UU 18/1959, PENETAPAN "UNDANG UNDANG
DARURAT NO. 5 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN HUKUM APOTIK DARURAT" (LEMBARAN
NEGARA TAHUN 1958 NO. 137), SEBAGAI UNDANG UNDANG *)
Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor:18 TAHUN 1959 (18/1959)
Tanggal:26 JUNI 1959 (JAKARTA )
Kembali ke Daftar Isi
Tentang:PENETAPAN "UNDANG-UNDANG
DARURAT NO. 5 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN-HUKUM APOTIK DARURAT"
(LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1958 NO. 137), SEBAGAI UNDANG-UNDANG *)
Presiden Republik Indonesia ,
Menimbang :
a.bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96
ayat 1 Undang-undang Dasar sementara Republik Indonesia telah menetapkan
Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang Kedudukan-hukum Apotik Darurat
(Lembaran-Negara tahun 1958 No. 137);
b.bahwa peraturan-peraturan yang termaktub
dalam Undang-undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang;
Mengingat :
a.pasal-pasal 42, 89 dan 97 Undang-undang
Dasar Sementara Republik Indonesia ;
b.Undang-undang No. 29 tahun 1957
(Lembaran-Negara tahun 1957 No. 101);
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
Memutuskan :
Menetapkan :
Undang-undang tentang penetapan
"Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang Kedudukan-hukum Apotik
Darurat" (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 137) sebagai Undang-undang.
Pasal I.
Peraturan-peraturan yang termaktub dalam
Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang Kedudukan-hukum Apotik Darurat
(Lembaran-Negara tahun 1958 No. 137) ditetapkan sebagai Undang-undang dengan
perubahan-perubahan, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1.
(1)Izin-izin yang telah diberikan oleh
Menteri Kesehatan kepada asisten apoteker untuk melakukan pekerjaan pharmasi
sendiri tanpa di bawah pengawasan seorang apoteker menurut pasal 1
Undang-undang No. 4 tahun 1953 (Lembaran-Negara tahun 1953 No. 19), berakhir
berlakunya pada saat Undang-undang ini mulai berlaku.
(2)Jika menurut Menteri Kesehatan jumlah
tenaga apoteker di *2456 Indonesia belum mencukupi, maka Menteri Kesehatan
berwenang untuk : a.memperpanjang izin-izin tersebut pada ayat 1 pasal ini; b.memberi
izin kepada seorang asisten apoteker yang memenuhi syarat termaksud pada ayat 3
pasal ini untuk melakukan pekerjaan pharmasi sendiri tanpa di bawah pengawasan
seorang apoteker di sebuah apotek tertentu yang dijalankan sebagai perusahaan
partikelir.
(3)Asisten apoteker termaksud pada ayat 2
pasal ini, ialah asisten apoteker yang menurut pendapat Menteri Kesehatan cukup
mempunyai pengalaman sebagai juru resep, lagi pula sekurang-kurangnya telah
bekerja sebagai asisten apoteker selama 15 tahun berturut-turut pada partikelir
atau bekerja sebagai asisten apoteker selama 10 tahun, diantaranya 3 tahun pada
Pemerintah.
(4)Jika asisten apoteker yang telah
diperpanjang izinnya tersebut pada ayat 2 huruf a pasal ini, atau yang telah
diberi izin tersebut pada ayat 2 huruf b pasal ini, yang selanjutnya mereka di
sini disebut pemegang izin, karena apapun juga berhenti menjalankan pekerjaan
pharmasi ditempat yang tercantum dalam surat izin itu, atau jika menurut
Menteri Kesehatan jumlah tenaga apoteker di Indonesia sudah mencukupi, ataupun
ada sebab lain yang beralasan-hukum untuk mencabut izinnya, maka izin itu
dicabut.
(5)Dalam hal-hal tersebut pada ayat 2 dan 4
Menteri Kesehatan mengambil keputusan setelah mendengar pendapat sebuah panitia
yang diadakan oleh Pemerintah untuk keperluan itu.
