Aliran-aliran Parsial dalam Memahami Aqidah


Aliran-aliran Parsial dalam Memahami Aqidah: Sebagian Aliran Tasawwuf
Oleh: Dr. Hidayat Nurwahid.


Artikel ini merupakan bagian dari kuliah bersambung dari Ustadz Hidayat Nurwahid, MA tentang Al-Manhajul Juz'i fii Fahmi Aqidah (berbagai kelompok yang juz'i/parsial dalam memahami aqidah Islam). Pada kesempatan kali ini akan difokuskan pada sebagian aliran tasawwuf.

SEJARAH TASAWWUF

Asal Kata: Tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, jika disandarkan pada ahlu Shuffah maka asal katanya Shufiy (bukan Shuufiy), jika dari ash-Shafwah maka asalnya Shafwiy, jika dari ash-Shaf maka asal katanya Shaffiy, maka para ulama bahasa sepakat ia berasal dari kata Ash-Shuuf (pakaian dari bulu domba yg biasa dipakai oleh orang miskin).


Asal Daerah: Menurut Ibnu Taimiyyah penyebutan istilah ini pertama kali pada Abdul Wahid bin Zaid (murid Hasan al-Bashri) dari Bashrah. Kota ini tempat pertemuan berbagai budaya Timur (Islam, Persia, Hindu, Konfusian) dan Barat (Yunani, Romawi, Kristen), juga tempat terjadinya berbagai krisis ideologi (Khawarij dan Syi’ah), juga jauh dari pusat Islam (Mekkah dan Madinah) sehingga terjadi sinkretisme antar berbagai ideologi dan induk budaya tersebut.


Penyimpangan Tasawwuf: Mulai terjadinya penyimpangan mereka adalah sejak setelah abad ke-5 dan 6-H (abad 12 dan 13-M), yaitu saat runtuhnya daulah Abbasiyyah, diantaranya adalah kesalahan Rabi’ah al-Adawiyyah tentang manhaj al-Hubb (memahami cinta), sehingga ia menegur seorang ibu yang memeluk dan mencium anaknya dengan kata-kata: Masih sempatkah anda mencintai selain Allah? Padahal Nabi SAW yang paling cinta dan dicintai Allah juga memeluk dan menciumi cucu-cucunya. Ia (Rabi’ah) juga berdo’a agar rahmat Allah di dunia untuknya diberikan pada orang kafir saja dan rahmat Allah di akhirat untuknya diberikan pada muslimin, sementara baginya cukup Allah saja. Hal inipun salah juga karena Nabi SAW meminta rahmat di dunia dan akhirat, bahkan Allah SWT memerintahkan tiap muslimin untuk meminta rahmat-Nya di dunia dan di akhirat dalam al-Qur’an (Rabbana atina fid dunya hasanah wafil akhirati hasanah …). Penyimpangan yang berat terjadi dikalangan sufi pasca abad ke-5 H, melalui faham hulul oleh al-Hallaj yang berani menyatakan : Aku adalah Allah, karena berdalil dg QS 32:9. Kemudian diikuti oleh Ibnu Arabi dengan fahamnya wuhdatul wujud dan wihdatul adyan.

ALIRAN-ALIRAN TASAWWUF

Sufi Pemikiran: Lebih mementingkan ide-ide, tingkat kesempurnaan manusia menurutnya dibagi 4 (syari’at, thariqat, ma’rifat dan haqiqat), sehingga jika sudah sampai hakikat maka tidak butuh lagi syari’at. M Iqbal dalam bukunya Tajdid fi Fikril Islami menyitir pendapat seorang tokoh sufi ini Abdul Quddus yang mengomentari tentang Mi’raj Nabi Muhammad SAW : "Seandainya aku yg menjadi Nabi SAW dan bertemu Allah SWT saat Mi’raj maka aku takkan kembali lagi." Inilah bedanya sufi dengan nabi, kalau nabi maka kebaikan yang didapatnya akan diberikannya sebanyak-banyaknya kepada orang lain.

Sufi Faqir: Lebih senang dengan kemiskinan, pakaian kumal dan malas berusaha. Kelompok ini banyak dipengaruhi oleh para Bhiksu India dengan ajarannya samsara, menyiksa diri dan meminta-minta serta berkeliling dengan binatang-binatang kotor.


