Organisasi yang memiliki karyawan dengan tingkat komitmen yang tinggi akan mempunyai karyawan dengan rasa keterikatan dan pengabdian yang besar pada organisasi. Organisasi yang memiliki komitmen tinggi akan menguntungkan organisasi karena akan memudahkan organisasi dalam mencapai tujuannya. Menciptakan komitmen karyawan pada organisasi sangat penting, karena karyawanlah yang menentukan sebagian besar keberhasilan suatu organisasi. Komitmen organisasi dibawah ini ditinjau dari beberapa teori antara lain :
1. Teori pertukaran sosial
Teori pertukaran sosial dari Thibaut dan Kelley, menyatakan bahwa seseorang berperilaku atau berkomunikasi dengan orang lain karena mereka mengharapkan memperoleh sesuatu dari hubungan tersebut. Teori pertukaran sosial memandang hubungan terutama oleh hasil-hasilnya, yaitu keuntungan-keuntungan yang diperoleh. Setiap individu akan secara sukarela memasuki atau tinggal dalam hubungan apapun sepanjang hal itu cukup memuaskan dari segi biaya dan hadiah yang diperoleh sehingga tidak ada keuntungan, tidak ada hubungan (Calhoun dan Acocella, 1995:243). Karyawan/individu, menurut pengertian diatas, akan ikut bergabung dan memiliki komitmen yang tinggi jika ia melihat adanya keuntungan yang akan diperolehnya dari hubungan keanggotaannya tersebut, sebaliknya jika ia memandang tidak akan memperoleh keuntungan apapun maka ia tidak akan ikut bergabung
2. Teori Sosialisasi
Sosialisasi adalah penerimaan sikap, nilai dan norma yang diperlukan untuk diterima menjadi anggota kelompok bagi para pendatang baru sebuah kelompok. Katz (1964) mencatat tiga jenis perilaku yang harus diperhatikan anggotanya agar sebuah organisasi berfungsi paling efektif, yaitu :
a. karyawan harus tinggal di tempat perusahaan
b. karyawan harus melaksanakan pekerjaannya secara mandiri
c. karyawan harus terlibat dalam perilaku inovatif dan kooperatif yang melebihi jangkauan deskripsi jabatan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sampai sejauh mana setiap karyawan tertentu menunjukkan perilaku tersebut, misalnya sejauhmana karyawan merasa betah, senang dengan prestasi kerjanya, dan termotivasi untuk membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.
Sosialisasi merupakan fase pengumpulan informasi bagi calon/karyawan.
Mereka akan menilai apakah ia akan cocok bekerja di dalam suatu perusahaan atau tidak. Faktor kejujuran dari mereka pada tahap penyaringan dan seleksi akan memudahkan proses sosialisasi. Faktor ini dapat mendorong mereka yang tidak cocok untuk keluar atau mengundurkan diri dari perusahaan.
Salah satu contoh yang dapat dilihat dari pentingnya sosialisasi adalah hubungan kerja perusahaan Jepang, yaitu pada hubungan antara karyawan dan majikan. Perusahaan Jepang mengharapkan dan menghargai kerja keras, percaya diri, loyalitas, rasa bangga, dan kerjasama diantara karyawannya. Sebagai imbalannya, pihak manajemen dengan sungguh-sungguh bertanggung jawab atas kesejahteraan karyawan dengan melibatkannya dalam sebagian besar aspek pengambilan keputusan organisasi sebagai bagian dari tanggung jawab. Interaksi kedua belah pihak tersebut akan meningkatkan produktivitas perusahaan Jepang yang jauh melampaui perusahaan-perusahaan Amerika (Jewell dan Siegall, 1998:195-201).
