Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak di bidang usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan:
"Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang".
Sedanggkan dalam Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan:
"Usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan jasa aktuaria."
Dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Pertama. usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
Kedua, usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketiga, usaha reasuransi yang memberikan jasa asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
Dalam Pasal 3 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 usaha penunjang usaha asuransi dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:
1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam menempatkan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan Perusahaan Asuransi.
3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
4. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama Penanggung.
Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam pasal 3 tersebut didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Selain itu, di bidang perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi yang kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi. Walaupun demikian, sebagai sesama peneyediaan jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia.
Selain pengelompokan menurut jenis usahanya, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Usaha asuransi sosial adalah dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.
b. Usaha asuransi komersial dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).
Dalam bentuk hukum usaha perasuransian, menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk: Perusahaan Perseroan (Persero); Koperasi; Perseroan Terbatas (PT); Usaha Besama (Mutual).
Namun, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh Perusahaan Perseorangan, ayat (2). Sedangkan mengenai bentuk Usaha Bersama diatur lebih lanjut dengan undang-undang, ayat (3). Mengingat undang-undang mengenai bentuk hukum Usaha Bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan mengenai bentuk hukum ini akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Apabila badan hukum yang menjalankan usaha perasuransian itu berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan atau Perusahaan Perseroan (Persero) maka pendiriannya harus mengikuti ketentuan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Khusus badan hukum Perusahaan Perseroan (Persero) perlu mengikuti juga ketentuan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero). Apabila badan hukum itu berbentuk Koperasi, pendiriannya harus mengikuti Undang-undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin dari Menteri Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992). Khusus bagi Badan Milik Negara yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, fungsi dan tugas sebagai penyelenggara program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Hal ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu Program Asuransi Sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan demikian, bagi Badan Usaha Milik Negara yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan.
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dipenuhi persyaratan mengenai: Anggaran Dasar; Susunan Organisasi; Permodalan; Kepemilikan; Keahlian di bidang perasuransian; Kelayakan rencana kerja;
Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat (pasal 9 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 1992)
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang perasuransian dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di bidang aktuari, underwriting, manajemen risiko, penilaian kerugian asuransi, dan sebagainya yang sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijelaskan.
Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyaratan dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing (Pasal 9 ayat (3) Undang-undang No. 2 Tahun 1992). Dalam pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pemberian persetujuan prinsip, dan tahap kedua pemberian izin usaha. Tetapi pemberian prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuaria tidak diperlukan. Pemberian prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian yang bersangkutan tidak berjalan kegiatan usahanya, maka izin usaha perasuransian dapat dicabut (Pasal 9-10 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992).
Sementara dalam Bab III pasal 3 UU No. 2 Th. 1992, yang mana dalam pasal tersebut dikemukakan :
1. Asuransi kerugian, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti
2. Asuransi jiwa, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan
3. Re-Asuransi, yaitu asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atas perusahaan asuransi jiwa
Dilihat dari segi kepemilikannya, dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun Re-Asuransi.
1. Asuransi Milik Pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100 persen oleh pemerintah Indonesia
2. Asuransi Milik Swasta Nasional
Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka memiliki suara terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS)
3. Asuransi Milik Perusahaan Asing
Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannya dimiliki oleh 100 persen oleh pihak asing
4. Asuransi Milik Campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta nasional dengan pihak asing
Ditinjau dari aspek tujuan dan sifat penyelenggaraannya, asuransi dibedakan menjadi dua, yaitu asuransi sosial (Social Insurance) dan asuransi khusus (Special Insurance). Asuransi sosial bertujuan untuk umum dan biasanya bentuknya usaha bersama (koperasi) yang berciri khas:
1. Demokrasi dalam kepemilikan dan kepengurusan
2. Tertanggung sekaligus penanggung
3. Tidak ada modal
4. Semua pemegang polis mempunyai hak yang sama pada sisi hasil usaha
5. Menyediakan asuransi dengan biaya serendah mungkin dan seluas mungkin
Di Indonesia asuransi sosial untuk anggota masyarakat kebanyakan diselenggarakan oleh pemerintah, sehingga sering disebut asuransi wajib karena demi kepentingan umum
Asuransi khusus (Special Insurance) mempunyai tujuan mencari laba dan biasanya berbentuk perusahaan Perseroan, kepemilikannya oleh pemegang saham. Ciri asuransi khusus ini adalah:
1. Kepemilikan dimiliki oleh pemilik saham atau modal
2. Bertujuan mengejar laba
3. Penanggung tidak sebagai tertanggung
4. Menyelenggarakan harga polis yang tetap
5. Adanya unsur penekanan pentingnya modal
Sedangkan ditinjau dari hukum Islam asuransi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Asuransi syari’ah, adalah asuransi di mana di dalam kegiatannya terhindar dari unsur yang diharamkan oleh Islam, baik itu garar, maisir, riba dan eksploitasi
2. Asuransi non syari’ah, adalah asuransi yang dalam kegiatannya masih mengandung empat unsur di atas.
"Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang".
