1. Pengertian Pancasila

a. Pengertian Pancasila dari Segi Etimologi
Secara Etimologi Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata Panca berarti lima dan sila berarti dasar, berarti Pancasila yang mempunyai lima dasar. Dalam buku Sutasoma yang dikarang oleh Empu Tantular, Pancasila ini mempunyai arti lima kesusilaan (Pancasila Karma), yaitu:
- tidak boleh melakukan kekerasan
- tidak boleh mencuri
- tidak boleh berjiwa dengki
- tidak boleh berbohong
- tidak boleh mabuk minuman keras.30
Menurut Muhammad Yamin perkataan Pancasila, telah menjadi istilah hukum, yang dipakai oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 tentang sila yang kelima. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta parkataan Pancasila mamiliki dua macam arti “berbatu sendi yang lima” (consisting of 5 roels) Pancasila dengan huruf Dewanagari, dengan huruf “i” Panjang bermakna “lima peraturan tingkah laku yang penting”.31
Demikianlah istilah Pancasila yang telah ada dan dikenal dalam budaya kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala baik dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Pengertian Pancasila dari Segi Terminologi
Istilah Pancasila telah lama dikenal dalam budaya bangsa Indonesia, kemudian diperkenalkan kembali oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian menjadi populer dalam kehidupan bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan suatu dasar negara yang harus diakui dan nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila harus dijalankan dan ditaati.32
2. Sejarah Singkat Tentang Pancasila
Sejarah lahirnya Pancasila tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu sendiri, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh perjungan bangsa ini, yang menginginkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Dalam proses perumusan Pancasila dapat dikoordinasi oleh suatu badan yang bernama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang didirikan pada tanggal 29 April 1945, BPUPKI beranggotakan 60 orang dengan diketuai oleh Dr. K. R. T. Radjiman Widiodiningrat .
Dibentuknya BPUPKI ini sebagai sarana untuk pembentukan dasar negara Indonesia. BPUPKI telah melakukan beberapa kali sidang dalam pembentukan dasar negara Indonesia, pada tanggal 29 Mei 1945 diadakan sidang pertama yang dibuka oleh K. RT. Radjiman Widiodiningrat sebagai ketua. Dalam sidang ini membahas tentang apa yang sebaiknya dijadikan sebagai dasar negara Indonesia ini ?. Dari anggota BPUPKI muncul bermacam-macam pendapat yang diusulkan tentang dasar negara Indonesia dan ada juga yang mengusulkan Undang-Undang Dasar dulu yang dibentuk kemudian lalu membentuk dasar negara.33
Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin dapat diberikan kesempatan atau untuk menyampaikan atau mengungkapkan pidatonya di hadapan para sidang BPUPKI tentang rumusan dasar negara Indonesia. Pidatonya yang berisikan : 1.Pri Kebangsaan 2. Pri Kemanusiaan 3. Pri Ketuhanan 4. Pri Kerakyatan 5. Pri Kesejahteraan Rakyat.34
Setelah berpidato Muhammad Yamin juga menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tercantum lima rumusan asas dasar negara yang rumusannya sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia .35
Pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo di berikan kesempatan untuk menyampaikan pidatonya di hadapan BPUPKI (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia), pidatonya itu merumuskan dasar negara Indonesia sebagai berikut: 1. Persatuan 2. Kekeluargaan 2. Keseimbangan Lahir Batin 4.Musyawarah 5. Keadilan Rakyat.36
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan BPUPKI (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tentang dasar negara Indonesia yang berbunyi:
1. Nasionalisme atau Demokrasi
2. Internasionalisme atau Prikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan.37
Untuk lima dasar itu diusulkan agar diberi nama Pancasila. Usulan tersebut diterima oleh sidang BPUPKI selanjutnya kelima sila tersebut dapat disimpulkan menjadi “Tri Sila” yang rumusannya:
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasionalisme”
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat”
3. Ketuhanan Yang Maha Esa38
Pidato yang disampaikan oleh Bung Karno itu mendapat sambutan yang meriah oleh seluruh anggota sidang BPUPKI. Sebelum sidang BPUPKI itu ditutup, ketua sidang BPUPKI membentuk suatu panitia kecil yang di dalamnya terdapat berbagai macam unsur agama yang ada dibumi Indonesia seperti Agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu,dan Budha, yang dianggap mempunyai ahli dalam konstitusi. Panitia kecil itu terdiri dari 8 orang yang dipimpin oleh Bung Karno, sebagai anggotanya Moh. Yamin, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Moh. Hatta, Wachid Hasim, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, A.A. Maramis dan Bung Karno.39
Tujuan panitia kecil ini adalah:
1. Merumuskan kembali Pancasila yang disampaikan oleh Bung Karno pada sidang BPUPKI
2. Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia merdeka.40
Tanggal 22 Juni 1945, panitia kecil mengadakan pertemuan dengan anggota BPUPKI untuk menampung usul-usul dan saran dari BPUPKI. Dari pertemuan ini terbentuk pula panitia kecil lainnya yang terdiri atas Bung Karno sebagai Ketua, lalu anggotanya Moh. Hatta, Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Muzakir, Abikoesomo Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, A.A. Maramis, dan Muhammad Yamin. Karena anggotanya sembilan orang, maka lebih dikenal dengan sebutan panitia sembilan.
