Hampir semua jenis kayu dapat dimasak dengan proses kraft pulping. Proses
kraft pulping merupakan proses pembuatan pulp secara kimia dan berkembang sengat
cepat dan telah mendominasi sekitar 70% dari total produksi pulp. Tujuan kraft pulping
adalah untuk memisahkan serat (fiber) dalam kayu secara kimia dan melarutkan lignin
dan lamella yang mengikat serat bersama-sama.Bahan kimia dalam larutan pemasak
juga melakukan penetrasi dinding serat dan melarutkan lignin (Fengel dan Wegener,
1995)
Keuntungan dari tipe pemasakan ini adalah dapat digunakan kembali sisa cairan
pemasak, sehingga proses sulfat relatif bebas dari pembuangan residu. Selain itu proses
ini efektif diterapkan untuk segala spesies kayu termasuk spesies-spesies dengan
kandungan resin tinggi. Sedangkan salah satu aspek negatifnya adalah sifat bau kubis
busuk yang khas karena senyawa belerang lebih sederhana dan mudah menguap. Untuk
mengantisipasi itu, maka senyawa belerang harus benar-benar dihilangkan 100% dari
19
gas timbunannya (Haygreen dan Bowyer, 1993). Kekurangan pulp kraft yang lainnya
adalah dibutuhkannya biaya untuk tahapan pemutihannya karena warna pulp yang
dihasilkan lebih gelap (Fengel dan Wegener, 1995). Sjostrom (1995) menyatakan bahwa
impregnasi bahan kimia oleh chips tidak sekritis pada pemasakan pulp sulfit asam.
Difusi bahan kimia dalam kayu yang jenuh dengan cairan dikendalikan oleh luas
penampang lintang total dari semua kapiler. Luas jalur yang tersedia untuk difusi lebih
tinggi pada arah longitudinal dibandingkan dengan arah radial dan tangensial.
Bahan kimia utama yang digunakan dalam proses kraft pulping adalah NaOH
dan Na2S dan juga Na2CO3. Kebutuhan bahan kimia ini dinyatakan sebagai berat bahan
kimia per berat kayu yang sebanding dengan rasio liqour terhadap kayu, konsentrasi dan
variabel kunci operasional (Minims, 1990).
Reaksi kimia terjadi antara alkali aktif dan alkali efektif (jumlah ion OH kaustik
yang ada) dengan komponen kayu. Hampir semua bahan kimia dikonsumsi oleh
karbohidrat, dan kekuatan pulp ditentukan oleh derajat penghilangan selulosa dan
hemiselulosa. Adanya Na2S menghasilkan hidrosulfida HS yang dapat mempercepat
penghilangan lignin dan menghasilkan pulp yang sifat fisiknya kuat. Proses pemasakan
dikontrol dengan target kappa number, dimana jumlah residu lignin yang ada diukur
pada akhir pemasakan (Minims, 1990).
2.5.1. Definisi dan Istilah dalam Proses Kraft
Dalam proses kraft istilah-istilah berikut ini sering ditemukan yaitu:
1. Bahan kimia total : semua garam-garam natrium, yang dinyatakan sebagai Na2O
20
2. Aktif Total Alkali : NaOH + Na2S + Na2CO3 + ½ Na2SO4 yang dinyatakan dalam
Na2O
3. Alkali Efektif : NaOH + ½ Na2S yang dinyatakan sebagai Na2O
4. Aktifitas : perbandingan persentase alkali aktif terhadap alkali total
5. Efesiensi Kaustisasi : perbandingan NaOH terhadap NaOH + Na2CO3 sebagai Na2O
6. Kaustisasi : perbandingan NaOH terhadap alkali aktif sebagai Na2O
7. Sulfidity : perbandingan Na2S terhadap alkali aktif Na2O + NaOH
8. Reduksi : perbandingan Na2S terhadap Na2SO4 + Na2S + senyawa sulfur yang ada
dalam lindi hijau sebagai Na2O
9. Salt cake tak tereduksi : Na2SO4 dalam lindi hijau sebagai Na2O
2.5.2. Cairan Pemasak dan Komponen Aktif
Dalam proses kraft pulping terdapat cairan pemasak atau sering disebut juga
dengan lindi putih (white liquor) yang terdiri dari larutan NaOH dan Na2S. Dalam lindi
putih juga terdapat bahan kimia yang non-aktif yang disebut dead load chemical yaitu
Na2CO3. Komponen-komponen yang aktif dalam lindi putih adalah ion hodroksil (OH)
dan hidrosulfida (SH) (Minims, 1990).
