Cerita sangat erat kaitannya dengan dunia terbiyah, konsekwensinya, setiap pendidik terlebih orang tua untuk senantiasa membiasakan mendidik anak dengan banyak bercerita, sebagaimana Allah memerintahkan kepada Rasulullah. Hal penting yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya adalah upaya untuk membantu mengembangkan pola pikir realistis, yaitu bersikap jujur dan terbuka. Melalui cerita disamping mengembangkan hal tersebut juga emosi anak perlu dilatih menghayati, merenungkan dan merasakan berbagai lakon kehidupan manusia.
Sebelum seseorang bercerita, maka harus memahami terlebih dahulu jenis cerita apa yang hendak disampaikan, Karena cerita banyak sekali macamnya. Masing-masing cerita mempunyai karakteristik yang berbeda, oleh karena itu agar dapat bercerita dengan tepat, terlebih dahulu harus menentukan jenis ceritanya. Pemilihan jenis cerita ditentukan oleh tingkat usia pendengar, jumlah pendengar tingkat heterogenitas (keragaman pendengar), tujuan penyampaiaan materi, suasana acara, suasana (situasai dan kondisi) pendengar dan sebagainya.
a. Jenis- jenis Cerita
Jenis-jenis cerita dapat di bedakan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan jenis ceritanya dapat di ketahui dari beberapa hal sebagai berikut :
1) Berdasarkan pelakunya:
a) Fabel (cerita tentang dunia tumbuhan dan binatang).
b) Dunia benda-benda mati.
c) Campuran atau kombinasi.
d) Dunia manusia.
2) Berdasarkan kejadiannya :
a) Cerita sejarah (tarikh).
b) Cerita fiksi (rekaan).
c) Cerita fiksi sejarah (campuran).
3) Berdasarkan sifat waktu penyajianya :
a) Cerita bergambar.
b) Cerita serial.
c) Cerita lepas.
d) Cerita sisipan.
e) Cerita ilustrasi.
4) Berdasarkan sifat dan jumlah pendengarnya :
a) Cerita privat :
Cerita pengantar tidur.
Cerita lingkaran pribadi (individu atau kelompok sangat kecil).
b) Berdasarkan kelas :
Kelas kecil (kira-kira 20 anak).
Kelas besar (lebih kurang 20 – 40 anak).
c) Cerita ketika forum terbuka
5) Berdasarkan tehnik penyampaiannya :
a) Cerita langsung atau lepas naskah (direc story).
b) Membacakan cerita (story reading).
6) Berdasarkan alat pembantu atau peraga.
a) Bercerita dengan alat peraga.
b) Bercerita tanpa alat peraga.
b. Pemilihan Cerita
Sebagian orang, secara piawai, mampu menceritakan suatu bentuk cerita tertentu dengan baik di bandingkan jenis cerita yang lain. Seperti penguasaan terhadap cerita-cerita humor, binatang, misteri, dan sebagainya. Memang sebaiknya pendongeng hendaknya memilih jenis yang sangat ia kuasai. Tetapi lain halnya untuk seorang guru, tampaknya ia agak sulit jika membatasi diri pada satu bentuk cerita. Sebab cerita yang akan di sampaikannya, khususnya apabila di ambil dari buku ini, memuat berbagai cerita dengan aneka bentuk. Sedangkan jika mengambil bahan dari selain buku ini maka sebaiknya guru memakai satu bentuk cerita saja. Namun, seorang guru tetap di tuntut untuk menguasai penceritaan dari berbagai jenis dongeng, tentunya dengan melakukan latihan yang terus-menerus.
Ada cerita yang bernada sedih dan gembira. Dalam hal ini, guru sebaiknya dapat memilih cerita yang sesuai dengan kondisi jiwanya saat akan bercerita. Antara yang menyedihkan dan yang menyenangkan. Karena keadaan jiwa pendongeng akan berpengaruh pula pada setiap ceritanya.
Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat baik memilih cerita “Sakinah Dan Anaknya”. Karena tokoh-tokoh dalam cerita tersebut sangat dekat dan di kenal anak-anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir tahun cukup baik bila memilih kisah “Cerita Tak Berujung”. Sebab cerita ini akan memberi kesan di hati para siswa menjelang kelulusannya diakahir tahun. Dalam cerita ini di gambarkan sesuatu yang berulang-ulang dan terus-menerus berlangsung, yaitu gambaran semut memasuki gudang gandum, mengambil sebuah gandum lalu keluar. Kemudian semut yang lainnya memasuki gudang untuk melakuakan hal yang sama, dan seterusnya.
Adapun di pertengahan tahun, apa yang terjadi di luar dan di dalam kelas bisa membantu dalam pemilihan cerita. Misalnya, ada seorang murid yang datang terlambat tanpa alasan, maka guru dapat memilih cerita “Mahjubah Yang Malas”. Atau ketika seorang murid menemukan seekor tikus memasuki kelas, untuk menanamkan dasar budi pekerti yang baik maka dapat memilih cerita Singa Dan Tikus, dan seterusnya. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan membaca seluruh cerita yang hendak di sajikan.
Sebagai catatan bagi guru, harus di ingat bahwa dalam menyampaikan cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan menggunakan cara yang tepat agar murid tidak salah mengekspresikannya. Misalnya, dalam cerita yang menyedihkan mereka mereka malah tertawa atau sebaliknya.
c. Kriteria Cerita yang Baik dan Islami
1) Ciri-ciri cerita yang baik
Sebagai metode dalam pendidikan, kita juga harus mengetahui cerita yang berkualitas sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan watak anak-anak karena itu seorang guru harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini :
a) Cerita itu memikat (absorsing) dan menghibur
b) Cerita itu mengembangkan imajinasi anak
c) Cerita itu yang memberikan pengalaman emosional yang mendalam
d) Cerita itu menimbulkan rasa humor yang menyeluruh
e) Cerita itu memperluas cakrawala pandangan anak
Sebelum seseorang bercerita, maka harus memahami terlebih dahulu jenis cerita apa yang hendak disampaikan, Karena cerita banyak sekali macamnya. Masing-masing cerita mempunyai karakteristik yang berbeda, oleh karena itu agar dapat bercerita dengan tepat, terlebih dahulu harus menentukan jenis ceritanya. Pemilihan jenis cerita ditentukan oleh tingkat usia pendengar, jumlah pendengar tingkat heterogenitas (keragaman pendengar), tujuan penyampaiaan materi, suasana acara, suasana (situasai dan kondisi) pendengar dan sebagainya.
a. Jenis- jenis Cerita
Jenis-jenis cerita dapat di bedakan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan jenis ceritanya dapat di ketahui dari beberapa hal sebagai berikut :
1) Berdasarkan pelakunya:
a) Fabel (cerita tentang dunia tumbuhan dan binatang).
b) Dunia benda-benda mati.
c) Campuran atau kombinasi.
d) Dunia manusia.
2) Berdasarkan kejadiannya :
a) Cerita sejarah (tarikh).
b) Cerita fiksi (rekaan).
c) Cerita fiksi sejarah (campuran).
3) Berdasarkan sifat waktu penyajianya :
a) Cerita bergambar.
b) Cerita serial.
c) Cerita lepas.
d) Cerita sisipan.
e) Cerita ilustrasi.
4) Berdasarkan sifat dan jumlah pendengarnya :
a) Cerita privat :
Cerita pengantar tidur.
Cerita lingkaran pribadi (individu atau kelompok sangat kecil).
b) Berdasarkan kelas :
Kelas kecil (kira-kira 20 anak).
Kelas besar (lebih kurang 20 – 40 anak).
c) Cerita ketika forum terbuka
5) Berdasarkan tehnik penyampaiannya :
a) Cerita langsung atau lepas naskah (direc story).
b) Membacakan cerita (story reading).
