Pengertian budaya
Istilah budaya (culture) pada mulanya populer dalam disiplin ilmu antropologi. Kata culture berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan; biasanya berkaitan dengan kegiatan pengolahan tanah. Istilah culture berkembang menjadi segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1993:9).
Kata kultur memiliki banyak arti dan konotasi. Schein menyarankan bahwa kultur harus digunakan untuk tingkat asumsi dan keyakinan yang lebih dalam yang dirasakan bersama oleh para anggota suatu organisasi yang bekerja tanpa disadari. Summe (1983) mengungkapkan bahwa kultur bukanlah perilaku yang jelas atau benda yang dapat terlihat dan diamati oleh seseorang. Kultur juga bukan falsafah atau sistem nilai yang mungkin diucapkan atau ditulis oleh pendirinya dalam anggaran dasar tetapi merupakan asumsi-asumsi yang terletak dibelakang nilai yang menentukan pola perilaku dan dibalik benda yang dapat terlihat seperti tata letak kantor, pakaian seragam dan sebagainya (Cahyono, 1996:53)
E.B.Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleksitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusian sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, yang mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak (Mursid, 2001:24).
Kluckhohn (Geertz,1992:4-5) mengungkapkan ada 11 definisi kebudayaan sebagai : (1) Keseluruhan cara hidup suatu masyarakat; (2) Warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya; (3) Suatu cara berpikir, merasa dan percaya; (4) Suatu abstraksi dari tingkah laku; (5) Teori dari para antropologi tentang cara suatu kelompok masyarakat bertingkah laku; (6) Gudang guna mengumpulkan hasil belajar; (7) Seperangkat orientasi-orientasi standar pada masalah-masalah yang sedang berlangsung; (8) Tingkah laku yang dipelajari; (9) Mekanisme untuk penataan tingkah laku secara normatif; (10) Seperangkat tehnik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan luar maupun dengan orang lain; dan (11) Suatu endapan sejarah.
2. Budaya perusahaan
Hofstede (1980:24) mendefinisikan budaya sebagai program mental kolektif yang membedakan anggota suatu kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain. Budaya perusahaan memiliki dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan menghadapi perubahan. Pada tingkat yang kurang terlihat, budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut bersama oleh kelompok dan cenderung tetap bertahan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pada tingkatan selanjutnya, budaya menggambarkan pola perilaku suatu organisasi sehingga anggota baru secara otimatis terdorong untuk mengikuti perilaku teman kerjanya (Kotter dan Hesket,1992:4).
Atmosoeprapto (2000:70) menyimpulkan dari pendapat Schein bahwa budaya perusahaan memiliki pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi/perusahaan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa budaya perusahaan adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi/perusahaan termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Ungson (1997) mengungkapkan pengaruh budaya perusahaan terhadap perusahaan gabungan (joint), bahwa perbedaan budaya tidak memiliki pengaruh terhadap pembubaran joint. Bahkan perusahaan gabungan Jepang-Amerika bertahan lebih lama daripada gabungan perusahaan Amerika-Amerika.
Budaya organisasi menurut Tosi et., al. (1994) adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi (Munandar, 2001:263) . Sedangkan Susanto (1997:3) memberikan definisi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
Budaya perusahaana banyak diyakini perusahaan sebagai budaya kerja yang berdampak besar terhadap kinerja perusahaan. Schein menyatakan budaya perusahaan/organisasi sebagai pola asumsi dasar yang telah dikemukakan oleh suatu kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi ( Munandar, 2001:262).
Beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan cata berpikir, bekerja, berperilaku anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan mereka. Budaya organisasi umumnya menekankan pada pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama dan ikatan kepercayaan serta pengaruhnya terhadap perilaku anggota organisasi. Hal inilah yang membedakan satu organisasi dengan organisasi yang lainnya.
