Program tersebut bertujuan untuk mendata
profil masjid-masjid di Belanda. Lewat program ini, diharapkan setiap
Muslim dapat mengetahui segala hal tentang masjid, semua informasi yang
berkenaan dengan setiap masjid. Program ini menyajikan secara lengkap
profil setiap masjid, seperti latar belakang etnisnya, alamat, kode pos,
nomor telepon, alamat e-mail, gambar masjid, bahasa yang digunakan
dalam khotbah Jumat, toko buku, kapasitas muat masjid untuk laki-laki
dan perempuan, ketersediaan kamar mandi dan tempat wudlu baik untuk
laki-laki atau perempuan, dan tak ketinggalan beberapa kondisi umum,
seperti bangunan tua, tidak ada parkir, pelajaran khusus, kelengkapan,
dan juga jadwal shalat sesuai dengan lokasi tertentu.
Awal Mengenal Islam
Nourdeen mengaku tidak tahu kapan
persisnya ia benar-benar menjadi seorang Muslim. Perkenalannya dengan
Islam dimulai empat atau lima tahun sebelum ia resmi mengucapakan dua
kalimat syahadat. Semua dimulai dari keingintahuannya tentang Islam yang
waktu itu sedang hangat-hangatnya dibicarakan di media Eropa, pasca
tragedi 11 September.
“Buku pertama yang saya baca tentang
Islam sangat akademis dan sangat sulit dipahami. Karenanya saya
memutuskan untuk mencari buku lain agar saya dapat lebih mudah memahami
Islam, dan saya tetap membaca dan lebih banyak lagi,” kenang Nourdeen.
“Setelah membaca banyak buku, saya
menemukan bahwa Islam tidak seperti anggapan saya selama ini. Justru
banyak ajaran Islam yang sesuai dengan apa yang saya percayai secara
natural,” tambahnya.
Menurut Nourdeen, Sebagian besar
pencitraan media terhadap Islam sepenuhnya salah. Anggapan media Barat
bahwa Islam adalah agama penindas hak perempuan merupakan kekeliruan
besar. Islam juga bukan agama kekerasan dan teroris. Baginya, Islam
bukan hanya agama damai namun juga agama yang menghormati akal.
“Saya menemukan Islam sebagai agama yang
sangat rasional. Agama yang mendukung ilmu pengetahuan. Ia mendorong
manusia untuk memahami dan menafakkuri segala sesuatu di sekitarnya.
Sebuah agama yang mengajak umatnya untuk berfikir kritis,” paparnya.
“Sebelum mendalami Islam, saya selalu
berpikir bahwa menjadi seorang atheist mungkin lebih mudah dan enak,
saya bisa bebas melakukan apa pun yang saya inginkan, namun hati kecil
saya selalu mengkritik gaya hidup seperti itu, dan akhirnya saya
mencapai kesadaran tentang Tuhan. Inilah kebenaran yang saya rasakan
dalam Alquran dan hadis,” akunya.
Respons Keluarga dan Lingkungan
Nourdeen lahir dan besar dalam keluarga
dengan multikepercayaan, ayahnya seorang atheist, sementara ibunya
penganut agamanya Kristen Protestan. Keputusannya untuk menjadi mualaf
tidak mendapat penentangan yang berarti dari keluarganya.
Keinginan Nourdeen untuk menjadi Muslim
memang tidak langsung ia ceritakan kepada kedua orangtuanya. Nourdeen
hanya beruhasa memancing reaksi mereka dengan bertanya kepada mereka
jika ia beralih ke agama lain seperti Islam, mereka menyatakan bahwa itu
adalah pilihan hidupmu, selama tidak mengganggu siapa pun, ia bebas
menentukannya.
Meskipun begitu ibu Nourdeen sempat
menasihatinya bahwa menjadi Kristen itu lebih mudah. Nourdeen pun
menjawab, “saya tidak sedang mencari agama yang paling mudah, tetapi
palaing benar.”
Berbeda dengan ibunya, ayahnya justru
memberi dukungan penuh kepada keputusannya tersebut. “Saya sangat
bahagiaakarena ayah bersedia mendampingi saya di saat saya mengucapkan
dua kalimat syahadat, dan ini terekam oleh kamera video. Ia mendukung
saya karena saya merupakan bagian dari dia, dan Islam akan menjadi
bagian dari saya, maka dia akan menerima saya dengan keislaman saya,”
papar Nourdeen.
Kebebasan yang diberikan keluarganya ini
diakui Nourdeen sebagai anugrah besar. Karena menurutnya, tak sedikit
teman-teman mualaf yang menghadapi masalah yang cukup serius akibat dari
penentangan pihak keluarga.
“Kenyataannya, memang banyak dari mualaf
yang menghadapi masalah keluarga ketika mereka menyatakan diri sebagai
Muslim. Rata-rata yang mengahadapi problem seperti ini adalah
perempuan,” ujarnya.
“Saya sangat menghormati perempuan di
negara ini yang menjadi mualaf, karena kondisi yang mereka hadapi lebih
sulit, belum lagi problem pakaian yang mereka kenakan. Bahkan ada yang
diusir dari rumah mereka dan keluarga mereka tidak mau menerima mereka
lagi. Karenanya, saya sangat beruntung, alhamdulillah, dengan keluarga
saya.
Respons positif pun Nourdeen dapatkan
dari atasan kerjanya. Setelah resmi menjadi Muslim, Nourdeen kemudian
mengirim e-mail kepada atasannya untuk memberitahu atasanya tersebut
bahwa ia telah menjadi seorang Muslim.
“Namun, alhamdulillah, saya tidak kena
damprat. Justru saya mendapat bonus pada akhir tahun berdasarkan
evaluasi kerja saya. Atasan saya mengatakan bahwa di samping saya
memeliki kinerja yang baik, saya juga mampu membuat pilihan yang sulit
ketika saya memilih menjadi seorang Muslim. Dia mengatakan bahwa saya
memiliki keberanian untuk mengambil pilihan yang sulit di samping saya
mampu bekerja dengan baik,” paparnya.
Mendalami Islam
Setelah resmi masuk Islam, Nourdeen masih
terus bersemangat dalam mempelajari Islam. Ia juga sering berdiskusi
dengan umat Islam yang lebih senior, namun kegemarannya melahap
buku-buku Islam justu menjadikannya lebih banyak tahu tentang Islam
dibanding mereka.
“Saya membaca buku karangan Tariq Ramadan berjudul In the Footsteps of the Prophet (Jejak-jejak
Nabi). Buku ini banyak membantu saya sebagai Muslim Eropa karena
ditulis dengan cara yang cocok bagi orang Barat. Metode Arab dalam
penulisan cerita berbeda dengan metode Barat, tetapi Tariq Ramadan mampu
menyampaikan pesannya dengan menggunakan pendekatan Barat,” ujar
Nourdeen.
“Saat ini, saya juga mempelajari Alquran
di Dar al-’Ilm di Belanda. Tempat ini menyediakan kajian Alquran secara
menyeluruh dari A hingga Z berdasarkan Tafsir Ibnu Kathir,” imbuhnya.
Menanggapi perkembangan isu keislaman dan
perbedaan kultur dan kondisi antara Barat dan Timur, Nourdeen
mengatakan bahwa beberapa fatwa yang dikeluarkan di banyak negara-negara
Muslim tidak dapat dilaksanakan secara keseluruhan di negara-negara
Muslim minoritas. Beberapa modifikasi harus dilakukan agar sesuai dengan
kondisi Barat.[islam.online.com]
http://kisahmuallaf.wordpress.com/2010/12/04/nourdeen-wildeman-islam-agama-rasional/