NaOH
Na2S
S2- + H2O
→ Na+ + OH-
→ 2Na+ + S2-
→ SH- + OH-
Ion sulfida yang berasal dari Na2S bereaksi dengan satu molekul air
menghasilkan satu ion hidroksil dan satu hidrosulfida. Konsentrasi dan total pemasakan
21
SH- dan OH- merupkan elemen kunci dalam semua reaksi selama proses pulping, baik
reaksi pelarutan lignin maupun reaksi degradasi selulosa yang tidak diinginkan. Jadi
alkali efektif merupakan total jumlah OH- murni dan setengah bagian sulfide murni.
2.5.3. Variabel yang Mempengaruhi Pemasakan
Variabel yang memepengaruhi proses pemasakan (cooking) dapat dibagi menjadi
3 kategori:
1. Kualitas chip
2. Kondisi atau sifat cairan pemasak
3. Variabel control cooking
Dari ketiganya, variabel control cooking adalah satu-satunya yang dapat atau harus
dikontrol saat proses pemasakan. Pada situasi ini chip dan cairan pemasak sudah
ditentukan.
Variabel kontrol pemasakan yang utama adalah :
1. Waktu pemasakan (H-faktor)
2. Muatan alkali (AA charge)
3. Rasio liquor terhadap kayu (Minims, 1990).
Sulfidity tidak dapat dikontrol karena merupakan kondisi (sifat) cairan pemasak.
Namun dapat diubah dengan mengatur rasio sodium terhadap sulfur pada make-up bahan
kimia, dan dipengaruhi oleh efisiensi washing, operasional recovery boiler dan
penambahan salt cake (Na2SO4) (Minims, 1990).
2.6. Konsentrasi alkali aktif
Alkali aktif merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan pulp kraft
yang didefinisikan sebagai penjumlahan antara NaOH dan Na2S dan terkandung dalam
larutan pemasak (Sjostrom, 1995). Sedangkan konsentrasi alkali aktif diartikan sebagai
persentase NaOH + Na2S terhadap berat kering tanur chips. Nimz dalam Sukaton (2004)
dalam Sihono (2008) menyatakan bahwa peningkatan alkali aktif akan mengakibatkan
terjadinya pemutusan rantai lignin dari rantai phenil propan yang mempunyai bentuk
ikatan α dan β-aril ether dan ikatan antar karbon (C-C), akibatnya kayu akan menjadi
lunak dan mudah dipisahkan seratnya.
Fungsi utama dari campuran NaOH dan Na2S pada pemasakan adalah untuk
melarutkan lignin secara selektif dan membuatnya lebih larut dalam cairan pemasak
sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan selulosanya (Anonim, 2002). Namun
demikian, dalam proses pemasakan diperlukan modifikasi konsentrasi alkali aktif karena
apabila konsentrasinya terlalu tinggi akan terjadi pelarutan lignin yang sangat cepat
bahkan bisa merusak selulosanya. Biasanya kayu lunak membutuhkan jumlah dan
konsentrasi alkali yang lebih tinggi daripada kayu keras untuk mencapai derajat
delignifikasi yang sebanding (Fengel dan Wegener, 1995).
