mengenal mawlana Syekh Nadzim

Sufi Lanjut Usia di Siprus Tekankan Ajaran Damai

Berita dimuat pada 15 Nov 2013
gambar-berita
(Int)
SEBUAH rumah yang terletak di ujung sebuah jalan di desa Lefke, Siprus, selalu ramai dengan tamu yang mendatangi seorang sufi lanjut usia yang menekankan pesan cinta dalam ajaran Islam.
Sufisme menelusuri jejak akarnya kembali ke asal-usul Islam dan memusatkan perhatian pada dimensi mistis, batin dari ajaran Islam dan hubungan pribadi dengan Allah SWT, khususnya melalui meditasi.
Ajaran sufi terdiri atas banyak ordo. Di antara yang paling terkemuka adalah Naqshabandi, yang terkenal dengan kesederhanaan dan kehati-hatian dalam pelaksanaan shariat Islam.
Guru sufi di rumah tadi adalah Sheikh Nazim, yang kini berusia 91. Dia memimpin sebuah kelompok dikenal sebagai Naqshabandi-Haqqani, yang lebih fleksibel dalam ajaran-ajaranya, dan “merupakan salah satu guru sufi paling terkenal di Barat,” ungkap Thierry Zarcone, sejarawan Prancis dan spesialis dalam Sufisme.
“Ini adalah ajaran Islam yang lebih luwes, dengan versi yang dapat diterima. Pada saat sama (Sheikh Nazim) menghadapi tantangan di Amerika Serikat dan Eropa... dengan menunjukkan bahwa ajaran sufi merupakan semacam instrumen melawan sikap radikal.”
Pintu itu terbuka bagi semua orang, dengan sambutan yang hangat “selamat datang ke rumah cinta ini,” dan para tamu diundang untuk berbagi salah satu dari dua makanan utama siang hari.
Di dalam rumah tadi, ada beranda lengkung yang teduh menghadap ke halaman yang dipenuhi bunga dan pohon buah-buahan.
Tamu terus berdatangan ke rumah tersebut di pecahan Republik Turki Siprus Utara dari penduduk hingga jemaah pengunjung dan warga setempat yang datang dengan berbagai hajat dan keperluan.
Di antara mereka adalah orang-orang Jerman, Italia, Swiss, Amerika, Rusia, dan tak ketinggalan orang Turki dan Siprus Turki, yang memadati masjid kecil untuk sholat disusul khutbah tentang “cinta sejati”, cintanya Allah SWT.
Di pusat semua itu adalah Sheikh Nazim, yang penuh wibawa, dengan kedua mata warna biru yang agap redup namun masih memancarkan kelembutan dan rasa cinta.
Nazim lebih banyak mengandalkan kursi roda dan mengalami kesulitan untuk berbicara, namun tuan guru ini masih menyampaikan khutbah yang kemudian diunggah ke situs oleh komunitas pengguna Internet.
Perhatian
Bungkuk karena faktor usia dan sulit berjalan tiga tahun lalu, Nazim menjadi perhatian banyak orang di dunia ketika mantan paus Benediktus XVI mengunjungi Siprus.
Dia melakukan perjalanan dari Lefke ke sebuah gereja Katolik Roma di zona penyangga diawasi PBB yang membagi Nikosia.
Benediktus menuju gereja itu namun berhenti saat Sheikh Nazim menghampirinya, dan keduanya kemudian terlibat pembicaraan tenang. “Semoga Tuhan memberkati anda,” ujar Sheikh Nazim, sebelum menyambung: “Doakan saya. Saya sudah begitu tua,” yang kemudian dibalas paus dengan kedipan mata seraya berucap: “Saya juga sudah tua.”
Nazim kemudian merangkul paus tadi dan menepuk belakangnya sebelum menyatakan: “Bagus. Bagus.” Bagi sebagian orang, hal itu mungkin terkesan kurang pas melihat seorang ulama Islam merangkul paus tersebut, namun pesan cinta, toleransi jadi pusat ajaran Sheikh Nazim.
Kekuatan
Dalam bukunya berjudul “Love,” Sheikh Nazim mengatakan bahwa “dalam setiap agama, cinta adalah kekuatan utama. Bila anda menyintai, anda menghormati.”
Putra Sheikh Nazim, Bahauddine, menimpali: “Jika anda menyintai manusia dan anda menyintai alam serta orang dan anda juga menyintai hewan, itu berarti anda berada di jalan yang benar.”
Guru tasawuf tadi memiliki banyak murid. Satu dari mereka adalah Jehan Raqab, orang Mesir Italia yang berhenti bekerja dari posisi bagus di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk bergabung dengan komunitas Sheikh Nazim.
“Ketika saya pertama kali datang kesini, saya merasa bagaikan ada di surga,” ucap wanita tadi. “Ketika saya bertemu dengan Sheikh Nazim, dia merasakan hatinya dengan tatapan matanya.”
“Saya menghadapi masalah kecil dengan keluarga saya (gara-gara langkah itu), karena saya bekerja di PBB...dan tiba-tiba saya merasakan sesuatu yang lebih lebih penting.”
Raqab, yang masih sendiri, datang ke Lefke tiga tahun lalu dan kemudian menjalani kehidupan sederhana yang banyak berkisar pada kegiatan ibadah semisal shalat lima waktu dan meditasi setiap pekannya.
Menatap ke belakang pada dunianya yang dulu yang “tak punya cita rasa” kecuali cuma sibuk “lari, kerja dan belanja,” Raqab menuturkan kehidupan barunya “memberi saya suata rasa kepuasan yang tidak pernah diberikan oleh kehidupan lalu dan pekerjaan saya.”
Wanita itu tinggal dekat derga, rumah umum tempat belasan orang berbagi makanan, pria pada satu sisi, perempuan pada sisi lain, dan berpartisipasi dalam tugas pengurusan rumahtangga, bekerja di kebun atau pergi keluar rumah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berdakwa
Membahas tentang komunitas tadi, Bahauddine menjelaskan bahwa “Di sini ada orang-orang yang sejak awal memang Muslim, tapi lain-lainnya adalah mualaf. Kami tidak melakukan sesuatu pemisahan.”
“Komunitas-komunitas kami yang paling aktif ada di Eropa, khususnya di London,” ungkap Bahauddine, yang juga menyebutkan komunitas lainnya aktif di Istanbul, Los Angeles dan negara bagian Michigan, AS.
Salah satu menantu laki-laki Sheikh Nazim, Sheikh Hisham Kabbani, aktif berdakwa di Amerika Serikat pada 1990.
Seperti dikemukakan Bahauddine: “Kami harus menjeleskan Islam kepada orang-orang asing, khususnya dewasa ini saat terdapat banyak ide yang menekankan pada cara-cara keras.”
“Jika anda melihat kembali ke sejarah Islam, apa saja aturannya? Anda tidak boleh membunuh wanita atau anak-anak atau orang tua atau membakar rumah. Tidak boleh ada alasan untuk bunuh diri.
“Ini adalah agama kami; ini merupakan agama paling indah. Namun ada juga tangan-tangan salah yang memegangnya. Saya sangat menyesal untuk menyatakan hal ini.” (afp/bh)