3. Teori Equity (Persamaan)
Pindah kerja/ turn over merupakan proses yang melibatkan waktu, perubahan, dan interaksi organisasi/individu. Farrell dan Rusbult (Jewell dan Siegall, 1998:516) memandang pindah kerja berasal dari komitmen kerja yang rendah. Komitmen kerja diyakini sebagai fungsi dari persepsi individu mengenai investasi relatif dalampekerjaannya, penghargaan dan biaya atau pengorbanan untuk tetap tinggal di perusahaan itu, dan harapan adanya pekerjaan alternatif. Salah satu pendekatan konseptual yang menekankan pandangan proses dari pindah kerja adalah teori equity dari motivasi.
Teori yang dikembangkan oleh J. Stacy Adams (1965) ini menyatakan bahwa karyawan akan membandingkan usaha dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima oleh orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Imbalan disini termasuk didalamnya adalah gaji, status, dan tingkat pekerjaan, sedangkan usaha antara lain : ketrampilan, pengalaman, pendidikan serta pelatihan. Jika seseorang merasa tidak mendapatkan perbandingan yang seimbang, maka ia akan berusaha mengubah atau memperbaharuinya dengan bekerja secara lebih atau efisien atau mencoba mendapat imbalan yang lebih besar lagi, dalam hal ini ia akan mencari pekerjaan lain (Cahyono, 1996:300).
4. Teori Bargaining Power
Menurut teori ini, karyawan ataupun majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga permintaan/penawaran yang pasti, tetapi ada batas harga permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Batas-batas harga tingkat upah tersebut ditentukan oleh kekuatan bargaining kedua belah pihak. Buruh individual yang lemah kekuataannya dan harus menerima upah dengan tingkat terendah dapat dibantu oleh serikat pekerja/buruh untuk menuntut tingkat upah yang lebih tinggi dengan kekuataan ekonominya yang lebih besar. Hal-hal yang diperundingkan tidak hanya masalah upah tetapi juga kondisi kerja, promosi, pemutusan hubungan kerja, hak-hak manajemen, dan sebagainya. Kedua belah pihak harus memegang komitmen terhadap hasil perundingan. Jika salah satu pihak melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, maka akan timbul masalah. Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat mengakibatkan terjadinya aksi demostrasi pekerja yang dampaknya akan sangat berpengaruh terhadap hubungan kerja, seperti mogok kerja, meningkatnya perpindahan kerja, produktivitas, dan sebagainya.
1. Teori pertukaran sosial
Teori pertukaran sosial dari Thibaut dan Kelley, menyatakan bahwa seseorang berperilaku atau berkomunikasi dengan orang lain karena mereka mengharapkan memperoleh sesuatu dari hubungan tersebut. Teori pertukaran sosial memandang hubungan terutama oleh hasil-hasilnya, yaitu keuntungan-keuntungan yang diperoleh. Setiap individu akan secara sukarela memasuki atau tinggal dalam hubungan apapun sepanjang hal itu cukup memuaskan dari segi biaya dan hadiah yang diperoleh sehingga tidak ada keuntungan, tidak ada hubungan (Calhoun dan Acocella, 1995:243). Karyawan/individu, menurut pengertian diatas, akan ikut bergabung dan memiliki komitmen yang tinggi jika ia melihat adanya keuntungan yang akan diperolehnya dari hubungan keanggotaannya tersebut, sebaliknya jika ia memandang tidak akan memperoleh keuntungan apapun maka ia tidak akan ikut bergabung
2. Teori Sosialisasi
Sosialisasi adalah penerimaan sikap, nilai dan norma yang diperlukan untuk diterima menjadi anggota kelompok bagi para pendatang baru sebuah kelompok. Katz (1964) mencatat tiga jenis perilaku yang harus diperhatikan anggotanya agar sebuah organisasi berfungsi paling efektif, yaitu :
a. karyawan harus tinggal di tempat perusahaan
b. karyawan harus melaksanakan pekerjaannya secara mandiri
c. karyawan harus terlibat dalam perilaku inovatif dan kooperatif yang melebihi jangkauan deskripsi jabatan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sampai sejauh mana setiap karyawan tertentu menunjukkan perilaku tersebut, misalnya sejauhmana karyawan merasa betah, senang dengan prestasi kerjanya, dan termotivasi untuk membantu organisasi untuk mencapai tujuannya.
