01. Komitmen
nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
Pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Jika dicermati 5 (lima) dari 8 (delapan)
potensi peserta didik yg
ingin dikembangkan sangat terkait erat
dengan karakter.
02. Jauh
sebelumnya, secara filosofis “Bapak” Pendidikan Nasional - Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan
tubuh anak. bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan
kesem-purnaan hidup anak-anak kita.
Hakikat, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional tersebut
menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik yang
secara utuh memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional,
sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika. Pendidikan nasional
mempunyai misi mulia (mission sacre)
terhadap individu peserta didik,
03. Dalam
instrumentasi dan praksis pendidikan nasional sudah dikembangkan program
rintisan, walaupun belum secara sistemik menyeluruh, dengan fokus dan muatan
yang cukup beragam, misalnya: (1) pengembangan nilai esensial budi pekerti yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen:
1989 s/d 2007); (2) pengembangan nilai dan ethos demokratis dalam konteks
pengembangan budaya sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen:
1991 s/d 2007); (3) pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen:
2001-2005); dan (4) pengembangan nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur,
adil, berani, tanggung jawab, mandiri, kerja keras, peduli, sederhana, dan
disiplin (Dikdasmen dan KPK; 2008-2009); serta pengembangan nilai dan prilaku
keimanan dan ketaqwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiositas-sosial
(Dikdasmen: 1998-2009). Di luar kegiatan tersebut sudah banyak juga
sekolah-sekolah unggulan yang mengembangan karakter secara terpadu dalam
pelaksanaan pendidikannya. Banyak juga sekolah yang sederhana; pondok pesantren di daerah pedesaan yang mampu menumbuhkembangkan karakter peserta didik
budaya sekolah melalui pembiasaan dlm kehidupan keseharian di sekolah/pondok yang ternyata teladan guru/ustadz sebagai kunci sukses. Dalam sarasehan nasional tgl 14 Januari 2010
diketahui bahwa ternyata banyak sekolah yang sudah mengembangkan
pendidikan karakter dan ternyata juga
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.(Balitbang
Diknas:2010). Tantangan ke depan adalah bagaimana berbagi kesukssesan itu untuk
membangun pendidikan karakter yang mampu menyentuh semua jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan di tanah air Indonesia ini.
04.
Secara akademik, pendidikan
karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerrti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik
itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
hati. Karena itu muatan pendidikan
karakter secara psikologis mencakup dimensi moral
reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1991), atau dalam
arti utuh sebagai morality yang
mencakup moral judgment and moral
behaviour baik yang bersifat prohibition-oriented
morality maupun pro-social morality
(Piager, 1967; Kohlberg; 1975; Eisenberg-Berg; 1981). Secara pedagogis,
pendidikan karakter seyogyanya dikembangkan dengan menerapkan holistic approach, dengan pengertian
bahwa “Effective character education is
not adding a program or set of programs. Rather it is a tranformation of the
culture and life of the school” (Berkowitz: ... dalam goodcharacter.com:
2010): Sementara itu Lickona (1992) menegaskan bahw: “In character education, it’s
clear we want our children are able to judge what is right, care deeply about
what is right, and then do what they believe to be right-even in the face of
pressure form without and temptation from within.
05.
Kebutuhan akan pendidikan karakter ternyata terjadi
juga di USA pada saat memasuki abad 21, karena beberapa alasan mendasar sebagai
berikut (Lickona, 1991: 20-21)
a.
There
is a clear and urgent need.
b.
Transmitting
values is and always has been the work of civilisation.
c.
The
school’s role as moral educator becomes more vital at a time when millions of
children get little moral teaching from their parents and when value-centered
influence such as church or temple are also absent from their lives.
d.
thereis
a common ethical ground even in our values-conflicted society.
e.
Democracies
have a special need for moral education.
f.
There
is no such thing as value-free education.
g.
Moral
questions are among the great question facing both the individuals and human
race.
h.
There
is a broad-based, growing support for values education in the schools
Dari sitasi tersebut bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat
diperlukan atas dasar argumen: adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses
tranmisi nilai sebagai proses peradaban; peranan sekolah sebagai pendidik moral
yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat; tetap adanya
kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai; kebutuhan demokrasi akan
pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang
bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya
landasan yan g kuat dan dukungan luas terhadap
pendidikan moral di sekolah. Smua argumen tersebut tampaknya masih relevan
untuk menjadi cerminan kebutuhan akan pendidikan nilai/moral di Indonesia pada
saat ini. Proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang
semakin kuat dan beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan
tinggi yang lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan
pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia
untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan nasional pendidikan
karakter.Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang
ber-Bhinneka tunggal ika dan dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat
dengan nilai dan moral, merupakan alasan filosofik-ideologis, dan
sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun dan
dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.
06.
Dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter
yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada
saat ini dan di masa mendatang akan datang. Karena itu pengembangan nilai yang bermuara pada
pembetukan karakter bangsa yang
diperoleh melalui berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, akan mendorong
mereka menjadi anggota masyarakat, anak bangsa, dan warga negara yang memiliki
kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Sampai
saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan
pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu
yang tidak sekadar
memberi pengetahuan pada tataran koginitif, tetapi juga menyentuh tataran
afektif dan
konatif melalui mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,
Pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Jasmani. Namun
demikian harus diakui karena kondisi jaman yang berubah dengan cepat, maka
upaya-upaya tersebut ternyata belum mampu mewadahi pengembangan karakter secara
dinamis dan adaptif terhadap perubahan tersebut. Oleh karena itu pendidikan
karakter perlu dirancang-ulang dan dikemas kembali dalam wadah yang lebih
komprehensif dan lebih bermakna. Pendidikan karakter perlu
direformulasikan dan direoperasionalkan melalui transformasi budaya dan kehidupan sekolah.
Untuk itu, dirasakan perlunya membangun wacana dan sistem pendidikan karakter
yang sesuai dengan konteks sosial kultural Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika dengan nilai-nilai
Agama dan Pancasila sebagai sumber nilai dan rujukan utamanya.
07.
Kebutuhan tersebut bukan
hanya dianggap penting tetapi sangat mendesak mengingat berkembangnya
godaan-godaan (temptations) dewasa ini marak dengan tayangan dalam media cetak
maupun noncetak (televisi, jaringan maya, dll) yang memuat fenomena dan kasus
perseteruan dalam berbagai kalangan yang memberi kesan seakan-akan bangsa kita
sedang mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri yang berkepanjangan.
Pendidikan karakter bangsa diharapkan
mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan
situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter yang perlu
ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan sinambung.
08.
Urgensi
dari pelaksanaan komitmen nasional pendidikan karakter, telah dinyatakan pada
Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,
yang dibacakan pada akhir khir
Sarasehan Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut.
a.
“Pendidikan budaya dan
karakter bangsa merupakan bagian integral yg tak terpisahkan dari pendidikan
nasional secara utuh.
b.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara
komprehensif sbg proses pembudayaan. Oleh
karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara
utuh.
c.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu
pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d.
Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budya karakter bangsa
diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam
pelaksanaan di lapangan.”