Al-Hafidz Ibnu Katsir (700-774 H.
Pengarang Tafsir Ibnu Katsir)
berkata dalam kitabnya al-Bidayah
wa an-Nihayah 14/156-157:
"(Wafatnya Syaik Ibnu Taimiyah).
Syaikh Alamuddin berkata dalam at-
Tarikh: Pada malam Senin tanggal 20
Dzulqa'dah, syaikh Ibnu Taimiyah
putra al-Mufti Shihabuddin abi al-
Mahasin, wafat di sebuah tempat di
Damasykus di ruangan tempat ia
dipenjara. Saat wafatnya banyak
orang yang datang ke tempat itu dan
mereka diizinkan untuk masuk. Para
jamaah duduk di dekat mayat
Ibnu Taimiyah sebelum
dimandikan, mereka membaca al-
Quran, mereka mencari berkah
dengan melihat mayatnya dan
menciumnya, lalu mereka
berpindah.
Berikutnya jamaah
perempuan, mereka juga
melakukan hal yang sama (mereka
membaca al-Quran, mereka
mencari berkah dengan melihat
mayatnya dan menciumnya),
kemudian mereka berpindah dan
hanya orang-orang yang
memandikannya saja.
Selesai dimandikan, maka mayatnya
dikeluarkan. Kemudian berkumpullah
orang-orang di tempat tersebut, di
jalan menuju masjid Jami', di
pelatarannya, di pintu Barid, di pintu
Saa'at ke pintu Labadin dan Ghaurah.
Dan janazah dihadirkan pada jam 4
siang, diletakkan di masjid Jami'.
Pasukan tentara mengelilingi dan
menjaganya karena banyaknya
berdesakan. Ia lalu disalatkan
pertama kali, yang maju dahulu
adalah Syaikh Muhammad bin Tamam.
Kemudian disalatkan di masjid Jami'
al-Umawi sesaat setelah Dzuhur. Dan
sungguh makin banyak berkumpulnya
manusia, lalu makin bertambah hingga
tempat-tempat menjadi sempit,
begitu pula pasar-pasar.
Setelah disalatkan janazahnya
kemudian dipikul diatas kepala orang
orang dan tangan-tangannya.
Keranda yang di dalamnya terdapat
Ibnu Taimiyah keluar dari pintu al-
Barid dan makin dahsyat
berdesakan, suara-suara tangis,
pujian dan doa kepadanya makin
bergemuruh. Orang-orang melempar
saputangannya, surbannya dan
pakaiannya kearah keranda tersebut.
Sandal-sandal mereka hilang dari
kaki mereka, begitu pula songkoknya,
saputangannya dan surbannya,
mereka tidak menghiraukannya dan
terkonsentrasi melihat janazahnya.
Keranda itu berada di atas kepala,
terkadang maju, mundur atau
terhenti hingga orang-orang
berjalan.
Orang-orang keluar dari masjid
Jami', dari semua penjuru pintu,
sangat penuh dengan berdesakan.
Satu pintu lebih penuh
berdesakannya daripada yang lain.
Kemudian orang-orang keluar dari
pintu-pintu negeri karena banyaknya
berdesakan. Tetapi tempat
berdesakan terbanyak ada di 4
pintu, pintu al-Faraj, tempat
keluarnya janazah, pintu al-Faradis,
pintu al-Nasr dan pintu al-Jabiyah
Masalah ini makin menjadi beban di
pasar al-Khail, dan orang-orang
makin bertambah. Janazah
diletakkan disana dan yang maju
untuk mensalatinya adalah
saudaranya, Zainuddin Abdurrahman.
Selesai disalati, janazah dipikul ke
makam Shufi. Ia dikubur di dekat
saudaranya Syarafuddin Abdullah.
Pemakamannya menjelang Ashar, hal
ini karena banyaknya orang yang
berdatangan dan menyalatinya, baik
yang dari kebun, pedalaman,
pedesaan dan lainnya. Orang-orang
menutup tokonya dan tidak ada yang
tertinggal kecuali yang berhalangan
hadir, namun tetap mendoakan
kepada Ibnu Taimiyah, seandainya
mampu maka ia turut hadir. Begitu
pula para wanita sangat banyak, kira-
kira 15000 wanita, selain para wanita
yang ada di lantai atas rumah dan
sebagainya, kesemuanya mendoakan
dan menangis. Sementara para lelaki
diperkirakan mencapai 60.000
sampai 100.000, bahkan lebih sampai
200.000 orang.
Sekelompok orang meminum air
sisa yang dibuat memandikan Ibnu
Taimiyah. Jamaah yang lain
membagikan sisa-sisa sabun yang
dibuat memandikan Ibnu Taimiyah.
Sementara benang jahitan yang
ada di lehernya karena penyakit
kutu dibeli sebesar 150 dirham.
Dikatakan bahwa songkok yang
ada di kepala Ibnu Taimiyah
dibeli sebesar 500 dirham. Di
hadapan janazah telah terjadi
jeritan, tangisan, dan
merendahkan diri.
Ibnu Taimiyah dikhatamkan
bacaan al-Quran berkali-kali baik
di makamnya atau di kota. Orang-
orang mondar-mandir ke kuburnya
berkali-kali selama beberapa hari
yang lama, malam atau siang.
Mereka menginap di dekat
kuburnya sampai Subuh. Mereka
menjumpai mimpi-mimpi yang baik
tentang Ibnu Taimiyah, dan para
jamaah melantunkan kasidah yang
beraneka ragam" (Baca juga
keterangan yang sama dalam Kitab
Tarikh Ibnu al-Wardi 2/275 Dan ar-
Radd al-Wafir karya Muhammad bin
Abi Bakar ad-Dimasyqi 1/122) Wallahu alam...