Hasil penelitian dari tim gabungan internasional membuktikan
kesalahan Teori Darwin yang menyebutkan suara kicauan burung merupakan
sifat burung jantan untuk menarik perhatian betinanya. Tim gabungan yang
terdiri atas sejumlah ilmuwan dari Universitas Maryland (Baltimore
County), Universitas Melbourne (Australia), Universitas Leiden
(Belanda), dan Universitas Nasional Australia / ANU membuktikan hal yang
berbeda, di mana burung betina pun bisa berkicau untuk menyaingi burung jantan dalam rangka seleksi alam. Hasil penelitian telah dipublikasikan dalam Jurnal Nature Communications, hari Rabu (5/3) ini.
Hasil penelitian yang dirilis ANU secara langsung menentang asumsi lama yang masih dipegang mengenai sexing (penentuan jenis kelamin) pada burung, serta memunculkan sejumlah pertanyaan baru mengenai Teori Darwin, khususnya seleksi seksual dan evolusi suara nyanyian burung.
“Selama ini Darwin selalu fokus pada evolusi lagu melalui seleksi seksual, dan berasumsi suara kicauan burung merupakan sifat dari burung jantan untuk menarik betina,” kata Doktor Naomi Langmore, penulis laporan hasil penelitian dari ANU’s Research School of Biology.
Ditambahkan, penemuan tim gabungan internasional ini menunjukkan bahwa nyanyian burung saat ini sudah berevolusi melalui proses lebih luas, yang disebutnya sebagai seleksi sosial. Sebab burung dari dua jenis kelamin (jantan dan betina) akan saling berkompetisi untuk makanan, lokasi bersarang, mencari pasangan, dan menjaga wilayah teritorial.
Dalam teorinya, Darwin mengatakan peran utama burung betina adalah mendengar suara kicauan dari burung jantan. Jika ditemukan burung betina yang memiliki kepandaian bernyanyi, maka secara tradisional akan dianggap sebagai sesuatu yang langka, atau dianggap sebagai penyimpangan hormonal.
Namun hasil penelitian terbaru seolah membantah Teori Darwin. Para ilmuwan menemukan fakta baru, di mana banyak burung pengicau berjenis kelamin betina memiliki kemampuan berkicau seperti yang dimiliki burung jantan. Bahkan sebagian kemampuan itu sudah ada sejak nenek-moyang mereka. Dengan begitu, kemampuan bernyanyi burung betina bukanlah sesuatu yang langka atau akibat penyimpangan hormonal.
Saat ini, para peneliti sydag berhasil mengamati sekitar 71 persen dari spesies burung pengicau yang ada di seluruh dunia. Artinya, hasil penelitian mereka sangat sahih untuk menumbangkan Teori Darwin.
Dia juga mengatakan, baik burung jantan maupun burung betina sama-sama memiliki suara kicauan yang berirama dan bervariasi.
Diakuinya, suara kicauan burung betina jarang ditemukan pada kelompok burung pengicau di Amerika Utara dan Eropa. Hal tersebut mungkin bisa menjawab pertanyaan mengapa asumsi dan teori Darwin bisa berlangsung begitu lama.
Jika dicermati, sebenarnya banyak tulisan Om Kicau terdahulu yang menjelaskan beberapa jenis burung berkicau di Indonesia, di mana burung betina memiliki suara kicauan yang hampir sama seperti burung jantan. Misanya cucak hijau, cendet, murai batu, kacer, sikatan (termasuk tledekan dan decu), kutilang, jalak, dan sebagainya.
Bahkan, Om Kicau pernah mengungkap fakta bahwa sebagian besar burung cendet yang berprestasi di arena lomba berjenis kelamin betina. Tidak percaya? Silakan saja buka artikel ini: Tahukah Anda, banyak cendet jawara berjenis kelamin betina.
Namun, ada juga beberapa spesies burung di mana burung betina tidak memiliki kemampuan berkicau sebaik burung jantan. Mereka hanya bisa mengeluarkan suara panggilan (call), untuk menyahut kicauan burung jantan. Contohnya burung robin, pancawarna, poksai hongkong, beberapa jenis poksai lainnya, perenjak dan ciblek.
Semoga bermanfaat.