2.7. Waktu Pemasakan
Swart dan Mac donald dalam Simatupang (1999) menyatakan bahwa faktor jenis
dan kualitas kayu, waktu pemasakan, suhu pemasakan, sulfiditas, perbandingan larutan
pemasak terhadap kayu, dan konsentrasi larutan pemasak akan mempengaruhi kualitas
23
pulp sulfat. Menurut Libby (1962) dalam Simatupang (1999) keragaman berat jenis
kayu menyebabkan perbedaan kualitas pulp yang dihasilkan. Sebagai contoh, kayu yang
berat jenisnya tinggi pada umumnya memerlukan waktu pemasakan yang lebih lama
daripada kayu yang berat jenisnya rendah.
Bray dalam Silitonga dan Pasaribu (1974) mengemukakan bahwa waktu
penetrasi dalam proses sulfat adalah 1,5 jam dan waktu pemasakan pada suhu
pemasakan pasa suhu maksimum memerlukan waktu 2-2,5 jam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Casey (1952) dalam Simatupang (1999) menyatakan bahwa jumlah waktu
pemasakan tersebut yaitu 3,5 - 4 jam.
Waktu pemasakan yang terlalu lama dari waktu pemasakan optimum akan
menyebabkan terjadinya degradasi selulosa yang semakin besar. Waktu pemasakan
sulfat pada suhu maksimum untuk kayu daun lebar adalah 2 jam dan waktu pemasakan
untuk kayu daun jarum adalah 3 jam (Simatupang, 1999).
Proses delignifikasi terjadi melalui 3 tahap, pada pemasakan standar, tahap awal
delignifikasi (initial delignification) terjadi sebelum suhu menacapai 140 0C dan sekitar
5% lignin larut dalam total lignin. Pada tahap delignifikasi curah (bulk delignification)
yang terjadi pada suhu diatas 140 0C dan sekitar 89% lignin terlarut dalam total lignin.
Pada tahap akhir delignifikasi ( residual delignification ) hanya 1% lignin yang larut
dalam total lignin (Achmadi, 1990 dalam Gumardes, 2003).
kraft pulping merupakan proses pembuatan pulp secara kimia dan berkembang sengat
cepat dan telah mendominasi sekitar 70% dari total produksi pulp. Tujuan kraft pulping
adalah untuk memisahkan serat (fiber) dalam kayu secara kimia dan melarutkan lignin
dan lamella yang mengikat serat bersama-sama.Bahan kimia dalam larutan pemasak
juga melakukan penetrasi dinding serat dan melarutkan lignin (Fengel dan Wegener,
1995)
Keuntungan dari tipe pemasakan ini adalah dapat digunakan kembali sisa cairan
pemasak, sehingga proses sulfat relatif bebas dari pembuangan residu. Selain itu proses
ini efektif diterapkan untuk segala spesies kayu termasuk spesies-spesies dengan
kandungan resin tinggi. Sedangkan salah satu aspek negatifnya adalah sifat bau kubis
busuk yang khas karena senyawa belerang lebih sederhana dan mudah menguap. Untuk
mengantisipasi itu, maka senyawa belerang harus benar-benar dihilangkan 100% dari
19
gas timbunannya (Haygreen dan Bowyer, 1993). Kekurangan pulp kraft yang lainnya
adalah dibutuhkannya biaya untuk tahapan pemutihannya karena warna pulp yang
dihasilkan lebih gelap (Fengel dan Wegener, 1995). Sjostrom (1995) menyatakan bahwa
impregnasi bahan kimia oleh chips tidak sekritis pada pemasakan pulp sulfit asam.
Difusi bahan kimia dalam kayu yang jenuh dengan cairan dikendalikan oleh luas
penampang lintang total dari semua kapiler. Luas jalur yang tersedia untuk difusi lebih
tinggi pada arah longitudinal dibandingkan dengan arah radial dan tangensial.