6) Berdasarkan alat pembantu atau peraga.
a) Bercerita dengan alat peraga.
b) Bercerita tanpa alat peraga.
b. Pemilihan Cerita
Sebagian orang, secara piawai, mampu menceritakan suatu bentuk cerita tertentu dengan baik di bandingkan jenis cerita yang lain. Seperti penguasaan terhadap cerita-cerita humor, binatang, misteri, dan sebagainya. Memang sebaiknya pendongeng hendaknya memilih jenis yang sangat ia kuasai. Tetapi lain halnya untuk seorang guru, tampaknya ia agak sulit jika membatasi diri pada satu bentuk cerita. Sebab cerita yang akan di sampaikannya, khususnya apabila di ambil dari buku ini, memuat berbagai cerita dengan aneka bentuk. Sedangkan jika mengambil bahan dari selain buku ini maka sebaiknya guru memakai satu bentuk cerita saja. Namun, seorang guru tetap di tuntut untuk menguasai penceritaan dari berbagai jenis dongeng, tentunya dengan melakukan latihan yang terus-menerus.
Ada cerita yang bernada sedih dan gembira. Dalam hal ini, guru sebaiknya dapat memilih cerita yang sesuai dengan kondisi jiwanya saat akan bercerita. Antara yang menyedihkan dan yang menyenangkan. Karena keadaan jiwa pendongeng akan berpengaruh pula pada setiap ceritanya.
Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat baik memilih cerita “Sakinah Dan Anaknya”. Karena tokoh-tokoh dalam cerita tersebut sangat dekat dan di kenal anak-anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir tahun cukup baik bila memilih kisah “Cerita Tak Berujung”. Sebab cerita ini akan memberi kesan di hati para siswa menjelang kelulusannya diakahir tahun. Dalam cerita ini di gambarkan sesuatu yang berulang-ulang dan terus-menerus berlangsung, yaitu gambaran semut memasuki gudang gandum, mengambil sebuah gandum lalu keluar. Kemudian semut yang lainnya memasuki gudang untuk melakuakan hal yang sama, dan seterusnya.
Adapun di pertengahan tahun, apa yang terjadi di luar dan di dalam kelas bisa membantu dalam pemilihan cerita. Misalnya, ada seorang murid yang datang terlambat tanpa alasan, maka guru dapat memilih cerita “Mahjubah Yang Malas”. Atau ketika seorang murid menemukan seekor tikus memasuki kelas, untuk menanamkan dasar budi pekerti yang baik maka dapat memilih cerita Singa Dan Tikus, dan seterusnya. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan membaca seluruh cerita yang hendak di sajikan.
Sebagai catatan bagi guru, harus di ingat bahwa dalam menyampaikan cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan menggunakan cara yang tepat agar murid tidak salah mengekspresikannya. Misalnya, dalam cerita yang menyedihkan mereka mereka malah tertawa atau sebaliknya.
c. Kriteria Cerita yang Baik dan Islami
1) Ciri-ciri cerita yang baik
Sebagai metode dalam pendidikan, kita juga harus mengetahui cerita yang berkualitas sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan watak anak-anak karena itu seorang guru harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini :
a) Cerita itu memikat (absorsing) dan menghibur
b) Cerita itu mengembangkan imajinasi anak
c) Cerita itu yang memberikan pengalaman emosional yang mendalam
d) Cerita itu menimbulkan rasa humor yang menyeluruh
e) Cerita itu memperluas cakrawala pandangan anak
f) Cerita itu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan ekspresi diri
Dan tentu lebih dari itu semua, kita harus mempertanyakan cerita tersebut bersifat edukatif Islami atau tidak. Dalam hubungan ini penting untuk mengoreksi atau memilih cerita yang mempunyai kwalitas dalam mendukung dunia pendidikan.