Pasal 2.
Terhadap pemegang-pemegang izin yang
dimaksud dalam pasal 1 berlaku peraturan-peraturan tersebut di bawah ini.
Pasal 3.
Izin yang telah diberikan untuk membuka
apotik darurat berlaku untuk apotek yang tersebut dalam surat izin itu.
Pasal 4.
Dalam hal menyusun dan mengurus apotik
darurat itu, maka hak dan kewajiban menurut hukum seorang pemegang izin adalah
sama dengan hak dan kewajiban seorang apoteker dalam hal menyusun dan mengurus
apotik biasa, tetapi dengan pembatasan-pembatasan yang diadakan dalam atau
menurut Undang-undang ini.
Pasal 5.
(1)Pemegang izin dilarang menyerahkan
barang beracun, kecuali kalau penyerahan itu dilakukan atas resep dokter.
(2)Tanpa memakai resep dokter, maka pemegang izin boleh menyerahkan barang itu
kepada apoteker, dokter yang berhak menyerahkan obat-obat, dokter hewan atau
pemegang izin yang lain.
Pasal 6.
*2457 Pemegang izin dilarang mempunyai,
memiliki, menyediakan, menyimpan, mengangkut, membuat, membahankan dan menjual
atau menyerahkan ,madat" (candu, jicing dan jicingko), cocaine mentah,
ecgonine dan damar ganja (Indische hennep), semuanya menurut "Verdovende
middelen ordonnantie" (Staatsblad 1927 No. 278).
Pasal 7.
Pemegang izin dibolehkan mempunyai,
memiliki atau menyediakan, mengangkut atau menyuruh mengangkut, membahankan,
menjual atau menyerahkan obat-obat bius lain, tetapi semata-mata untuk maksud
kedokteran atau ilmu pengetahuan dan dengan mengindahkan peraturan-peraturan
yang akan diadakan lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 8.
Pemegang izin dilarang melakukan
perbuatan-perbuatan lain dengan atau terhadap obat bius yang tidak tersebut
dalam pasal 7, kecuali jika ia memperolehnya menurut pasal 9.
Pasal 9.
Pemegang izin hanya dapat memperoleh bahan-bahan
atau preparat-preparat untuk apotik darurat dari
1.apoteker;
2.pedagang besar menurut "Verdovende
middelen ordonnantie" (Staatsblad 1957 No. 278);
3.pedagang besar yang mempunyai izin
menurut "Sterkwerkende geneesmiddelen ordonnantie" (Staatsblad 1949
No. 419) yang mempekerjakan apoteker atau asisten apoteker dalam perusahaannya;
4.pemegang izin lain;
5.orang atau badan yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan.
Pasal 10.
Pemegang izin dilarang memperoleh
bahan-bahan atau preparat-preparat yang dimaksud dalam pasal 9 dengan cara
lain, termasuk juga mengimpornya.
Pasal 11.
Jika diketahui atau patut dapat disangka
oleh pemegang izin, bahwa bahan-bahan atau preparat-preparat yang akan
dibahankannya atau akan diserahkannya tidak baik, maka ia tidak boleh
membahankan atau menyerahkannya.
Pasal 12.
Pemegang izin dilarang mengekspor obat-obat
atau obat-obat bius.
Pasal 13.
Pemegang izin dilarang membuat obat-obat
atau preparat-preparat untuk dipakai dengan jalan parenteral, kecuali jika diberikan
izin kepadanya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14.
*2458 Menteri Kesehatan berwenang
menetapkan peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh pemegang izin.
Pasal 15.