3. Karakteristik budaya perusahaan
Budaya perusahaan mungkin kuat atau lemah dan budaya yang kuat tidaklah harus baik. Sebaliknya, budaya yang lemah mungkin dapat diterima jika organisasi/perusahaan tersebut berfungsi dengan baik. Minat terhadap konsep budaya perusahaan ini didorong oleh upaya membongkar rahasia keberhasilan perusahaan Jepang.
Schein (1992: 16-27) menggambarkan budaya perusahaan ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Artifak dan perilaku
Merupakan tingkat budaya yang tampak di permukaan. Termasuk didalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masih asing baginya. Termasuk dalam artifak ini adalah produk yang tampak seperti bahasa, teknologi, produksi, gaya dalam berbusana, perayaan, mitos dan cerita tentang organisasi/perusahaan, dan lain-lain.
2. Nilai-nilai yang diyakini
Tingkat ini tidak dapat terlihat. Nilai-nilai ini terungkap melalui pola-pola perilaku tertentu. Dalam organisasi, nilai-nilai tertentu umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh pendiri dan pemimpinya yang menjadi pegangan dalam menekan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai ini menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan, tetapi membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota baru.
3. Asumsi-asumsi dasar
Merupakan tingkatan yang paling dalam, yang mendasari nilai-nilai, yaitu tingkat keyakinan (belief). Tingkatan ini terdiri dari berbagai asumsi dasar. Asumsi-asumsi dasar ini telah ada sebelumnya dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar ini dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi dasar ini cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.
Robbins (1998:595-596) mengemukakan tujuh karakteristik primer yang digunakan secara bersama-sama untuk memahami hakikat budaya suatu perusahaan. Ketujuh karakteristik tersebut yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan resiko
Suatu keleluasaan bagi anggota organisasi sehingga terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian pada rincian
Harapan organisasi kepada anggotanya agar bertindak secara cermat, analitis dan memperhatikan pada rincian.
3. Orientasi pada hasil
Sejauhmana pihak manajemen organisasi lebih memperhatikan hasil kerja anggota organisasi daripada tehnik atau proses yang dilakukan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi pada ruang
Bagaimana organisasi memperlakukan anggota-anggotanya secara manusiawi
5. Orientasi pada tim
Menunjukkan apakah proses-proses kerja dalam organisasi dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kerja, bukan pada individu.
6. Agresivitas
Sejauhmana anggota organisasi berperilaku agresif dan kompetitif dalam proses kerjanya.
7. Kemantapan
Kekuatan anggota organisasi memegang teguh tujuh karakteristik tersebut menunjukkan stabil atau tidaknya organisasi dalam menata dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
Elemen budaya perusahaan. Deal dan Kennedy (1993 : 3-11) menguraikan enam elemen penentu budaya yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Keenam elemen tersebut yaitu :
1. Sejarah
Merupakan perekat dalam keutuhan organisasi dan mengikat individu-individu pada mitologi yang dipahami bersama tujuan yang harus dicapai.
2. Nilai dan keyakinan
Keyakinan adalah hal yang diingat dan diterima secara bersama sebagai sesuatu yang penting sifatnya. Nilai-nilai merupakan prinsip-prinsip mendasar yang dianut secara bersama oleh karyawan
3. Upacara dan perayaan
Merupakan aktifitas yang tersistematis dan rutin dimana perusahaan menonjolkan nilai-nilai dan kepercayaannya.
4. Cerita-cerita
Merupakan sarana untuk menyampaikan nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut perusahaan. Biasanya yang menjadi fokus cerita adalah figur-figur panutan dalam perusahaan dan prestasi karyawan.
5. Tokoh-tokoh panutan
Merupakan sosok individu-individu yang melambangkan nilai-nilai perusahaan dan menjadi sosok panutan bagi karyawan.
6. Jaring-jaring budaya
Merupakan bentuk komunikasi informal untuk menyebarkan nilai-nilai dan kisah-kisah kepahlawanan dalam perusahaan.