Sebuah cerita yang baik disamping kriteria tersebut diatas, meskipun isinya baik harus diperhatikan pula misi yang dikandungnya atau makna yang ada didalamnya, untuk itu perlu menilai cerita yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang negatif, berdampak pada aqidah dan akhlak, pemerosotan moral maka harus dihindarkan sifat-sifat cerita yang kurang mendidik :
a) Mengandung falsafah yang salah
b) Tidak Islami (kebohongan, mistis, takhayyul, syirik, bid’ah dan khurafat)
c) Menanamkan rasa dendam, permusuhan dan kekerasan
d) Membuat anak malas untuk beribadah.
2) Ciri-ciri Cerita yang Islami
Cerita yang Islami dikenal dengan sebutan kisah, yaitu sejenis cerita yang penyampaiannya berasal dari al-Qur’an dan kisah teladan lain yang dibaur.
Dewasa ini buku-buku cerita Islami banyak diterbitkan dalam bentuk majalah aku anak shaleh, maupun dalam bentuk lain seperti buku cerita dan komik.
Adapun ciri-ciri cerita yang Islami antara lain :
a) Menceritakan orang-orang terdahulu yang disebutkan dalam al-Qur’an dan tak pernah basi untuk diceritakan.
b) Menceritakan kisah kepahlawanan para pahlawan Islami
c) Mengajarkan sifat mulia para Nabi dan Rasul serta para salafus shaleh
d) Menceritakan kehidupan sehari-hari dan cerita kehidupan yang mengandung nilai-nilai moral ajaran Islam
e) Cerita yang dapat digunakan untuk berdakwah kepada anak-anak, yang mengandung kebaikan dan keburukan, sehingga anak dapat membedakannya
f) Cerita yang didalamnya sarat dengan hikmah-hikmah
g) Cerita yang diambil dari pengalaman rasulullah saw dan para sahabat-sahabatnya.
Cerita, baik cerita umum maupun Islami dari buku maupun cerita langsung hendaklah menghindari sikap taklid, cerita bagi anak merupakan sarana untuk memperoleh petunjuk-petunjuk termasuk didalamnya budaya, agama dan cara pandang asing. Anak sebagai pribadi yang belum matang dapat mudah mengikuti segala hal yang diceritakan.
d. Metode Penyampaian Cerita
Setelah guru selesai mempersiapkan cerita ia bersiap-siap utnuk menyampaikan saat waktunya tiba. Pada saat itu ia harus mempersiapkan hal-hal berikut :
1) Tempat bercerita
Bercerita tidak selalu harus dilakukan didalam kelas, tetapi juga boleh juga diluar kelas yang dianggap baik oleh guru agar para siswa bisa duduk dan mendengarkan cerita. Bisa dihalaman sekolah, teras bawah pohon, dan sebagainya.
2) Posisi duduk
Sebelum guru memulai bercerita sebaiknya ia memposisikan para siswa dengan posisi yang baik untuk mendengarkan cerita. Kemudian guru duduk ditempat yang sesuai dan mulai bercerita. Sebaiknya, guru tidak langsung duduk pada awal bercerita tetapi memulainya dengan berdiri kemudian duduk, bergerak mengubah posisi gerakan dan diusahakan jangan duduk terus.
3) Bahasa cerita
Bahasa cerita adalah bahasa yang baik dan mudah dimengerti. Bahasa dalam bercerita hendaknya menggunakan gaya bahasa yang lebih tingi dari gaya bahasa siswa sehari-hari, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan bahasa cerita dibuku.
4) Intonasi guru
Cerita itu mencakup pengantar, rangkaian peristiwa, konflik yang muncul dalam cerita dan klimaks. Pada permulaan cerita guru hendaknya memulai dengan suara tenang. Kemudian mengeraskannya sedikit demi sedikit. Perubahan naik turunnya suara disesuaikan dengan peristiwa dalam cerita.
5) Pemunculan tokoh-tokoh
Telah disebutkan bahwa ketika mempersiapkan cerita, seorang guru harus mempelajari terlebih dahulu tokoh-tokohnya agar dapat memunculkan secara hidup didepan para siswa.
