kemarin mendengar 2 ceramah dalam acara maulid nabi muhammad saw, salah satunya membicarakan tentang kesesatan peringatan maulid nabi muhmmad saw, walau sebenarnya keduanya juga menyinggung, tetapi yang pertama sangat menohok?????
salah satu perkataan yang memuat saya searching ke mbah google adalah ternyata umur peringatan maulid nabi lebih kuno daripada pemberian harokat pada Al qur'an (keduanya bid'ah yaa???)
dalam perjalan browshing eh teringat perkataan dari salah satu peserta lembaga batsul masail surabaya yang menjelaskan tentang perbedaan cara pengambilan keputusan antara lembaga tarjih muhammadiyah dan lembaga batsul masail nahdhotul ulama.
beliau menjelaskan bahwa
dalam lembaga tarjih, pengambilan keputusannya dengan urutan dasar hukum yang diambil adalah di mulai dari Al Qur'an kemudian Al Hadist dan kemudian tafsir ulama dll.
tapi lumayan beda yaa dengan "ulama sekarang tau sekedar ula/ulo, orang yang mengaku ulama" yang ambil ayat Al Qur'an kemudian ditafsiri sendiri (lah siapa gurunya, setan?), hati-hati, barang siapa menafsiri al Qur'an dengan ra'yu nya maka neraka tempatnya.
hal inilah yang bisa menjelaskan bahwa beberapa ulama tidak mau menjalankan sesuatu sebelum mengetahui dalilnya sebelum menemukan dalilnya, tetapi setelah menemukannya maka ia akan membuka hati dan menerima kebenaran tersebut. sedang bila dia menemukan sesuatu yang belum mengetahui dalilnya maka ia akan menjaga diri tidak menyuruh dan tidak melarang karena takut bila hal tersebut ternyata telah ada dalilnya dan hanya saja ia belum mengetahuinya, sayyidina abu bakar pun sempat bimbang ketika sayyidina umar menyarankan untuk mengumpulkan tulisan ayat al qur'an yang tersebar pada shahabat untuk menjaga kelestarian Al Qur'an sedang hal tersebut tidak diperintahkan nabi kemudian Allah membuka hati beliau sehingga menerimanya dan melaksanakannya (dibukukan baru pada zaman sayyidina Ustman)
sedang dalam lembaga batsul masail mengambil mengambil urutan terbalik dari lembaga tarjih, yaitu dimulai dengan pendapat ulama, dilanjutkan ke atas, hadist dan yang terakhir adalah Al Qur'an. dengan berpedoman bahwa pada saat ini tidak ada yang mempunyai kapasitas sebagai imam madzab karena banyak dalil dalil terutama hadist hadist yang telah hilang dan tidak terbukukan sehingga tidak sampai pada zaman sekarang.
dapat saja dimaklumi demikian keterhatia-hatiannya agar tidak melepaskan ajaran nabi walau belum tahu dalil yang mendasarinya, sebagai perbandingan saja, imam Hambali adalah imam yang menghafal setidaknya 1 juta hadist, coba hitunglah, kumpulkan semua kitab hadist dan hitunglah semua hadist yang terkumpul padanya, apakah sudah sampai dengan angka 500rb? separuhnya saja belum, kemudian bagaimana egois untuk harus mendapatkan semua dalilnya???
begitulah Imam Hambali, Imam Syafi'i, Imam Maliki, imam Hanafi,
bila banyak ulama di zamannya saja bersedia mengikutinya sedang mareka lebih mengetahui dari kita, mengapa kita menolak pendapat ulama tersebut?
bahkan ulama-ulama sekarang saja untuk mencapai tingkatan ahli hadist yang terendah saja yaitu dengan julukan "al hafidz" dengan syarat hafal min. 100rb hadist beserta sanad dan matannya, masih belum mampu, banyak berbeda dengan orang-orang sekarang yang mengaku ahli hadist dan mengerti hadist dengan modal hafal beberapa hadist dari kitab-kitab yang ada dengan sanad gurunya tidak sampai kepada rosululloh (wong hanya belajar dari buku kemudian ditafsiri dan di olah sendiri)
demikianlah,
ikutilah ulama yang benar-benar ulama bukan hanya yang mengaku ngaku ulama atau di ulama ulamakan orang.