4. Pembentukan budaya perusahaan
Lingkungan berpengaruh besar terhadap budaya perusahaan. Organisasi/perusahaan harus mampu mempertahankan hidupnya dan berupaya keras agar dalam lingkungan yang terus mengalami perubahan, organisasi dapat bertahan dan mendorong pada perubahan yang lebih baik. Budaya perusahaan merupakan hasil dari proses belajar. Schein (Cahyono, 1996:53) mengatakan bahwa ada dua cara proses pembentukan budaya perusahaan, yaitu :
1. Model trauma
Para anggota organisasi belajar untuk mengatasi ancaman dengan munculnya mekanisme pertahanan.
2. Model imbalan positif
Segala sesuatu yang tampaknya berfungsi menjadi tersimpan dan mengendap. Belajar terjadi ketika orang beradaptasi dan mengatasi tekanan dari luar, dan ketika ia berhasil mengembangkan pendekatan atau mekanisme untuk mengatasi teknologi perusahaan mereka.
5. Tipe-tipe budaya perusahaan
Harrison (Cowling dan James, 1996:97) mengemukakan empat tipe budaya perusahaan yang berlaku dalam berbagai situasi yang berbeda, yaitu :
1. Budaya peran
Menekankan pada stabilitas dan kontrol perintah dan didasarkan pada suatu pencarian keamanan. Budaya ini suatu birokrasi sektor umum model kuno.
2. Budaya kekuasaan
Menekankan pada kekuatan, ketegasan dan ketetapan hati dan didasarkan pada pencarian untuk keamanan. Budaya ini dapat ditemukan dalam :
a) Perusahaan besar dimana sejumlah eksekutif senior mengerahkan sejumlah besar kuasa dengan cara yang otokratis.
b) Perusahaan yang dimiliki swasta yang lebih kecil, kendali keluarga memegang kekuasaan yang perlu diperhitungkan.
3. Budaya pencapaian
Menekankan pada keberhasilan, pertumbuhan dan kehormatan serta didasarkan pada ekspresi pribadi. Budaya seperti ini dapat ditemukan pada beberapa organisasi/perusahaan modern maju yang mendorong otonomi dan ungkapan pribadi.
4. Budaya dukungan
Didasarkan pada pelayanan, integrasi dan nilai-nilai bersama. Budaya ini didasarkan pada rasa kebersamaan.
Pendekatan diatas lalu diadaptasi oleh Horison dan Handy dengan mengembangkan tipe-tipe budaya perusahaan berdasarkan tingkat formalisasi dan sentralisasi, dan mengelompokkan budaya perusahaan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Formalisasi tinggi, sentralisasi tinggi
Budaya birokrasi dimana semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis melalui berbagai macam prosedur, jika perlu dengan time dan motion study yang cermat. Porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin.
2. Formalisasi rendah, sentralisasi tinggi
Tidak banyak terdapat peraturan atau prosedur. Kekuasaan tertinggi berada di tangan satu orang atau sebuah kelompok kecil yang memberi komando dari pusat, seperti laba-laba yang berada ditengah jaringnya.
3. Formalisasi tinggi, sentralisasi rendah
Terdapat pada kelompok-kelompok kerja interdisipliner yang diorganisir berdasarkan suatu tugas atau proyek. Cara kerja masing-masing elemen ini sangat independen tetapi mereka terikat oleh berbagai prosedur yang ketat.
4. Formalisasi rendah, sentralisasi rendah
Tipe budaya sangat desentralisasi dan informal. Anggotanya memiliki tujuan/kepentingan sama tetapi masih menikmati kebebasan individu yang tinggi.
