Dalam ilmu komunikasi telah berkembang suatu spesialisasi mengenai penerapan teori dan konsep komunikasi secara khusus untuk keperluan program pembangunan yang dikenal dengan sebutan Komunikasi Pembangunan.
Komunikasi pembangunan mencakup studi, analisa, promosi, dan evaluasi teknologi komunikasi untuk seluruh sektor pembangunan.
Dalam pengertian yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan agar masyarakat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi pembangunann meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution, 1996:92).
Secara pragmatis, Quebral (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan bahwa “Komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara”. Dikemukakannya pula bahwa komunikasi pembangunan merupakan salah satu terobosan (break-through) di lingkungan ilmu-ilmu sosial, dan merupakan inovasi yang harus diusahakan agar diketahui orang dan diterima sebelum ia digunakan.
Selanjutnya Gomez (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan komunikasi pembangunan sebagai berikut:
Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan.
Bahasan lain tentang konsep teoritis komunikasi pembangunan juga telah dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya melalui beberapa studi mereka, diantaranya adalah:
1. Studi Daniel Lerner
Lerner dipandang sebagai orang pertama yang melakukan studi mengupas tentang hubungan komunikasi dengan pembangunan. Studinya tersebut diterbitkan dengan judul The Passing of Traditional Society pada tahun 1957. Lerner melakukan studi di enam negara kawasan Timur Tengah, yaitu Turki, Libanon, Mesir, Syria, Yordania, dan Iran. Inti dari studi Lerner adalah menganalisis hubungan antara tingkat urbanisasi dengan tingkat melek huruf, dengan penggunaan media massa dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik. Menurutnya modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi, kemudian urbanisasi akan meningkatkan melek huruf, lalu meningakatkan penggunaan media, yang selanjutnya meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Sebagai patokan bila suatu negara mencapai tingkat urbanisasi 10% maka tingkat melek huruf akan sama-sama meningkat bahkan hingga mencapai 25 % dan demikian korelasi tertinggi dari konsumsi media adalah dengan tingkat melek huruf.
Dikemukakannya pula bahwa sistem komunikasi merupakan indikasi sekaligus agen dari proses perubahan sosial. Perubahan sistem komunikasi masyarakat selalu berjalan satu arah, yaitu dari sistem komunikasi oral (mulut ke mulut) ke media (yang menggunakan media). Sistem komunikasi oral cocok digunakan masyarakat tradisional sedangkan sistem komunikasi media cocok digunakan masyarakat modern.
2. Studi Mc. Clelland
Studi Mc Clelland berjudul The Achieving Society, yakni tentang dorongan psikologis yang memotivasi suatu masyarakat untuk mencapai kemajuan. Dari hasil studi tersebut Mc Clelland memperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
a. Untuk memajukan suatu masyarakat harus dimulai dengan mengubah sikap mental (attitude) para anggotanya.
b. Masyarakat yang membangun dan telah maju didorong oleh kebutuhan untuk pencapaian sesuatu atau need for achievement (n/Ach) melalui berbagai saluran komunikasi yang ada di tengah masyarakat.
c. Pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh percaya diri, berorientasi ke depan, berkopentensi, menyukai risiko, dan lain-lain.
3. Studi Wilbur Schramm
Studi Schramm terfokus pada kedudukan media massa sebagai komunikasi yang terkait peranannya dengan pembangunan. Dalam laporannya yang berjudul Mass Media and National Development: The Role of Information in Developing Countries pada tahun 1964, yang pada pokoknya mengemukakan bahwa media massa dapat membantu dalam hal:
a. Menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, yakni perlunya keterangan mengenai pembangunan ke seluruh penjuru masyarat, karena pada pokoknya untuk mengubah kehidupan seluruh lapisan masyarakat.
b. Mengajarkan melek huruf serta keterampilan lainnya, yakni melakukan cara-cara atau kegiatan yang lebih modern dibanding cara-cara dahulu serta mampu melakukannya sendiri.