6) Penampakan emosi
Saat bercerita guru harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada para pendengar bahwa seolah-olah hal itu adala emosi si guru sendiri. Jika situasinya menunjukkan rasa kasihan, protes, marah dan mengejek maka intonasi dan kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut.
7) Peniruan suara
Sebagian orang ada yang mampu meniru suara-suara binatang dan benda-benda tertentu, seperti suara singa, kucing, anjing, gemercik air, gelegar petir dan arus sungai yang deras. Sebagai seorang guru jangan malu-malu untuk melakukan itu supaya ceritanya akan lebih menarik untuk di perhatikan.
8) Penguasaan terhadap siswa yang tidak serius
Perhatian siswa ditengah cerita haruslah dibangkitkan sehingga mereka bisa mendengarkan cerita dengan senang hati dan berkesan. Para siswa biasanya diam mendengarkan cerita, jika penyampaiannya bagus. Apabila guru melihat para siswa mulai bosan, jenuh dan banyak bercanda, maka ia harus mencari penyebabnya, mungkin ia sendiri yang menjadi penyebabnya, karena bercerita dengan gaya yang monoton.
9) Menghindari ucapan spontan
Guru acapkali mengucapkan ungkapan spontan setiap kali menceritakan sesuatu peristiwa. Kebiasaan ini tidak baik karena bisa memutuskan rangkain peristiwa dalam cerita.
Kesembilan hal tersebut sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan oleh guru ketika bercerita. Memang kita menganggap bahwa bercerita dengan cara yang baik, rata-rata adalah sesuatu yang bersifat alami dari pada dibuat-buat. Namun, kita tidak melupakan menfaat dari latihan dan belajar dalam menguasahakan metode yang tepat untuk itu.
Dan tentu lebih dari itu semua, kita harus mempertanyakan cerita tersebut bersifat edukatif Islami atau tidak. Dalam hubungan ini penting untuk mengoreksi atau memilih cerita yang mempunyai kwalitas dalam mendukung dunia pendidikan.
Sebuah cerita yang baik disamping kriteria tersebut diatas, meskipun isinya baik harus diperhatikan pula misi yang dikandungnya atau makna yang ada didalamnya, untuk itu perlu menilai cerita yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang negatif, berdampak pada aqidah dan akhlak, pemerosotan moral maka harus dihindarkan sifat-sifat cerita yang kurang mendidik :
a) Mengandung falsafah yang salah
b) Tidak Islami (kebohongan, mistis, takhayyul, syirik, bid’ah dan khurafat)
c) Menanamkan rasa dendam, permusuhan dan kekerasan
d) Membuat anak malas untuk beribadah.
2) Ciri-ciri Cerita yang Islami
Cerita yang Islami dikenal dengan sebutan kisah, yaitu sejenis cerita yang penyampaiannya berasal dari al-Qur’an dan kisah teladan lain yang dibaur.
Dewasa ini buku-buku cerita Islami banyak diterbitkan dalam bentuk majalah aku anak shaleh, maupun dalam bentuk lain seperti buku cerita dan komik.
Adapun ciri-ciri cerita yang Islami antara lain :
a) Menceritakan orang-orang terdahulu yang disebutkan dalam al-Qur’an dan tak pernah basi untuk diceritakan.
b) Menceritakan kisah kepahlawanan para pahlawan Islami
c) Mengajarkan sifat mulia para Nabi dan Rasul serta para salafus shaleh
d) Menceritakan kehidupan sehari-hari dan cerita kehidupan yang mengandung nilai-nilai moral ajaran Islam
e) Cerita yang dapat digunakan untuk berdakwah kepada anak-anak, yang mengandung kebaikan dan keburukan, sehingga anak dapat membedakannya
f) Cerita yang didalamnya sarat dengan hikmah-hikmah
g) Cerita yang diambil dari pengalaman rasulullah saw dan para sahabat-sahabatnya.