Pengendalian budaya perusahaan
Budaya perusahaan merupakan salah satu faktor utama dalam mencapai keberhasilan, akan tetapi untuk mencapai keberhasilan tersebut sangatlah tidak mudah. Hal ini karena budaya perusahaan yang diajarkan melalui proses belajar telah berakar dan sulit diubah. Pendekatan untuk mengendalikan budaya perusahaan adalah dengan menggunakan budaya yang telah dimiliki , dikenali dan diterapkan. Deal dan Kennedy (1992) mengemukakan lima alasan untuk membenarkan perubahan budaya secara besar-besaran, yaitu:
1. Jika suatu perusahaan memiliki nilai-nilai yang kuat yang tidak cocok dengan lingkungan yang berubah.
2. Jika industri sangat bersaing dan berkembang dengan sangat pesat.
3. Jika perusahaan dalam ukuran yang sedang-sedang saja atau lebih buruk lagi.
4. Jika perusahaan mulai memasuki peringkat perusahaan yang sangat besar.
5. Jika perusahaan kecil namun berkembang sangat pesat.
Kennedy mengemukakan bahwa jika tidak ada alasan satupun yang cocok, maka diharapkan untuk tidak melakukan perubahan terhadap budaya perusahaan sebab perubahan akan banyak memakan biaya, baik waktu, usaha, maupun finansial (Widyastuti 1998:24).
Program manajemen budaya melibatkan langkah-langkah berikut :
1. Mengenali asumsi-asumsi dan keyakinan dasar dan mendefinisikan (kembali) nilai-nilai inti.
2. Menganalisis suasana perusahaan.
3. Menganalisis gaya kepemimpinan.
4. Merencanakan dan melaksanakan dasar langkah-langkah dari aspek-aspek budaya yang perlu diubah dan aspek-aspek yang harus dipertahankan atau ditegakkan.
7. Fungsi dan manfaat budaya perusahaan
Budaya perusahaan, sebagai sekumpulan asumsi-asumsi mendasar, berfungsi untuk memberikan arah bagi anggota perusahaan/organisasi tentang apa yang harus diperhatikan, makna dari segala sesuatu yang harus dicapai, bagaimana seharusnya reaksi dan tindakan yang diambil dalam situasi-situasi tertentu (Schein,1992:22).
Budaya perusahaan memiliki beberapa fungsi yaitu (Biantoro, 2002:24-26) :
1. Memiliki peran dalam menetapkan tapal batas, yaitu budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi/perusahaan dengan organisasi lainnya.
2. Memberikan rasa identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah munculnya komitmen pada kepentingan yang lebih luas.
4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5. Menjadi mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap atau perilaku karyawan.
Sedangkan Susanto (1997:19-20) memaparkan sisi manfaat yang diperoleh jika budaya perusahaan dipahami oleh seluruh lapisan sumber daya manusia dan bagi perusahaan. Manfaat bagi sumber daya manusia adalah :
1. Memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal ini sumber daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku, melainkan harus menyesuaikan dengan siapa dan dimana berada.
2. Mempunyai kesamaan visi dan misi dalam melakukan tugas dan tanggung jawab. Masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat interdependensi antar individu/bagian karena saling melengkapi dalam kegiatan usaha.
3. Mendorong sumber daya manusia selalu mencapai prestasi kerja atau produktifitas yang lebih baik. Hal ini dapat dicapai jika proses sosialisasi dapat dijalankan dengan tepat pada sasaran.
4. Mengetahui secara pasti tentang jenjang karir di perusahaan sehingga mendorong karyawan untuk konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.
Manfaat yang diperoleh perusahaan antara lain :
1. Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan tingkat turn over karyawan. Hal ini karena budaya perusahaan mendorong sumber daya manusia memutuskan untuk tetap berkembang bersama perusahaan.
2. Sebagai pedoman dalam menentukan kebijaksanaan mengenai kegiatan intern perusahaan, seperti : tata tertib administrasi, hubungan antar bagian, penilaian prestasi kerja, dan lain-lain.
3. Untuk menunjukkan pada pihak luar tentang keberadaan perusahaan dari ciri khas yang dimiliki, di tengah-tengah perusahaan yang ada di masyarakat.
4. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan, seperti : pembentukan perencanaan pemasaran, penentuan segmentasi pasar, penentuan posisi perusahaan yang akan dikuasai.
5. Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan sumber daya manusia dengan dukungan penuh seluruh jajaran sumber daya yang ada.