c. Masyarakat berkesempatan turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan di negaranya, yakni masyarakat perlu dimotivai untuk mengubah nasibnya dan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dari pendapat ini menunjukkan bahwa bagi masyarakat yang ingin maju memerlukan wawasan yang luas sebagai titik tolak untuk mendorong dan mengembangkan hasrat mengubah kehidupan ke arah kemajuan. Perhatian masyarakat perlu difokuskan pada upaya pembangunan sehingga diharapkan kreasi, aspirasi dan keikutsertaan masyarakat dapat didayagunakan secara lebih bermanfaat.
4. Studi Inkeles dan Smith
Studi kedua ahli ini berjudul Becoming Modern: Individual Change in Six Developing Countries pada tahun 1962 hingga tahun 1964, yang memusatkan perhatiannya pada tingkat individual. Temuan studi mereka tersebut mengemukan bahwa ciri-ciri manusia modern diantaranya adalah:
a. Terbuka kepada pengalaman baru, artinya selalu berkeinginan untuk mencari atau menemukan sesuatu yang baru.
b. Semakin tidak tergantung (independen) kepada berbagai bentuk kekuasaan tradisional seperti suku, raja, dan sebagainya.
c. Percaya terhadap ilmu pengetahuan dan kemampuannya menaklukkan alam.
d. Berorientasi mobilitas dan ambisi hidup yang lebih tinggi serta memiliki hasrat untuk meniti tangga karir dan prestasi.
e. Memiliki rencana jangka panjang dan selalu merencanakan sesuatu jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dicapai.
f. Berperan aktif dalam percaturan politik, yang ditandai dengan bergabungnya dalam berbagai organisasi, baik yang bersifat kekeluargaan maupun yang lebih luas serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat di mana ia berada.
Kesimpulan dari studi Inkeles dan Smith terkait pula dengan pertumbuhan ekonomi, yakni bahwa institusi permodernan seperti media massa dan sekolah telah menciptakan manusia modern yang dapat mengisi peran karir di berbagai institusi modern yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi. Meskipun pendidikan merupakan variabel yang paling dekat korelasinya dengan kemodernan di tingkat individual, makna yang sama juga berlaku pada media massa.
5. Studi Rogers dan Shoemaker
Rogers dan Shoemaker mengemukakan Teori Difusi Inovasi. Teori ini mengkaji pesan-pesan berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan yang baru, yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
Difusi inovasi sebagai suatu gejala kemasyarakatan berlangsung seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, dan perubahan sosial pun memotivasi orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru.
Kehadiran inovasi ke tengah suatu sistem sosial terutama karena terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat ataupun antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Melalui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, penilaian, yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Masyarakat yang menerima suatu inovasi tidak terjadi secara serempak. Ada yang memang sudah menanti kedatangannya, karena menyadari adanya kebutuhan dan ada yang baru menerima setelah meyakini benar keuntungan-keuntungan inovasi bahkan ada pula yang tetap bertahan atau menolak inovasi yang bersangkutan.
Menurut Roger dan Shoemaker (dalam Nasution, 1996:112), masyarakat yang menerima inovasi dikelompokkan ke dalam beberapa golongan, sebagai berikut:
1. Inovator, yaitu mereka yang memang sudah pada dasarnya menyenangi hal-hal yang baru, dan rajin melakukan percobaan-percobaan.
2. Penerima dini (early adopters), yaitu orang-orang yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya memperoleh informasi, dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibanding orang sekitarnya.
3. Mayoritas dini (early majority), yaitu orang-orang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari rata-rata kebanyakan orang lainnya.
4. Mayoritas belakangan (late majority), yakni orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang sekelilingnya sudah menerima.
