untuk mensimulasikan arus balik dalam kolom gelombang. Hasil model dan
kenyataan di lapangan menunjukkan kesamaan sehingga dapat digunakan untuk
menganalisa struktur dari arus balik secara lebih detail.
Dengan menggunakan model yang sama Kevin A.Haas, Ib A. Svenden, Robert W.
Brander, dan Peter Nielsen (2002) menjelaskan tentang model sistem arus balik di
Pulau Moreton, Australia. Dalam pemodelan ini, ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan yang mempengaruhi sirkulasi seperti peningkatan dan penurunan
gradien hidrolik. Dalam pemodelan ini mengindikasikan bahwa adanya perubahan
pada pola utama yaitu gaya pembangkit, gradien tekanan, dan juga pola sirkulasi.
Ketika muka air laut meningkat, yaitu pada saat terjadi pasang, gelombang pada
penghalang (bar) belum pecah tetapi pada saat mendekati pantai yang secara
seragam, gelombang pecah. Ketika muka air turun, yaitu saat terjadi surut, maka
gelombang akan pecah pada penghalang (bar).
Ada beberapa ketidaksesuaian antara model dengan pengukuran lapangan, seperti
arus balik pada model dibangkitkan kemudian, namun pada data lapangan tidak
demikian. Hal ini mungkin ini terjadi karena penggunaan alat untuk gelombang
monokromatik yang titik pecah sudah ditentukan.
Kevin A.Haas, I.A. Svendsen, Merrick C. Haller, dan Qun Zhao (2003)
menggunakan model numerik shorecirc untuk mensimulasikan pembangkitan
arus pada daerah basin (lembah) yang tertutup dan telah dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haller, dkk (2002).
Aliran pada model jika dibandingkan dengan aliran yang menggunakan waktu
sebenarnya dari hasil lapangan, ditemukan hasil yang menunjukkan bahwa ada
kesesuaian antara model dan data laboratorium. Indeks kesesuaian Wilmott (1981)
antara model dan data hasil lapangan sudah cocok.
Pertama, terdapat arus balik yang berbeda pada dua saluran (channel), arus balik
akan lebih besar di permukaan saluran dibandingkan dengan di bagian bawah
saluran. Hal ini disebabkan karena perbedaan kedalaman saluran sepanjang
lembah (basin).
Kedua, gesekan dasar (bottom stress) juga mempengaruhi stabilitas dari arus
balik. Gesekan dasar yang semakin besar akan menyebabkan aliran yang lebih
stabil karena arus balik yang berkelok-kelok semakin mengecil dan semakin
sedikit gelombang eddy yang ditimbulkan. Meskipun gesekan semakin besar akan
mengurangi magnitude kecepatan arus balik yang muncul, kecepatan waktu rata-
rata (time-average) arus balik akan meningkat diakibatkan karena fluktuasi
alirannya semakin kecil. Adanya pengaruh yang signifikan pada aliran fluida
membantu dalam mengestimasi berapa besar nilai faktor gesekan dasar
sebenarnya.
Ketiga, interaksi arus dan gelombang sangat penting pada pembentukan arus
balik. Obsevasi laboratorium yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan
tinggi gelombang akibat adanya arus balik dan interaksi antara gelombang dan
arus balik menimbulkan getaran (pulsa) arus balik yang lambat. Tinggi
gelombang yang telah dimodelkan menunjukkan peningkatan tinggi gelombang
pada saluran (channel) disebabkan adanya arus balik.
menggunakan model tiga dimensi telah banyak dilakukan di luar perairan
Indonesia. Diawali oleh Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994), beberapa tahun
kemudian, berkembang beberapa penelitian yang saling melengkapi.
Penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh: Z. Li dan B. Jhons (1998),
Uday Putrevu dan Ib A. Svendsen (1999), Kevin A. Haas, Ib A.Svendsen,
dan Qun Zhao (2000), Kevin A.Haas, Ib A. Svenden, Robert W. Brander, dan
Peter Nielsen (2002), Kevin A.Haas, I.A. Svendsen, Merrick C. Haller, dan Qun
Zhao (2003).
Pengkajian mengenai arus yang ditimbulkan oleh gelombang menggunakan
model tiga dimensi diperkenalkan oleh Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994).
Dalam penelitiannya, mereka menjelaskan secara umum tentang aliran
unsteady pada topografi yang tidak rata. Selain itu dibahas pula tentang
percampuran arus yang tidak seragam dalam persamaan momentum yang
diintegrasikan terhadap kedalaman. Dalam hasil penelitian ini dijelaskan pula
bahwa percampuran terjadi karena ketidakseragaman secara vertikal dari
kecepatan horisontal gelombang pendek yang dirata-ratakan. Bila dilihat
secara analisis, hal ini menjelaskan tentang efek percampuran lateral yang
disebabkan oleh ketidakseragaman vertikal. Ketidakseragaman vertikal ini
akan mendominasi percampuran lateral.
Z. Li dan B. Johns (1998), mengembangkan model numerik tiga dimesi untuk
perambatan gelombang permukaan perairan dangkal periode pendek di wilayah
gelombang pecah (surf zone) dan arus sejajar pantai (longshore current). Model
numerik tiga dimensi ini didasarkan pada persamaan Reynold untuk perairan
dangkal non linear. Dalam tulisannya, mereka menjelaskan bahwa turbulensi
terjadi oleh gelombang pecah dan fluida geser vertikal sekitar pantai. Posisi
pergerakan garis pantai ditentukan dari persamaan model selama proses simulasi
perambatan. Model digunakan untuk menjelaskan arus sejajar pantai (longshore
current) selama satu kali putaran gelombang. Hal ini menunjukkan bahwa arus
sejajar pantai dengan kedalaman yang dirata-ratakan maksimum terjadi di sekitar
laut lepas dimana energi turbulen melewati gelombang pecah maksimum. Dalam
penjelasan lebih lanjut menunjukkan bahwa gradien yang melintang pantai dari
fluks momentum sejajar pantai penting dalam munculnya arus arus sejajar pantai.