Istilah budaya (culture) pada mulanya populer dalam disiplin ilmu antropologi. Kata culture berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan; biasanya berkaitan dengan kegiatan pengolahan tanah. Istilah culture berkembang menjadi segala daya dan upaya manusia untuk mengubah alam (Koentjaraningrat, 1993:9).
Kata kultur memiliki banyak arti dan konotasi. Schein menyarankan bahwa kultur harus digunakan untuk tingkat asumsi dan keyakinan yang lebih dalam yang dirasakan bersama oleh para anggota suatu organisasi yang bekerja tanpa disadari. Summe (1983) mengungkapkan bahwa kultur bukanlah perilaku yang jelas atau benda yang dapat terlihat dan diamati oleh seseorang. Kultur juga bukan falsafah atau sistem nilai yang mungkin diucapkan atau ditulis oleh pendirinya dalam anggaran dasar tetapi merupakan asumsi-asumsi yang terletak dibelakang nilai yang menentukan pola perilaku dan dibalik benda yang dapat terlihat seperti tata letak kantor, pakaian seragam dan sebagainya (Cahyono, 1996:53)
E.B.Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleksitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusian sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, yang mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak (Mursid, 2001:24).
Kluckhohn (Geertz,1992:4-5) mengungkapkan ada 11 definisi kebudayaan sebagai : (1) Keseluruhan cara hidup suatu masyarakat; (2) Warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya; (3) Suatu cara berpikir, merasa dan percaya; (4) Suatu abstraksi dari tingkah laku; (5) Teori dari para antropologi tentang cara suatu kelompok masyarakat bertingkah laku; (6) Gudang guna mengumpulkan hasil belajar; (7) Seperangkat orientasi-orientasi standar pada masalah-masalah yang sedang berlangsung; (8) Tingkah laku yang dipelajari; (9) Mekanisme untuk penataan tingkah laku secara normatif; (10) Seperangkat tehnik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan luar maupun dengan orang lain; dan (11) Suatu endapan sejarah.
2. Budaya perusahaan
Hofstede (1980:24) mendefinisikan budaya sebagai program mental kolektif yang membedakan anggota suatu kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain. Budaya perusahaan memiliki dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan menghadapi perubahan. Pada tingkat yang kurang terlihat, budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut bersama oleh kelompok dan cenderung tetap bertahan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pada tingkatan selanjutnya, budaya menggambarkan pola perilaku suatu organisasi sehingga anggota baru secara otimatis terdorong untuk mengikuti perilaku teman kerjanya (Kotter dan Hesket,1992:4).
Atmosoeprapto (2000:70) menyimpulkan dari pendapat Schein bahwa budaya perusahaan memiliki pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi/perusahaan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa budaya perusahaan adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi/perusahaan termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Ungson (1997) mengungkapkan pengaruh budaya perusahaan terhadap perusahaan gabungan (joint), bahwa perbedaan budaya tidak memiliki pengaruh terhadap pembubaran joint. Bahkan perusahaan gabungan Jepang-Amerika bertahan lebih lama daripada gabungan perusahaan Amerika-Amerika.
Budaya organisasi menurut Tosi et., al. (1994) adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi (Munandar, 2001:263) . Sedangkan Susanto (1997:3) memberikan definisi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
Budaya perusahaana banyak diyakini perusahaan sebagai budaya kerja yang berdampak besar terhadap kinerja perusahaan. Schein menyatakan budaya perusahaan/organisasi sebagai pola asumsi dasar yang telah dikemukakan oleh suatu kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi ( Munandar, 2001:262).
Beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan cata berpikir, bekerja, berperilaku anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan mereka. Budaya organisasi umumnya menekankan pada pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama dan ikatan kepercayaan serta pengaruhnya terhadap perilaku anggota organisasi. Hal inilah yang membedakan satu organisasi dengan organisasi yang lainnya.
