Diri Remaja

1. Konsep Diri Remaja
      Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan. Sedangkan Taumbmann (l976) menyatakan bahwa asertif adalah suatu pernyataan tentang perasaan, keinginan dan kebutuhan pribadi kemudian menunjukkan kepada orang lain dengan penuh percaya diri.
      Menurut Brooks dan Emmart (1976), orang yang memiliki konsep diri positif menunjukkan karakteristik sebagai berikut: (a) Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi. (b) Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain. (c) Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan sebelumnya. (d) Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kuranng
2. Perilaku Assertif
      Asertif berasal dari kata asing to assert yang berarti menyatakan dengan tegas. Menurut Lazarus (Fensterheim, l980), pengertian perilaku asertif mengandung suatu  tingkah laku yang penuh  ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara lain meliputi : menyatakan hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut, melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi.
      Lange dan Jakubowski (1978) mengemukakan lima ciri-ciri individu dengan perilaku asertif. Ciri-ciri yang dimaksud adalah:
a. Menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri
      Menghormati orang lain berarti menghormati hak-hak yang mereka miliki, tetapi tidak berarti menyerah atau selalu menyetujui apa yang diinginkan orang lain.
b. Berani mengemukakan pendapat secara langsung
d. Memperhatikan situasi dan kondisi
      Dalam bertindak asertif, seseorang harus dapat memperhatikan lokasi, waktu, frekuensi, intensitas komunikasi dan kualitas hubungan.
e. Bahasa tubuh
      Dalam bertindak asertif yang terpenting bukanlah apa yang dikatakan tetapi bagaimana menyatakannya.
3.  Kompleksitas Perkembangan Remaja
      Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak ke masa dewasa dan dalam msa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai bagian dari perkembangan identitas. Santrock (1995) mengemukakan bahwa bagi kebanyakan remaja, perkembangan seringkali bersifat kacau dan terbatas.  Pada masa remaja ini dikatakan sebagai masa krisis identitas (Erikson dalam Santrock, 1995). Ketika pada masa ini individu remaja dapat menemukan identitas dirinya maka akan dapat melalui masa remaja dan masuk masa dewasa secara sehat. Namun sebaliknya bila gagal menemukan identitas diri maka remaja akan mengalami kekaburan identitas. Pennemukan identitas diri merupakan tugas perkembangan yang tidak mudah, apalagi remaja di era glabalisasi ini. Dewasa ini remaja menghadapi tuntutan, harapan,serta resiko-resiko dan godaan-godaan yang lebih banyak dan lebih komplek dibandingkan generasi sebelumnya.
       4.  Konflik dengan Orang Tua.
Memasuki masa remaja, konflik dengan orang tua meningkat, hal ini dikarenakan adanya perubagan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada  kemandirian dan identitas.
 Akibat adanya perubahan tersebut, orang tua melihat adanya perubahan anak-anak mereka dari seorang yang selalu menurut menjadi seorang yang tidak mau menurut atau melawan dan menentang standart-standar orang tuan.
 5.  Teman Sebaya, Fungsi dan Pengaruhnya 
     Memasuki masa remaja gerakan ke arah teman sebaya semakin tinggi. 
Pada banyak remaja, dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang penting dalam khidupannya. Beberapa remaja akan melakukan apapun agar dapat masuk sebagai anggota kelompok.
Tuntutan akan koformitas dengan teman sebaya ini sebagai tempat untuk menemukan identitas diri. Namun Konformitas dengan teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.(Santrock,1995). Selanjutnya Santrock mengemukakan bahwa pada umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif misalnya menggunakan bahasa yang jorok, merokok, berkelahi dll
Salah satu fungsi kelompok sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia luar selain itu kelompok sebaya juga memenuhi kebutuhan kebutuhan akan penghargaan dan identitas. Dari teman sebaya remaja mendapat umpan balik mengenai kemampuannya. Namun demikian tidak selalu memiliki dampak positif teman sebaya , sebaliknya ada faktor negatifnya dimana teman sebaya juga dapat mengenalkan remaja terhadap alkohol, narkoba, kenakalan dll
       6.  Kepribadian Pada Masa Remaja
Perkembangan kepribadian yang pesat pada masa remaja awal ini adalah pemahamannya terhadap diri sendiri. Pemahaman diri berarti  remaja mencoba untuk mendifiniskan dan menggambarkan atribut-atribut dari dirinya sendiri, tetapi juga memcoba mengevaluasi atribut tersebut. Hasil penggambaran dan evalusi diri ini adalah konsep diri dan  percaya diri. Pada kenyataannya bahwa sering kali remaja tidak tepat dalam menggambarkan dan mengevaluasi atribut dirinya sendiri sehingga terbentuk konsep diri yang negative dan merasa kurang percaya diri. Hal yang sama juga akan dialami ketika remaja mencoba menggambar diri idealnya.  Seringkali pada diri remaja terjadi deskrepansi yang terlalu jauh antara diri yang ideal    dengan diri    yang   sesungguhnya    ( Strachen dan Jones dalam Santrock, 1996). Selajutnya Rogers ( dalam Feist dan Feist, 2005) mengemukakan bahwa jika terjadi deskrepasni yang terlalu jauh antara diri ideal dan diri realita maka akan mengakibatkan tidak dapat menyesuaikan diri. Demikian jika konsep diri yang negative, konsep diri yang negative sering mengakibatkan kurang percaya diri.
Kualitas kepribadian diman remaja mengalami kebingungan identitas diri, konsep diri yang negative dan kurang percaya diri akan mengakibatkan remaja mudah mendapat pengaruh dari orang lain terutama peer groupnya