(1)Dengan hukuman kurungan setinggi-tingginya
enam bulan atau hukuman denda sebanyak-banyaknya lima ribu rupiah dihukum :
a.pemegang izin yang menyerahkan barang beracun dengan jalan lain dari pada
cara yang diizinkan baginya tersebut dalam pasal 5 ayat (2); b.pemegang izin
yang melakukan perbuatan yang dilarang dalam pasal 6; c.pemegang izin yang
memperoleh bahan-bahan atau preparat-preparat untuk apotik darurat dengan jalan
lain dari pada yang ditetapkan baginya dalam pasal 9; d.pemegang izin yang
membahankan atau menyerahkan bahan-bahan atau preparat-preparat, walaupun ia
patut dapat menyangka, bahwa bahan-bahan atau preparat-preparat itu tidak baik;
e.pemegang izin yang mengekspor obat-obat atau obat-obat bius; f pemegang lzin
yang membuat obat-obat yang menurut pasal 13 dilarang di-buat olehnya;
g.pemegang izin yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan-peraturan umum yang tersebut dalam pasal 14.
(2)Perbuatan-perbuatan tersebut dalam ayat
(1), pasal 15 ini dianggap sebagai pelanggaran.
Pasal 16.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi
apoteker berlaku pula terhadap pemegang izin, jika ia melanggar
peraturan-peraturan yang berlaku baginya.
Pasal II.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari
diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik
Indonesia .
Disahkan di Jakarta, pada tanggal 26 Juni
1959. Pejabat Presiden Republik Indonesia ,
SARTONO.
Diundangkan, pada tanggal 4 Juli 1959.
Menteri Kehakiman,
G.A. MAENGKOM.
Menteri Kesehatan,
A. SALEH.
*2459 PENJELASAN
Undang-undang Apotik Darurat, yang
ditetapkan dengan Undang-undang nomor 4 tahun 1953, memungkinkan Menteri
Kesehatan untuk memberi ijin kepada seorang asisten apoteker yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1 sub 2 Undang-undang itu, untuk
membuka suatu apotik darurat, berhubung dengan sangat kurangnya
apoteker-apoteker di Indonesia. Pada waktu membentuk Undang-undang Apotek
Darurat itu diharapkan, bahwa 5 tahun sesudah fakultas di Indonesia bagian
Pharmasi menghasilkan apoteker-apoteker yang pertama, kebutuhan akan apoteker
ssudah dapat dicukupi, padahal menurut kenyataan pada waktu ini belumlah dapat
dicukupi, sedang Undang-undang nomor 4 tahun 1953 berakhir masa berlakunya pada
tanggal 10 Oktober 1958, yaitu 5 tahun sesudah fakultas di Indonesia bagian
Pharmasi menghasilkan apoteker-apoteker yang pertama, sesuai dengan pasal 13
Undang-undang nomor 4 tahun 1953. Oleh karena itu, supaya kelancaran pembagian
obat tidak terganggu, maka apotek-apotek darurat, yang telah didirikan
berdasarkan Undang-undang nomor 4 tahun 1953, perlu untuk sementara waktu
berjalan terus. Adapun setelah Undang-undang Apotik Darurat (Undang-undang
nomor 4 tahun 1953) habis masa berlakunya, maka dengan Undang-undang ini
pemegang-pemegang ijin tersebut dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1953, dapat
untuk sementara waktu tetap menjalankan pekerjaan pharmasi sendiri disebuah
apotik tertentu yang dijalankan sebagai partikelir tanpa dibawah pengawasan
seorang apoteker. Oleh karena itu, maka peraturan-peraturan terhadap
pemegang-pemegang ijin yang ditetapkan dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1953,
dalam Undang-undang ini dicantumkan lagi. Dengan dikeluarkannya undang-undang
ini dimaksudkan agar kebutuhan akan apotik didaerah terjamin. Apabila jumlah
tenaga apoteker sudah mencukupi, maka apotik-apotik darurat dengan
berangsur-angsur dapat diubah menjadi apotik biasa, sehingga dengan demikian
berakhirlah keadaan darurat, mengenai kekurangan tenaga apoteker.
Termasuk Lembaran-Neara No. 62 tahun 1959.
Diketahui: Menteri Kehakiman,
G.A. MAENGKOM.
--------------------------------
CATATAN
*)Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno
terbuka ke-62 tanggal 5 Juni 1959 pada hari Jum'at, P. 379/1958
DICETAK ULANG