Bahan kimia utama yang digunakan dalam proses kraft pulping adalah NaOH
dan Na2S dan juga Na2CO3. Kebutuhan bahan kimia ini dinyatakan sebagai berat bahan
kimia per berat kayu yang sebanding dengan rasio liqour terhadap kayu, konsentrasi dan
variabel kunci operasional (Minims, 1990).
Reaksi kimia terjadi antara alkali aktif dan alkali efektif (jumlah ion OH kaustik
yang ada) dengan komponen kayu. Hampir semua bahan kimia dikonsumsi oleh
karbohidrat, dan kekuatan pulp ditentukan oleh derajat penghilangan selulosa dan
hemiselulosa. Adanya Na2S menghasilkan hidrosulfida HS yang dapat mempercepat
penghilangan lignin dan menghasilkan pulp yang sifat fisiknya kuat. Proses pemasakan
dikontrol dengan target kappa number, dimana jumlah residu lignin yang ada diukur
pada akhir pemasakan (Minims, 1990).
2.5.1. Definisi dan Istilah dalam Proses Kraft
Dalam proses kraft istilah-istilah berikut ini sering ditemukan yaitu:
1. Bahan kimia total : semua garam-garam natrium, yang dinyatakan sebagai Na2O
20
2. Aktif Total Alkali : NaOH + Na2S + Na2CO3 + ½ Na2SO4 yang dinyatakan dalam
Na2O
3. Alkali Efektif : NaOH + ½ Na2S yang dinyatakan sebagai Na2O
4. Aktifitas : perbandingan persentase alkali aktif terhadap alkali total
5. Efesiensi Kaustisasi : perbandingan NaOH terhadap NaOH + Na2CO3 sebagai Na2O
6. Kaustisasi : perbandingan NaOH terhadap alkali aktif sebagai Na2O
7. Sulfidity : perbandingan Na2S terhadap alkali aktif Na2O + NaOH
8. Reduksi : perbandingan Na2S terhadap Na2SO4 + Na2S + senyawa sulfur yang ada
dalam lindi hijau sebagai Na2O
9. Salt cake tak tereduksi : Na2SO4 dalam lindi hijau sebagai Na2O
2.5.2. Cairan Pemasak dan Komponen Aktif
Dalam proses kraft pulping terdapat cairan pemasak atau sering disebut juga
dengan lindi putih (white liquor) yang terdiri dari larutan NaOH dan Na2S. Dalam lindi
putih juga terdapat bahan kimia yang non-aktif yang disebut dead load chemical yaitu
Na2CO3. Komponen-komponen yang aktif dalam lindi putih adalah ion hodroksil (OH)
dan hidrosulfida (SH) (Minims, 1990).
NaOH
Na2S
S2- + H2O
→ Na+ + OH-
→ 2Na+ + S2-
→ SH- + OH-
Ion sulfida yang berasal dari Na2S bereaksi dengan satu molekul air
menghasilkan satu ion hidroksil dan satu hidrosulfida. Konsentrasi dan total pemasakan
21
SH- dan OH- merupkan elemen kunci dalam semua reaksi selama proses pulping, baik
reaksi pelarutan lignin maupun reaksi degradasi selulosa yang tidak diinginkan. Jadi
alkali efektif merupakan total jumlah OH- murni dan setengah bagian sulfide murni.
2.5.3. Variabel yang Mempengaruhi Pemasakan
Variabel yang memepengaruhi proses pemasakan (cooking) dapat dibagi menjadi
3 kategori:
1. Kualitas chip
2. Kondisi atau sifat cairan pemasak
3. Variabel control cooking
Dari ketiganya, variabel control cooking adalah satu-satunya yang dapat atau harus
dikontrol saat proses pemasakan. Pada situasi ini chip dan cairan pemasak sudah
ditentukan.
Variabel kontrol pemasakan yang utama adalah :
1. Waktu pemasakan (H-faktor)
2. Muatan alkali (AA charge)
3. Rasio liquor terhadap kayu (Minims, 1990).
Sulfidity tidak dapat dikontrol karena merupakan kondisi (sifat) cairan pemasak.