Panitia sembilan ini berhasil merumuskan rancangan pembukuan hukum dasar, yang menarik dalam rancangan hukum dasar ini adalah dimasukkannya Ide dasar Pancasila yang dipidatokan Soekarno 1 Juni 1945, susunan dan rumusannya lebih disistematisasikan oleh Moh. Yamin, rancangan ini diberi nama “Piagam Jakarta”.41 Yang isinya:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.42
Adapun bunyi kalimat Piagam Jakarta pada butir pertama di atas mandapat tantangan keras dari non Muslim, terutama sekali dari kelompok Kristen, karena yang ada di bumi Indonesia bukan hanya Islam saja tetapi masih ada agama-agama yang lain, jangan dasar negara itu diperuntukkan untuk umat Islam saja, tapi untuk semua rakyat Indonesia walaupun berbeda agama.43
Latuharhary, seorang Kristen Protestan dan salah satu anggota dari BPUPKI, mengekspresikan keberatannya dengan mengatakan bahwa konsekuensi kalimat Islam tersebut akan besar, terutama dengan agama-agama lain, dan akan menghasilkan kesulitan-kesulitan .
Dalam menanggapi keberatan itu, Abdul Wahid Hasyim meyakinkan bahwa kalimat yang dicapai melalui musyawarah yang sulit ini dan juga terlalu keras bagi beberapa orang, namun tidak mencukupi yang lain. Dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia sembilan, Soekarno meyakinkan anggotanya, bahwa Piagam Jakarta adalah hasil dari musyawarah politik dan persetujuan kelompok nasionalis dan Islam. Oleh karena itu dikeluarkanlah kalimat Islam didalam Piagam Jakarta, jika tidak Piagam Jakarta tersebut ditolak oleh fraksi Islam. Soekarno juga membujuk dari kalangan Kristen, untuk mengorbankan keberatan mereka demi persatuan bangsa dengan menerima Piagam Jakarta untuk digunakan sebagai rancangan Undang-Undang Dasar bersama dengan rancangan batang tubuh UUD.44
Piagam Jakarta yang disusun oleh panitia sembilan disetujui BPUPKI, kemudian Piagam Jakarta tersebut dilaporkan pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945. Pada sidang kedua itu Piagam Jakarta diterima baik oleh para anggota sidang BPUPKI. Dari persetujuan sidang itu, BPUPKI membentuk panitia perancang Undang-Undang Dasar (PPUUD) yang terdiri 19 orang, dan sebagai ketuanya Soekarno. PPUUD menyetujui Piagam Jakarta dijadikan Preambule UUD yang akan disusunnya. Kemudian tanggal 11 Juli 1945 PPUUD membentuk Panitia Kecil Perancang UUD Dasar (PKPUUD) yang anggotanya terdiri dari para sarjana hukum dengan anggota 7 orang yang diketuai oleh Prof. Soepomo.45
Adapun bunyi bagian terakhir naskah Preambule UUD tersebut adalah sebagai berikut:
“.............. maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.46

Pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI menggelar rapat pleno, mendengarkan laporan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (PPUUD), yang disampaikan oleh Bung Karno yang meliputi tiga hal:
1. Pernyataan Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).47
Untuk mewujudkan Indonesia merdeka, pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan beranggotakan 21 orang, Soekarno sebagai ketua dan Moh, Hatta sebagai wakil. Tujuan PPKI ini untuk mempersiapkan kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang terhadap Indonesia, dan menyelengarakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan memilih Presiden dan wakil Presiden. Oleh karena itu PPKI pada hakekatnya juga sebagai Komite Nasional memiliki representatif, sifat perwakilan bagi rakyat Indonesia.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang ditaklukkan oleh sekutu, pada saat itulah terjadi kekosongan kekuasaan Jepang di Indonesia. Hal itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia, para pemudanya mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan merumuskan teks Proklamsi Kemerdekaan Indonesia, setelah selesai kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Kemerdekaan Indonesia.48
Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagai mana lazimnya suatu negara yang merdeka, maka PPKI segera mengadakan sidang, pada tanggal 18 Agustus 1945 untuk mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945. Sebelum UUD 1945 disahkan oleh PPKI ada perubahan dalam pembukaan UUD 1945, tentang kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dari orang-orang non muslim protes atas bunyi kalimat tersebut, karena kalimat tersebut seakan-akan mendiskriminasikan kelompok-kelompok minoritas. Oleh karena itu Bung Hatta berinisiatif mengundang Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan untuk membahas masalah tersebut agar sebagai bangsa Indonesia tidak terpecah-pecah. Hatta dan teman-temannya setuju untuk mengganti kalimat yang melukai perasaan dari golongan non muslim dan menggantinya dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dengan demikian pernyataan ini diterima oleh kelompok non muslim. Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan UUD sebagai dasar negara.