3. Karakteristik budaya perusahaan
Budaya perusahaan mungkin kuat atau lemah dan budaya yang kuat tidaklah harus baik. Sebaliknya, budaya yang lemah mungkin dapat diterima jika organisasi/perusahaan tersebut berfungsi dengan baik. Minat terhadap konsep budaya perusahaan ini didorong oleh upaya membongkar rahasia keberhasilan perusahaan Jepang.
Schein (1992: 16-27) menggambarkan budaya perusahaan ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Artifak dan perilaku
Merupakan tingkat budaya yang tampak di permukaan. Termasuk didalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masih asing baginya. Termasuk dalam artifak ini adalah produk yang tampak seperti bahasa, teknologi, produksi, gaya dalam berbusana, perayaan, mitos dan cerita tentang organisasi/perusahaan, dan lain-lain.
2. Nilai-nilai yang diyakini
Tingkat ini tidak dapat terlihat. Nilai-nilai ini terungkap melalui pola-pola perilaku tertentu. Dalam organisasi, nilai-nilai tertentu umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh pendiri dan pemimpinya yang menjadi pegangan dalam menekan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai ini menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan, tetapi membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota baru.
3. Asumsi-asumsi dasar
Merupakan tingkatan yang paling dalam, yang mendasari nilai-nilai, yaitu tingkat keyakinan (belief). Tingkatan ini terdiri dari berbagai asumsi dasar. Asumsi-asumsi dasar ini telah ada sebelumnya dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar ini dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi dasar ini cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.
Robbins (1998:595-596) mengemukakan tujuh karakteristik primer yang digunakan secara bersama-sama untuk memahami hakikat budaya suatu perusahaan. Ketujuh karakteristik tersebut yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan resiko
Suatu keleluasaan bagi anggota organisasi sehingga terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian pada rincian
Harapan organisasi kepada anggotanya agar bertindak secara cermat, analitis dan memperhatikan pada rincian.
3. Orientasi pada hasil
Sejauhmana pihak manajemen organisasi lebih memperhatikan hasil kerja anggota organisasi daripada tehnik atau proses yang dilakukan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi pada ruang
Bagaimana organisasi memperlakukan anggota-anggotanya secara manusiawi
5. Orientasi pada tim
Menunjukkan apakah proses-proses kerja dalam organisasi dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kerja, bukan pada individu.
6. Agresivitas
Sejauhmana anggota organisasi berperilaku agresif dan kompetitif dalam proses kerjanya.
7. Kemantapan
Kekuatan anggota organisasi memegang teguh tujuh karakteristik tersebut menunjukkan stabil atau tidaknya organisasi dalam menata dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
Elemen budaya perusahaan. Deal dan Kennedy (1993 : 3-11) menguraikan enam elemen penentu budaya yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Keenam elemen tersebut yaitu :
1. Sejarah
Merupakan perekat dalam keutuhan organisasi dan mengikat individu-individu pada mitologi yang dipahami bersama tujuan yang harus dicapai.
2. Nilai dan keyakinan
Keyakinan adalah hal yang diingat dan diterima secara bersama sebagai sesuatu yang penting sifatnya. Nilai-nilai merupakan prinsip-prinsip mendasar yang dianut secara bersama oleh karyawan
3. Upacara dan perayaan
Merupakan aktifitas yang tersistematis dan rutin dimana perusahaan menonjolkan nilai-nilai dan kepercayaannya.
4. Cerita-cerita
Merupakan sarana untuk menyampaikan nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut perusahaan. Biasanya yang menjadi fokus cerita adalah figur-figur panutan dalam perusahaan dan prestasi karyawan.
5. Tokoh-tokoh panutan
Merupakan sosok individu-individu yang melambangkan nilai-nilai perusahaan dan menjadi sosok panutan bagi karyawan.
6. Jaring-jaring budaya
Merupakan bentuk komunikasi informal untuk menyebarkan nilai-nilai dan kisah-kisah kepahlawanan dalam perusahaan.