Namun dapat diubah dengan mengatur rasio sodium terhadap sulfur pada make-up bahan
kimia, dan dipengaruhi oleh efisiensi washing, operasional recovery boiler dan
penambahan salt cake (Na2SO4) (Minims, 1990).
2.6. Konsentrasi alkali aktif
Alkali aktif merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan pulp kraft
yang didefinisikan sebagai penjumlahan antara NaOH dan Na2S dan terkandung dalam
larutan pemasak (Sjostrom, 1995). Sedangkan konsentrasi alkali aktif diartikan sebagai
persentase NaOH + Na2S terhadap berat kering tanur chips. Nimz dalam Sukaton (2004)
dalam Sihono (2008) menyatakan bahwa peningkatan alkali aktif akan mengakibatkan
terjadinya pemutusan rantai lignin dari rantai phenil propan yang mempunyai bentuk
ikatan α dan β-aril ether dan ikatan antar karbon (C-C), akibatnya kayu akan menjadi
lunak dan mudah dipisahkan seratnya.
Fungsi utama dari campuran NaOH dan Na2S pada pemasakan adalah untuk
melarutkan lignin secara selektif dan membuatnya lebih larut dalam cairan pemasak
sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan selulosanya (Anonim, 2002). Namun
demikian, dalam proses pemasakan diperlukan modifikasi konsentrasi alkali aktif karena
apabila konsentrasinya terlalu tinggi akan terjadi pelarutan lignin yang sangat cepat
bahkan bisa merusak selulosanya. Biasanya kayu lunak membutuhkan jumlah dan
konsentrasi alkali yang lebih tinggi daripada kayu keras untuk mencapai derajat
delignifikasi yang sebanding (Fengel dan Wegener, 1995).
2.7. Waktu Pemasakan
Swart dan Mac donald dalam Simatupang (1999) menyatakan bahwa faktor jenis
dan kualitas kayu, waktu pemasakan, suhu pemasakan, sulfiditas, perbandingan larutan
pemasak terhadap kayu, dan konsentrasi larutan pemasak akan mempengaruhi kualitas
23
pulp sulfat. Menurut Libby (1962) dalam Simatupang (1999) keragaman berat jenis
kayu menyebabkan perbedaan kualitas pulp yang dihasilkan. Sebagai contoh, kayu yang
berat jenisnya tinggi pada umumnya memerlukan waktu pemasakan yang lebih lama
daripada kayu yang berat jenisnya rendah.
Bray dalam Silitonga dan Pasaribu (1974) mengemukakan bahwa waktu
penetrasi dalam proses sulfat adalah 1,5 jam dan waktu pemasakan pada suhu
pemasakan pasa suhu maksimum memerlukan waktu 2-2,5 jam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Casey (1952) dalam Simatupang (1999) menyatakan bahwa jumlah waktu
pemasakan tersebut yaitu 3,5 - 4 jam.
Waktu pemasakan yang terlalu lama dari waktu pemasakan optimum akan
menyebabkan terjadinya degradasi selulosa yang semakin besar. Waktu pemasakan
sulfat pada suhu maksimum untuk kayu daun lebar adalah 2 jam dan waktu pemasakan
untuk kayu daun jarum adalah 3 jam (Simatupang, 1999).
Proses delignifikasi terjadi melalui 3 tahap, pada pemasakan standar, tahap awal
delignifikasi (initial delignification) terjadi sebelum suhu menacapai 140 0C dan sekitar
5% lignin larut dalam total lignin. Pada tahap delignifikasi curah (bulk delignification)
yang terjadi pada suhu diatas 140 0C dan sekitar 89% lignin terlarut dalam total lignin.
Pada tahap akhir delignifikasi ( residual delignification ) hanya 1% lignin yang larut
dalam total lignin (Achmadi, 1990 dalam Gumardes, 2003).