5. Leggards, yaitu lapisan yang paling akhir menerima suatu inovasi.
Dikemukannya pula bahwa dalam menerima suatu inovasi, biasanya seseorang akan melalui sejumlah tahapan, sebagai berikut:
1. Tahap Pengetahuan. Tahap ketika seseorang sadar, tahu, bahwa ada sesuatu inovasi.
2. Tahap Bujukan.Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
3. Tahap Putusan. Tahap ketika seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud.
4. Tahap Implementasi. Tahap ketika seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai sesuatu inovasi.
5. Tahap Pemastian. Tahap ketika seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.
Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yakni komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari ide tadi). Setiap inovasi memiliki komponen ide, namun banyak juga yang tidak mempunyai rujukan fisik. Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki kedua komponen tersebut memerlukan adopsi berupa tindakan (action), sedangkan untuk inovasi yang hanya mempunyai komponen ide, pada hakikatnya penerimaannya lebih merupakan suatu putusan simbolik.
b. Peranan Komunikasi dalam Pembangunan
Anggapan masyarakat selama ini adalah bahwa komunikasi tidaklah terlalu penting dalam proses pembangunan. Hal ini disebabkan karena teori-teori pembangunan yang dikemukakan para pemikir ekonomi secara umum hanya dikembangkan dalam tradisi teori pertumbuhan ekonomi, yaitu berisi gambaran mengenai proses perubahan ekonomi yang telah berlangsung di negara-negara maju. Titik tolak teori-teori tersebut selalu bermula dari pemberdayaan faktor-faktor utama produksi, yakni tanah, modal, dan tenaga kerja. Dengan kata lain amat jarang pembahasan yang secara eksplisit mencantumkan tentang komunikasi. Pada beberapa kasus pembahasan komunikasi dalam rangka pembangunan hanya ditempatkan sebagai “hiasan bibir” namun pernyataan-pernyataan tersebut lantas beralih ke teori pertumbuhan ekonomi melulu, seakan-akan itulah penjelasan yang lengkap dan memadai bahkan ironisnya komunikasi tampak justru ditempatkan sebagai sambungan dari uraian tentang “transportasi”.
Padahal, menurut Frey (dalam Nasution, 1996:81) “kalau diamati dengan teliti, sebenarnya banyak fase dari pertumbuhan ekonomi menurut teori-teori pembangunan tersebut yang merupakan tempat komunikasi memainkan peranan penting”.
Frey memberikan contoh mengenai sistem harga (pricing system) yang dapat dilihat sebagai suatu sistem komunikasi yang terspesialisasikan, yang menyediakan informasi esensial bagi perhitungan yang rasional untuk perencanaan maupun acuan bagi para pembuat keputusan ekonomi di semua tingkatan.
Frey mengusulkan agar dalam pembahasan tentang pembangunan perlu dihubungkan dengan analisa yang lebih mendalam pada efek komunikasi yang memiliki relevansi dengan pembangunan. Dikemukan frey (dalam Nasution, 1996:83) “bahwa sementara ongkos modernisasi boleh jadi demikian besarnya, namun sampai tingkat tertentu dapat diatasi melalui sistem komunikasi”.
Berkatian dengan tingkat analisanya, Hedebro (dalam Nasution, 1996:79) mengidentifikasi tiga aspek komunikasi dan pembangunan, yakni:
1. Pendekatan yang berfokus pada pembangunan suatu bangsa, dan bagaimana media massa dapat menyumbang dalam upaya tersebut.
Di sini, politik dan fungsi-fungsi media massa dalam pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media. Untuk studi-studi jenis ini, sekarang digunakan istilah kebijakan komunikasi, dan merupakan pendekatan yang paling luas dan bersifat general (umum).
2. Pendekatan yang juga dimaksudkan untuk memahami peranan media massa dalam pembangunan nasional, namun jauh lebih spesifik.