Sosialisasi merupakan fase pengumpulan informasi bagi calon/karyawan.
Mereka akan menilai apakah ia akan cocok bekerja di dalam suatu perusahaan atau tidak. Faktor kejujuran dari mereka pada tahap penyaringan dan seleksi akan memudahkan proses sosialisasi. Faktor ini dapat mendorong mereka yang tidak cocok untuk keluar atau mengundurkan diri dari perusahaan.
Salah satu contoh yang dapat dilihat dari pentingnya sosialisasi adalah hubungan kerja perusahaan Jepang, yaitu pada hubungan antara karyawan dan majikan. Perusahaan Jepang mengharapkan dan menghargai kerja keras, percaya diri, loyalitas, rasa bangga, dan kerjasama diantara karyawannya. Sebagai imbalannya, pihak manajemen dengan sungguh-sungguh bertanggung jawab atas kesejahteraan karyawan dengan melibatkannya dalam sebagian besar aspek pengambilan keputusan organisasi sebagai bagian dari tanggung jawab. Interaksi kedua belah pihak tersebut akan meningkatkan produktivitas perusahaan Jepang yang jauh melampaui perusahaan-perusahaan Amerika (Jewell dan Siegall, 1998:195-201).
3. Teori Equity (Persamaan)
Pindah kerja/ turn over merupakan proses yang melibatkan waktu, perubahan, dan interaksi organisasi/individu. Farrell dan Rusbult (Jewell dan Siegall, 1998:516) memandang pindah kerja berasal dari komitmen kerja yang rendah. Komitmen kerja diyakini sebagai fungsi dari persepsi individu mengenai investasi relatif dalampekerjaannya, penghargaan dan biaya atau pengorbanan untuk tetap tinggal di perusahaan itu, dan harapan adanya pekerjaan alternatif. Salah satu pendekatan konseptual yang menekankan pandangan proses dari pindah kerja adalah teori equity dari motivasi.
Teori yang dikembangkan oleh J. Stacy Adams (1965) ini menyatakan bahwa karyawan akan membandingkan usaha dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima oleh orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Imbalan disini termasuk didalamnya adalah gaji, status, dan tingkat pekerjaan, sedangkan usaha antara lain : ketrampilan, pengalaman, pendidikan serta pelatihan. Jika seseorang merasa tidak mendapatkan perbandingan yang seimbang, maka ia akan berusaha mengubah atau memperbaharuinya dengan bekerja secara lebih atau efisien atau mencoba mendapat imbalan yang lebih besar lagi, dalam hal ini ia akan mencari pekerjaan lain (Cahyono, 1996:300).
4. Teori Bargaining Power
Menurut teori ini, karyawan ataupun majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga permintaan/penawaran yang pasti, tetapi ada batas harga permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Batas-batas harga tingkat upah tersebut ditentukan oleh kekuatan bargaining kedua belah pihak. Buruh individual yang lemah kekuataannya dan harus menerima upah dengan tingkat terendah dapat dibantu oleh serikat pekerja/buruh untuk menuntut tingkat upah yang lebih tinggi dengan kekuataan ekonominya yang lebih besar. Hal-hal yang diperundingkan tidak hanya masalah upah tetapi juga kondisi kerja, promosi, pemutusan hubungan kerja, hak-hak manajemen, dan sebagainya. Kedua belah pihak harus memegang komitmen terhadap hasil perundingan. Jika salah satu pihak melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, maka akan timbul masalah. Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat mengakibatkan terjadinya aksi demostrasi pekerja yang dampaknya akan sangat berpengaruh terhadap hubungan kerja, seperti mogok kerja, meningkatnya perpindahan kerja, produktivitas, dan sebagainya.