Uday Putrevu dan Ib A. Svendsen (1999) kembali hadir untuk melengkapi
penelitian yang pernah dilakukan. Dalam tulisannya, mereka membahas
tentang sirkulasi yang disebabkan oleh gelombang pendek di perairan dekat
pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakseragaman vertikal dari
kecepatan horisontal mempertinggi percampuran secara horisontal.
Memasuki abad milenium, Kevin A. Haas, Ib A. Svendsen, dan Qun Zhao (2000)
menggunakan model yang sama dengan Ib A. Svendsen dan Putrevu (1994)
untuk mengembangkan variasi tiga dimensi dari arus balik (rip current) dengan
menggunakan model fisik dan numerik. Hasil penelitian membahas tentang arus
balik (rip current) yang menunjukkan arah gelombang. Profil secara vertikal dari
arus balik (rip current) diperoleh dari berbagai kedalaman yang seragam pada sisi
dalam dari saluran (channel) menuju ke kedalaman laut lepas. Pada saluran arus
balik yang menuju laut lepas mempunyai kecepatan yang sangat kuat di
permukaan daripada di dekat dasar. Sedangkan arus balik di laboratorium
digambarkan melalui struktur vertikal dari arus balik bagian dalam dan luar
daerah gelombang pecah (surf zone). Di bagian dalam daerah gelombang pecah,
arus cenderung tertutup dengan kedalaman yang seragam. Sebaliknya, sisi luar
daerah gelombang pecah mempunyai variasi kedalaman yang signifikan dengan
kecepatan yang kuat dekat permukaan dan melemah menuju pantai dekat dasar.
Selain itu, arus yang melintang pantai (cross shore) pada bagian dalam arus balik
mempunyai profil vertikal yang sama tanpa memperhitungkan posisi arus sejajar
pantai dari arus balik. Sirkulasi perairan dekat pantai model shorecirc digunakan
untuk mensimulasikan arus balik dalam kolom gelombang. Hasil model dan
kenyataan di lapangan menunjukkan kesamaan sehingga dapat digunakan untuk
menganalisa struktur dari arus balik secara lebih detail.
Dengan menggunakan model yang sama Kevin A.Haas, Ib A. Svenden, Robert W.
Brander, dan Peter Nielsen (2002) menjelaskan tentang model sistem arus balik di
Pulau Moreton, Australia. Dalam pemodelan ini, ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan yang mempengaruhi sirkulasi seperti peningkatan dan penurunan
gradien hidrolik. Dalam pemodelan ini mengindikasikan bahwa adanya perubahan
pada pola utama yaitu gaya pembangkit, gradien tekanan, dan juga pola sirkulasi.
Ketika muka air laut meningkat, yaitu pada saat terjadi pasang, gelombang pada
penghalang (bar) belum pecah tetapi pada saat mendekati pantai yang secara
seragam, gelombang pecah. Ketika muka air turun, yaitu saat terjadi surut, maka
gelombang akan pecah pada penghalang (bar).
Ada beberapa ketidaksesuaian antara model dengan pengukuran lapangan, seperti
arus balik pada model dibangkitkan kemudian, namun pada data lapangan tidak
demikian. Hal ini mungkin ini terjadi karena penggunaan alat untuk gelombang
monokromatik yang titik pecah sudah ditentukan.
Kevin A.Haas, I.A. Svendsen, Merrick C. Haller, dan Qun Zhao (2003)
menggunakan model numerik shorecirc untuk mensimulasikan pembangkitan
arus pada daerah basin (lembah) yang tertutup dan telah dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haller, dkk (2002).
Aliran pada model jika dibandingkan dengan aliran yang menggunakan waktu
sebenarnya dari hasil lapangan, ditemukan hasil yang menunjukkan bahwa ada
kesesuaian antara model dan data laboratorium. Indeks kesesuaian Wilmott (1981)
antara model dan data hasil lapangan sudah cocok.
Pertama, terdapat arus balik yang berbeda pada dua saluran (channel), arus balik
akan lebih besar di permukaan saluran dibandingkan dengan di bagian bawah
saluran. Hal ini disebabkan karena perbedaan kedalaman saluran sepanjang
lembah (basin).
Kedua, gesekan dasar (bottom stress) juga mempengaruhi stabilitas dari arus
balik. Gesekan dasar yang semakin besar akan menyebabkan aliran yang lebih
stabil karena arus balik yang berkelok-kelok semakin mengecil dan semakin
sedikit gelombang eddy yang ditimbulkan. Meskipun gesekan semakin besar akan
mengurangi magnitude kecepatan arus balik yang muncul, kecepatan waktu rata-
rata (time-average) arus balik akan meningkat diakibatkan karena fluktuasi
alirannya semakin kecil. Adanya pengaruh yang signifikan pada aliran fluida
membantu dalam mengestimasi berapa besar nilai faktor gesekan dasar
sebenarnya.
Ketiga, interaksi arus dan gelombang sangat penting pada pembentukan arus
balik. Obsevasi laboratorium yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan
tinggi gelombang akibat adanya arus balik dan interaksi antara gelombang dan
arus balik menimbulkan getaran (pulsa) arus balik yang lambat. Tinggi
gelombang yang telah dimodelkan menunjukkan peningkatan tinggi gelombang
pada saluran (channel) disebabkan adanya arus balik.