Media dilihat sebagai pendidik atau guru, idenya adalah bagaimana media massa dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan kepada masyarakat bermacam keterampilan, dan dalam kondisi tertentu mempengaruhi sikap mental dan perilaku mereka. Persoalan utama dalam studi jenis ini adalah, bagaimana media massa dapat digunakan secara paling efisien untuk mengajarkan pengetahuan tertentu bagi masyarakat suatu bangsa.
3. Pendekatan yang berorientasi kepada perubahan yang terjadi pada suatu komunitas lokal atau desa.
Konsentrasinya adalah pada memperkenalkan ide-ide baru, produk dan cara-cara baru, dan penyebarannya di suatu desa atau wilayah. Studi jenis ini mendalami bagaimna aktivitas komunikasi dapat dipakai untuk mempromosikan penerimaan yang luas akan ide-ide dan produk baru.
Lebih lanjut Hedebro mengemukakan 12 (dua belas ) peran yang dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan, sebagai berikut:
1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental, dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga kepada keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-oleh dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata.
6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan di tengah kehidupan.
7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat.
8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka yang memperoleh infomasi akan menjadi orang yang berarti dan para pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki komunikasi.
9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi untuk menyadari pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas politik.
11. Komunikasi dapat memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.
12. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpectuating).
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional suatu bangsa, Schramm (dalam Nasution, 1996:85) merumuskan tugas pokok komunikasi sebagai berikut:
1. Menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional.
2. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, memberikan kesempatan kepada para pimpinan masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas.
3. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, sejak orang dewasa, hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.
Analisa yang paling orisinal dan provokatif adalah komentar Mc Clelland yang mengaitkan komunikasi dengan pembangunan ekonomi, yakni perihal pentingnya opini publik bagi pembangunan. Menurut Mc Clelland (dalam Nasution, 1996:84) bahwa:
Dalam pembangunan ekonomi kekuatan yang merangkum masyarakat adalah bergerak dari tradisi yang melembaga, ke opini publik, yang dapat mengakomodir perubahan, dan hubungan interpersonal yang spesifik serta fungsional.
Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa cara-cara yang kaku dan telah tertentu dalam berhubungan dengan orang lain, diganti dengan pola-pola yang lebih luwes yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus. Masyarakat kemudian menjadi lebih terbuka dan efektif, karena individu-individu sebagai anggota masyarakat dapat berkomunikasi dengan orang lain untuk keperluan yang spesifik. Keadaan seperti ini membuat orang berpartisipasi dengan yakin karena hubungan atau komuniasi tersebut dikendalikan oleh opini-opini dan harapan “orang lain” .
6. Pembangunan Ekonomi
Dalam laporan-laporan internasional banyak dijumpai konsep “economic growth”. Konsep tersebut dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan sebagai adanya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan kapasitas produksi dalam perekonomian suatu negara secara keseluruhan. Secara matematis definisi ini menyiratkan gerakan keluar dari kurva kemungkinan produksi dalam perekonomian.
Menurut Meier dan Baldwin (dalam Safril, 2003:142) bahwa “Pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dengan proses itu pendapatan nasional real suatu perekonomian bertambah selama suatu periode waktu yang panjang”.
Hal senada dikemukakan pula oleh Djojohadikusumo (1991) bahwa “Pembangunan ekonomi adalah usaha memperbesar pendapatan per kapita dan menaikkan produktivitas per kapita dengan jalan menambah peralatan modal dan menambah skill”.
Bila dianalisa lebih lanjut diperoleh beberapa kesimpulan umum tentang pembangunan ekonomi, sebagai berikut:
1. Pembangunan ekonomi diarahkan pada perubahan stuktural yang bersifat kualitatif.
2. Pembangunan ekonomi tidak hanya menghasilkan out put yang lebih banyak, tetapi juga terdapat perubahan dalam lembaga dan teknik produksi maupun skill dalam menghasilkan output.