Sufi Filsafat:

Melihat Islam dari sisi lafzhiyyah saja, seperti shalat diartikan dzikir saja, Islam diartikan pasrah pada kebenaran dari yang Maha Benar, La ilaha Illallah diartikan Tiada tuhan selain Tuhan (t-besar dan t-kecil), dan jika mereka menemukan kata yang tidak dapat diselewengkan artinya maka diartikan sebagai simbol saja (seperti kewajiban berjilbab, berjenggot, dsb).


Aliran Kesatuan Agama-agama (Wihdatul Adyan), di era modern kelompok ini dimotori oleh Prof. Fazlurrahman (Afzalurrahman) yang diusir dari Pakistan sebab berani menyatakan bahwa seorang muslim juga seorang Kristen dan sebaliknya (kini mengajar di Universitas Chicago).


Aliran Kesatuan Hamba dengan Pencipta (Hulul dan Wihdatul Wujud), kelompok hulul tokohnya adalah Abu Mughits bin Manshur al-Hallaj yang digantung oleh Khilafah Abbasiyyah karena menjadi mata-mata dinasti Fathimiyyah (syi’ah); sementara kelompok wihdatul wujud tokohnya ialah Ibnu Arabiy.



Sufi Hakiki: Yaitu sufi sejati yang sangat berpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah serta manhaj-salaf, mereka mayoritas ada sebelum abad ke-5 Hijrah, diantara tokoh-tokohnya ialah:
Abdul Qadir al-Jilani, sufi-mujahid yang mengislamkan ratusan ribu orang di India dan membai’at ribuan orang untuk berperang melawan penjajah, diantara bukunya yang terbaik ialah al-Ghunyah li Thalibi Thariqatil Haq.

Abul Qasim al-Junaid al-Baghdadi, perkataannya pada para salikin yang baru ialah : Ilmu Tasawwuf kami didasarkan atas disiplin pada al-Qur’an dan as-Sunnah, maka barangsiapa yang tidak menguasai al-Qur’an dan tidak pandai menulis hadits-hadits nabi dan tidak faqih tentang al-Islam maka jangan kalian dengar pendapatnya.

Abu Hamid Muhammad al-Ghazaliy, diantara kata-katanya kepada para murid-muridnya ialah: Jika kalian melihat seorang yang dapat terbang diudara atau berjalan diatas air maka jangan kalian terpesona padanya sebelum kalian melihatnya mampu berdiri tegak melaksanakan syari’ah.

PENDAPAT ULAMA ISLAM TENTANG TASAWWUF

Membenci, yaitu yang bersikap sangat keras pada aliran tasawwuf, sehingga mereka menyebutnya sebagai ahli bid'ah yang sesat dan menyimpang dari syari'at. Diantara tokoh kelompok ini adalah Imam Abubakar al-Jazairi yang menyatakan: Tasawwuf adalah anak haram, karena tidak ada asalnya baik dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah, maka mereka adalah kelompok ahli bid'ah yang meninggalkan sunnah.

Memuji, yaitu yang memuji dan menyanjung tasawwuf, sehingga mereka mengatakan tentang tasawwuf sebagai: Mereka adalah makhluk Allah yang paling mulia dan utama dibumi ini setelah para nabi as.

Adil dan moderat, yaitu kelompok yang menilai mereka dengan menggunakan standar al-Qur’an dan as-Sunnah serta manhaj salaf yang shalih. Jika mereka menyimpang dari ketiganya maka tidak segan-segan untuk ditegur dan diluruskan dan jika benar maka didukung. Ibnu Taimiyyah misalnya mengatakan : Mereka adalah orang yang berijtihad tentang cara bertaqwa kepada Allah SWT, sehingga mereka bisa salah dan bisa benar.

MARAJI’ :
Abdul Kariim al-Qusyairiy, Risalatul Qusyairiyyah fii Ilmit Tashawwuf. Daar al-Khaiir.

Abdullah bin Alwi al-Haddad, Adaab Suluuk al-Muriid. Mathba’ah al-Bayaan al-Arabiyy.

Ibnul Jauziy, Talbiisu Ibliis, Daar al-Fikr, Bairut.

Ibnu Qudaamah al-Maqdisiy, Mukhtashaar Minhaaj al-Qaasidiin. Daar al-Fikr.

Lain-lain

sumber:www.pks-anz.org)