–
–
Dalam penelitian yang intensif terhadap beberapa spesies burung, tim
gabungan ilmuwan internasional ini menemukan bukti terbaru, burung
betina bisa memiliki suara kicauan hampir sama dengan burung jantan.
Fakta baru ini tentu menjungkirbalikkan teori lama yang dikembangkan
Charles Darwin, bahwa nyanyian burung adalah sifat eksklusif dari burung
jantan.Hasil penelitian yang dirilis ANU secara langsung menentang asumsi lama yang masih dipegang mengenai sexing (penentuan jenis kelamin) pada burung, serta memunculkan sejumlah pertanyaan baru mengenai Teori Darwin, khususnya seleksi seksual dan evolusi suara nyanyian burung.
“Selama ini Darwin selalu fokus pada evolusi lagu melalui seleksi seksual, dan berasumsi suara kicauan burung merupakan sifat dari burung jantan untuk menarik betina,” kata Doktor Naomi Langmore, penulis laporan hasil penelitian dari ANU’s Research School of Biology.
Ditambahkan, penemuan tim gabungan internasional ini menunjukkan bahwa nyanyian burung saat ini sudah berevolusi melalui proses lebih luas, yang disebutnya sebagai seleksi sosial. Sebab burung dari dua jenis kelamin (jantan dan betina) akan saling berkompetisi untuk makanan, lokasi bersarang, mencari pasangan, dan menjaga wilayah teritorial.
Dalam teorinya, Darwin mengatakan peran utama burung betina adalah mendengar suara kicauan dari burung jantan. Jika ditemukan burung betina yang memiliki kepandaian bernyanyi, maka secara tradisional akan dianggap sebagai sesuatu yang langka, atau dianggap sebagai penyimpangan hormonal.
Namun hasil penelitian terbaru seolah membantah Teori Darwin. Para ilmuwan menemukan fakta baru, di mana banyak burung pengicau berjenis kelamin betina memiliki kemampuan berkicau seperti yang dimiliki burung jantan. Bahkan sebagian kemampuan itu sudah ada sejak nenek-moyang mereka. Dengan begitu, kemampuan bernyanyi burung betina bukanlah sesuatu yang langka atau akibat penyimpangan hormonal.
Saat ini, para peneliti sydag berhasil mengamati sekitar 71 persen dari spesies burung pengicau yang ada di seluruh dunia. Artinya, hasil penelitian mereka sangat sahih untuk menumbangkan Teori Darwin.
–
Doktor Langmore menambahkan, sebagian besar spesies burung penyanyi
yang ada di Australia, baik jantan maupun betina, memiliki kemampuan
berkicau yang sama. Hal ini bisa dibuktikan pada burung lyrebird, fairy-wren, honeyeaters (burung isap-madu), burung kipasan, whistler, dan magpie.Dia juga mengatakan, baik burung jantan maupun burung betina sama-sama memiliki suara kicauan yang berirama dan bervariasi.
Diakuinya, suara kicauan burung betina jarang ditemukan pada kelompok burung pengicau di Amerika Utara dan Eropa. Hal tersebut mungkin bisa menjawab pertanyaan mengapa asumsi dan teori Darwin bisa berlangsung begitu lama.
Jika dicermati, sebenarnya banyak tulisan Om Kicau terdahulu yang menjelaskan beberapa jenis burung berkicau di Indonesia, di mana burung betina memiliki suara kicauan yang hampir sama seperti burung jantan. Misanya cucak hijau, cendet, murai batu, kacer, sikatan (termasuk tledekan dan decu), kutilang, jalak, dan sebagainya.
Bahkan, Om Kicau pernah mengungkap fakta bahwa sebagian besar burung cendet yang berprestasi di arena lomba berjenis kelamin betina. Tidak percaya? Silakan saja buka artikel ini: Tahukah Anda, banyak cendet jawara berjenis kelamin betina.
Namun, ada juga beberapa spesies burung di mana burung betina tidak memiliki kemampuan berkicau sebaik burung jantan. Mereka hanya bisa mengeluarkan suara panggilan (call), untuk menyahut kicauan burung jantan. Contohnya burung robin, pancawarna, poksai hongkong, beberapa jenis poksai lainnya, perenjak dan ciblek.
Semoga bermanfaat.
–