4. Pembentukan budaya perusahaan
Lingkungan berpengaruh besar terhadap budaya perusahaan. Organisasi/perusahaan harus mampu mempertahankan hidupnya dan berupaya keras agar dalam lingkungan yang terus mengalami perubahan, organisasi dapat bertahan dan mendorong pada perubahan yang lebih baik. Budaya perusahaan merupakan hasil dari proses belajar. Schein (Cahyono, 1996:53) mengatakan bahwa ada dua cara proses pembentukan budaya perusahaan, yaitu :
1. Model trauma
Para anggota organisasi belajar untuk mengatasi ancaman dengan munculnya mekanisme pertahanan.
2. Model imbalan positif
Segala sesuatu yang tampaknya berfungsi menjadi tersimpan dan mengendap. Belajar terjadi ketika orang beradaptasi dan mengatasi tekanan dari luar, dan ketika ia berhasil mengembangkan pendekatan atau mekanisme untuk mengatasi teknologi perusahaan mereka.
5. Tipe-tipe budaya perusahaan
Harrison (Cowling dan James, 1996:97) mengemukakan empat tipe budaya perusahaan yang berlaku dalam berbagai situasi yang berbeda, yaitu :
1. Budaya peran
Menekankan pada stabilitas dan kontrol perintah dan didasarkan pada suatu pencarian keamanan. Budaya ini suatu birokrasi sektor umum model kuno.
2. Budaya kekuasaan
Menekankan pada kekuatan, ketegasan dan ketetapan hati dan didasarkan pada pencarian untuk keamanan. Budaya ini dapat ditemukan dalam :
a) Perusahaan besar dimana sejumlah eksekutif senior mengerahkan sejumlah besar kuasa dengan cara yang otokratis.
b) Perusahaan yang dimiliki swasta yang lebih kecil, kendali keluarga memegang kekuasaan yang perlu diperhitungkan.
3. Budaya pencapaian
Menekankan pada keberhasilan, pertumbuhan dan kehormatan serta didasarkan pada ekspresi pribadi. Budaya seperti ini dapat ditemukan pada beberapa organisasi/perusahaan modern maju yang mendorong otonomi dan ungkapan pribadi.
4. Budaya dukungan
Didasarkan pada pelayanan, integrasi dan nilai-nilai bersama. Budaya ini didasarkan pada rasa kebersamaan.
Pendekatan diatas lalu diadaptasi oleh Horison dan Handy dengan mengembangkan tipe-tipe budaya perusahaan berdasarkan tingkat formalisasi dan sentralisasi, dan mengelompokkan budaya perusahaan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Formalisasi tinggi, sentralisasi tinggi
Budaya birokrasi dimana semua pekerjaan sudah diatur secara sistematis melalui berbagai macam prosedur, jika perlu dengan time dan motion study yang cermat. Porsi pekerjaan seseorang sudah ditetapkan dan bersifat rutin.
2. Formalisasi rendah, sentralisasi tinggi
Tidak banyak terdapat peraturan atau prosedur. Kekuasaan tertinggi berada di tangan satu orang atau sebuah kelompok kecil yang memberi komando dari pusat, seperti laba-laba yang berada ditengah jaringnya.
3. Formalisasi tinggi, sentralisasi rendah
Terdapat pada kelompok-kelompok kerja interdisipliner yang diorganisir berdasarkan suatu tugas atau proyek. Cara kerja masing-masing elemen ini sangat independen tetapi mereka terikat oleh berbagai prosedur yang ketat.
4. Formalisasi rendah, sentralisasi rendah
Tipe budaya sangat desentralisasi dan informal. Anggotanya memiliki tujuan/kepentingan sama tetapi masih menikmati kebebasan individu yang tinggi.