Cerita, baik cerita umum maupun Islami dari buku maupun cerita langsung hendaklah menghindari sikap taklid, cerita bagi anak merupakan sarana untuk memperoleh petunjuk-petunjuk termasuk didalamnya budaya, agama dan cara pandang asing. Anak sebagai pribadi yang belum matang dapat mudah mengikuti segala hal yang diceritakan.
d. Metode Penyampaian Cerita
Setelah guru selesai mempersiapkan cerita ia bersiap-siap utnuk menyampaikan saat waktunya tiba. Pada saat itu ia harus mempersiapkan hal-hal berikut :
1) Tempat bercerita
Bercerita tidak selalu harus dilakukan didalam kelas, tetapi juga boleh juga diluar kelas yang dianggap baik oleh guru agar para siswa bisa duduk dan mendengarkan cerita. Bisa dihalaman sekolah, teras bawah pohon, dan sebagainya.
2) Posisi duduk
Sebelum guru memulai bercerita sebaiknya ia memposisikan para siswa dengan posisi yang baik untuk mendengarkan cerita. Kemudian guru duduk ditempat yang sesuai dan mulai bercerita. Sebaiknya, guru tidak langsung duduk pada awal bercerita tetapi memulainya dengan berdiri kemudian duduk, bergerak mengubah posisi gerakan dan diusahakan jangan duduk terus.
3) Bahasa cerita
Bahasa cerita adalah bahasa yang baik dan mudah dimengerti. Bahasa dalam bercerita hendaknya menggunakan gaya bahasa yang lebih tingi dari gaya bahasa siswa sehari-hari, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan bahasa cerita dibuku.
4) Intonasi guru
Cerita itu mencakup pengantar, rangkaian peristiwa, konflik yang muncul dalam cerita dan klimaks. Pada permulaan cerita guru hendaknya memulai dengan suara tenang. Kemudian mengeraskannya sedikit demi sedikit. Perubahan naik turunnya suara disesuaikan dengan peristiwa dalam cerita.
5) Pemunculan tokoh-tokoh
Telah disebutkan bahwa ketika mempersiapkan cerita, seorang guru harus mempelajari terlebih dahulu tokoh-tokohnya agar dapat memunculkan secara hidup didepan para siswa.
6) Penampakan emosi
Saat bercerita guru harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada para pendengar bahwa seolah-olah hal itu adala emosi si guru sendiri. Jika situasinya menunjukkan rasa kasihan, protes, marah dan mengejek maka intonasi dan kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut.
7) Peniruan suara
Sebagian orang ada yang mampu meniru suara-suara binatang dan benda-benda tertentu, seperti suara singa, kucing, anjing, gemercik air, gelegar petir dan arus sungai yang deras. Sebagai seorang guru jangan malu-malu untuk melakukan itu supaya ceritanya akan lebih menarik untuk di perhatikan.
8) Penguasaan terhadap siswa yang tidak serius
Perhatian siswa ditengah cerita haruslah dibangkitkan sehingga mereka bisa mendengarkan cerita dengan senang hati dan berkesan. Para siswa biasanya diam mendengarkan cerita, jika penyampaiannya bagus. Apabila guru melihat para siswa mulai bosan, jenuh dan banyak bercanda, maka ia harus mencari penyebabnya, mungkin ia sendiri yang menjadi penyebabnya, karena bercerita dengan gaya yang monoton.
9) Menghindari ucapan spontan
Guru acapkali mengucapkan ungkapan spontan setiap kali menceritakan sesuatu peristiwa. Kebiasaan ini tidak baik karena bisa memutuskan rangkain peristiwa dalam cerita.
Kesembilan hal tersebut sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan oleh guru ketika bercerita. Memang kita menganggap bahwa bercerita dengan cara yang baik, rata-rata adalah sesuatu yang bersifat alami dari pada dibuat-buat. Namun, kita tidak melupakan menfaat dari latihan dan belajar dalam menguasahakan metode yang tepat untuk itu.