Sedanggkan dalam Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan:
"Usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan jasa aktuaria."
Dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Pertama. usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
Kedua, usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketiga, usaha reasuransi yang memberikan jasa asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
Dalam Pasal 3 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 usaha penunjang usaha asuransi dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:
1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam menempatkan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan Perusahaan Asuransi.
3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
4. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama Penanggung.
Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam pasal 3 tersebut didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Selain itu, di bidang perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi yang kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi. Walaupun demikian, sebagai sesama peneyediaan jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia.
Selain pengelompokan menurut jenis usahanya, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Usaha asuransi sosial adalah dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.
b. Usaha asuransi komersial dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).
Dalam bentuk hukum usaha perasuransian, menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk: Perusahaan Perseroan (Persero); Koperasi; Perseroan Terbatas (PT); Usaha Besama (Mutual).
Namun, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh Perusahaan Perseorangan, ayat (2). Sedangkan mengenai bentuk Usaha Bersama diatur lebih lanjut dengan undang-undang, ayat (3). Mengingat undang-undang mengenai bentuk hukum Usaha Bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan mengenai bentuk hukum ini akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Apabila badan hukum yang menjalankan usaha perasuransian itu berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan atau Perusahaan Perseroan (Persero) maka pendiriannya harus mengikuti ketentuan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Khusus badan hukum Perusahaan Perseroan (Persero) perlu mengikuti juga ketentuan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero). Apabila badan hukum itu berbentuk Koperasi, pendiriannya harus mengikuti Undang-undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin dari Menteri Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992). Khusus bagi Badan Milik Negara yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, fungsi dan tugas sebagai penyelenggara program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Hal ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu Program Asuransi Sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan demikian, bagi Badan Usaha Milik Negara yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan.
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dipenuhi persyaratan mengenai: Anggaran Dasar; Susunan Organisasi; Permodalan; Kepemilikan; Keahlian di bidang perasuransian; Kelayakan rencana kerja;
Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat (pasal 9 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 1992)
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang perasuransian dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di bidang aktuari, underwriting, manajemen risiko, penilaian kerugian asuransi, dan sebagainya yang sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijelaskan.
Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyaratan dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing (Pasal 9 ayat (3) Undang-undang No. 2 Tahun 1992). Dalam pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pemberian persetujuan prinsip, dan tahap kedua pemberian izin usaha. Tetapi pemberian prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuaria tidak diperlukan. Pemberian prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian yang bersangkutan tidak berjalan kegiatan usahanya, maka izin usaha perasuransian dapat dicabut (Pasal 9-10 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992).
Sementara dalam Bab III pasal 3 UU No. 2 Th. 1992, yang mana dalam pasal tersebut dikemukakan :
1. Asuransi kerugian, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti
2. Asuransi jiwa, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan
3. Re-Asuransi, yaitu asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atas perusahaan asuransi jiwa
Dilihat dari segi kepemilikannya, dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun Re-Asuransi.
1. Asuransi Milik Pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100 persen oleh pemerintah Indonesia
2. Asuransi Milik Swasta Nasional
Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka memiliki suara terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS)
3. Asuransi Milik Perusahaan Asing
Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannya dimiliki oleh 100 persen oleh pihak asing
4. Asuransi Milik Campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta nasional dengan pihak asing
Ditinjau dari aspek tujuan dan sifat penyelenggaraannya, asuransi dibedakan menjadi dua, yaitu asuransi sosial (Social Insurance) dan asuransi khusus (Special Insurance). Asuransi sosial bertujuan untuk umum dan biasanya bentuknya usaha bersama (koperasi) yang berciri khas:
1. Demokrasi dalam kepemilikan dan kepengurusan
2. Tertanggung sekaligus penanggung
3. Tidak ada modal
4. Semua pemegang polis mempunyai hak yang sama pada sisi hasil usaha
5. Menyediakan asuransi dengan biaya serendah mungkin dan seluas mungkin
Di Indonesia asuransi sosial untuk anggota masyarakat kebanyakan diselenggarakan oleh pemerintah, sehingga sering disebut asuransi wajib karena demi kepentingan umum
Asuransi khusus (Special Insurance) mempunyai tujuan mencari laba dan biasanya berbentuk perusahaan Perseroan, kepemilikannya oleh pemegang saham. Ciri asuransi khusus ini adalah:
1. Kepemilikan dimiliki oleh pemilik saham atau modal
2. Bertujuan mengejar laba
3. Penanggung tidak sebagai tertanggung
4. Menyelenggarakan harga polis yang tetap
5. Adanya unsur penekanan pentingnya modal
Sedangkan ditinjau dari hukum Islam asuransi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Asuransi syari’ah, adalah asuransi di mana di dalam kegiatannya terhindar dari unsur yang diharamkan oleh Islam, baik itu garar, maisir, riba dan eksploitasi
2. Asuransi non syari’ah, adalah asuransi yang dalam kegiatannya masih mengandung empat unsur di atas.