Pengendalian budaya perusahaan
Budaya perusahaan merupakan salah satu faktor utama dalam mencapai keberhasilan, akan tetapi untuk mencapai keberhasilan tersebut sangatlah tidak mudah. Hal ini karena budaya perusahaan yang diajarkan melalui proses belajar telah berakar dan sulit diubah. Pendekatan untuk mengendalikan budaya perusahaan adalah dengan menggunakan budaya yang telah dimiliki , dikenali dan diterapkan. Deal dan Kennedy (1992) mengemukakan lima alasan untuk membenarkan perubahan budaya secara besar-besaran, yaitu:
1. Jika suatu perusahaan memiliki nilai-nilai yang kuat yang tidak cocok dengan lingkungan yang berubah.
2. Jika industri sangat bersaing dan berkembang dengan sangat pesat.
3. Jika perusahaan dalam ukuran yang sedang-sedang saja atau lebih buruk lagi.
4. Jika perusahaan mulai memasuki peringkat perusahaan yang sangat besar.
5. Jika perusahaan kecil namun berkembang sangat pesat.
Kennedy mengemukakan bahwa jika tidak ada alasan satupun yang cocok, maka diharapkan untuk tidak melakukan perubahan terhadap budaya perusahaan sebab perubahan akan banyak memakan biaya, baik waktu, usaha, maupun finansial (Widyastuti 1998:24).
Program manajemen budaya melibatkan langkah-langkah berikut :
1. Mengenali asumsi-asumsi dan keyakinan dasar dan mendefinisikan (kembali) nilai-nilai inti.
2. Menganalisis suasana perusahaan.
3. Menganalisis gaya kepemimpinan.
4. Merencanakan dan melaksanakan dasar langkah-langkah dari aspek-aspek budaya yang perlu diubah dan aspek-aspek yang harus dipertahankan atau ditegakkan.
7. Fungsi dan manfaat budaya perusahaan
Budaya perusahaan, sebagai sekumpulan asumsi-asumsi mendasar, berfungsi untuk memberikan arah bagi anggota perusahaan/organisasi tentang apa yang harus diperhatikan, makna dari segala sesuatu yang harus dicapai, bagaimana seharusnya reaksi dan tindakan yang diambil dalam situasi-situasi tertentu (Schein,1992:22).
Budaya perusahaan memiliki beberapa fungsi yaitu (Biantoro, 2002:24-26) :
1. Memiliki peran dalam menetapkan tapal batas, yaitu budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi/perusahaan dengan organisasi lainnya.
2. Memberikan rasa identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah munculnya komitmen pada kepentingan yang lebih luas.
4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5. Menjadi mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap atau perilaku karyawan.
Sedangkan Susanto (1997:19-20) memaparkan sisi manfaat yang diperoleh jika budaya perusahaan dipahami oleh seluruh lapisan sumber daya manusia dan bagi perusahaan. Manfaat bagi sumber daya manusia adalah :
1. Memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal ini sumber daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku, melainkan harus menyesuaikan dengan siapa dan dimana berada.
2. Mempunyai kesamaan visi dan misi dalam melakukan tugas dan tanggung jawab. Masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat interdependensi antar individu/bagian karena saling melengkapi dalam kegiatan usaha.
3. Mendorong sumber daya manusia selalu mencapai prestasi kerja atau produktifitas yang lebih baik. Hal ini dapat dicapai jika proses sosialisasi dapat dijalankan dengan tepat pada sasaran.
4. Mengetahui secara pasti tentang jenjang karir di perusahaan sehingga mendorong karyawan untuk konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.
Manfaat yang diperoleh perusahaan antara lain :
1. Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan tingkat turn over karyawan. Hal ini karena budaya perusahaan mendorong sumber daya manusia memutuskan untuk tetap berkembang bersama perusahaan.
2. Sebagai pedoman dalam menentukan kebijaksanaan mengenai kegiatan intern perusahaan, seperti : tata tertib administrasi, hubungan antar bagian, penilaian prestasi kerja, dan lain-lain.
3. Untuk menunjukkan pada pihak luar tentang keberadaan perusahaan dari ciri khas yang dimiliki, di tengah-tengah perusahaan yang ada di masyarakat.
4. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan, seperti : pembentukan perencanaan pemasaran, penentuan segmentasi pasar, penentuan posisi perusahaan yang akan dikuasai.
5. Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan sumber daya manusia dengan dukungan penuh seluruh jajaran sumber daya yang ada.