yang manapun benar asalkan sama sama ulama, karena "ulama adalah pewaris para nabi"
salah satu perkataan yang memuat saya searching ke mbah google adalah ternyata umur peringatan maulid nabi lebih kuno daripada pemberian harokat pada Al qur'an (keduanya bid'ah yaa???)
dalam perjalan browshing eh teringat perkataan dari salah satu peserta lembaga batsul masail surabaya yang menjelaskan tentang perbedaan cara pengambilan keputusan antara lembaga tarjih muhammadiyah dan lembaga batsul masail nahdhotul ulama.
beliau menjelaskan bahwa
dalam lembaga tarjih, pengambilan keputusannya dengan urutan dasar hukum yang diambil adalah di mulai dari Al Qur'an kemudian Al Hadist dan kemudian tafsir ulama dll.
tapi lumayan beda yaa dengan "ulama sekarang tau sekedar ula/ulo, orang yang mengaku ulama" yang ambil ayat Al Qur'an kemudian ditafsiri sendiri (lah siapa gurunya, setan?), hati-hati, barang siapa menafsiri al Qur'an dengan ra'yu nya maka neraka tempatnya.
hal inilah yang bisa menjelaskan bahwa beberapa ulama tidak mau menjalankan sesuatu sebelum mengetahui dalilnya sebelum menemukan dalilnya, tetapi setelah menemukannya maka ia akan membuka hati dan menerima kebenaran tersebut. sedang bila dia menemukan sesuatu yang belum mengetahui dalilnya maka ia akan menjaga diri tidak menyuruh dan tidak melarang karena takut bila hal tersebut ternyata telah ada dalilnya dan hanya saja ia belum mengetahuinya, sayyidina abu bakar pun sempat bimbang ketika sayyidina umar menyarankan untuk mengumpulkan tulisan ayat al qur'an yang tersebar pada shahabat untuk menjaga kelestarian Al Qur'an sedang hal tersebut tidak diperintahkan nabi kemudian Allah membuka hati beliau sehingga menerimanya dan melaksanakannya (dibukukan baru pada zaman sayyidina Ustman)
sedang dalam lembaga batsul masail mengambil mengambil urutan terbalik dari lembaga tarjih, yaitu dimulai dengan pendapat ulama, dilanjutkan ke atas, hadist dan yang terakhir adalah Al Qur'an. dengan berpedoman bahwa pada saat ini tidak ada yang mempunyai kapasitas sebagai imam madzab karena banyak dalil dalil terutama hadist hadist yang telah hilang dan tidak terbukukan sehingga tidak sampai pada zaman sekarang.
dapat saja dimaklumi demikian keterhatia-hatiannya agar tidak melepaskan ajaran nabi walau belum tahu dalil yang mendasarinya, sebagai perbandingan saja, imam Hambali adalah imam yang menghafal setidaknya 1 juta hadist, coba hitunglah, kumpulkan semua kitab hadist dan hitunglah semua hadist yang terkumpul padanya, apakah sudah sampai dengan angka 500rb? separuhnya saja belum, kemudian bagaimana egois untuk harus mendapatkan semua dalilnya???
begitulah Imam Hambali, Imam Syafi'i, Imam Maliki, imam Hanafi,
bila banyak ulama di zamannya saja bersedia mengikutinya sedang mareka lebih mengetahui dari kita, mengapa kita menolak pendapat ulama tersebut?
bahkan ulama-ulama sekarang saja untuk mencapai tingkatan ahli hadist yang terendah saja yaitu dengan julukan "al hafidz" dengan syarat hafal min. 100rb hadist beserta sanad dan matannya, masih belum mampu, banyak berbeda dengan orang-orang sekarang yang mengaku ahli hadist dan mengerti hadist dengan modal hafal beberapa hadist dari kitab-kitab yang ada dengan sanad gurunya tidak sampai kepada rosululloh (wong hanya belajar dari buku kemudian ditafsiri dan di olah sendiri)
demikianlah,
ikutilah ulama yang benar-benar ulama bukan hanya yang mengaku ngaku ulama atau di ulama ulamakan orang.
yang manapun benar asalkan sama sama ulama, karena "ulama adalah pewaris para nabi"