3. Pembangunan ekonomi meliputi perubahan-perubahan dalam struktur output sebagai akibat adanya alokasi input pada sektor perekonomian.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu kegiatan yang diarahkan kepada kehidupan perekonomian yang lebih baik bagi masyarakat suatu bangsa.
Komunikasi pembangunan mencakup studi, analisa, promosi, dan evaluasi teknologi komunikasi untuk seluruh sektor pembangunan.
Dalam pengertian yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan agar masyarakat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi pembangunann meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution, 1996:92).
Secara pragmatis, Quebral (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan bahwa “Komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara”. Dikemukakannya pula bahwa komunikasi pembangunan merupakan salah satu terobosan (break-through) di lingkungan ilmu-ilmu sosial, dan merupakan inovasi yang harus diusahakan agar diketahui orang dan diterima sebelum ia digunakan.
Selanjutnya Gomez (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan komunikasi pembangunan sebagai berikut:
Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan.
Bahasan lain tentang konsep teoritis komunikasi pembangunan juga telah dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya melalui beberapa studi mereka, diantaranya adalah:
1. Studi Daniel Lerner
Lerner dipandang sebagai orang pertama yang melakukan studi mengupas tentang hubungan komunikasi dengan pembangunan. Studinya tersebut diterbitkan dengan judul The Passing of Traditional Society pada tahun 1957. Lerner melakukan studi di enam negara kawasan Timur Tengah, yaitu Turki, Libanon, Mesir, Syria, Yordania, dan Iran. Inti dari studi Lerner adalah menganalisis hubungan antara tingkat urbanisasi dengan tingkat melek huruf, dengan penggunaan media massa dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik. Menurutnya modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi, kemudian urbanisasi akan meningkatkan melek huruf, lalu meningakatkan penggunaan media, yang selanjutnya meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Sebagai patokan bila suatu negara mencapai tingkat urbanisasi 10% maka tingkat melek huruf akan sama-sama meningkat bahkan hingga mencapai 25 % dan demikian korelasi tertinggi dari konsumsi media adalah dengan tingkat melek huruf.
Dikemukakannya pula bahwa sistem komunikasi merupakan indikasi sekaligus agen dari proses perubahan sosial. Perubahan sistem komunikasi masyarakat selalu berjalan satu arah, yaitu dari sistem komunikasi oral (mulut ke mulut) ke media (yang menggunakan media). Sistem komunikasi oral cocok digunakan masyarakat tradisional sedangkan sistem komunikasi media cocok digunakan masyarakat modern.
2. Studi Mc. Clelland
Studi Mc Clelland berjudul The Achieving Society, yakni tentang dorongan psikologis yang memotivasi suatu masyarakat untuk mencapai kemajuan. Dari hasil studi tersebut Mc Clelland memperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
a. Untuk memajukan suatu masyarakat harus dimulai dengan mengubah sikap mental (attitude) para anggotanya.
b. Masyarakat yang membangun dan telah maju didorong oleh kebutuhan untuk pencapaian sesuatu atau need for achievement (n/Ach) melalui berbagai saluran komunikasi yang ada di tengah masyarakat.
c. Pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh percaya diri, berorientasi ke depan, berkopentensi, menyukai risiko, dan lain-lain.
3. Studi Wilbur Schramm
Studi Schramm terfokus pada kedudukan media massa sebagai komunikasi yang terkait peranannya dengan pembangunan. Dalam laporannya yang berjudul Mass Media and National Development: The Role of Information in Developing Countries pada tahun 1964, yang pada pokoknya mengemukakan bahwa media massa dapat membantu dalam hal:
a. Menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, yakni perlunya keterangan mengenai pembangunan ke seluruh penjuru masyarat, karena pada pokoknya untuk mengubah kehidupan seluruh lapisan masyarakat.
b. Mengajarkan melek huruf serta keterampilan lainnya, yakni melakukan cara-cara atau kegiatan yang lebih modern dibanding cara-cara dahulu serta mampu melakukannya sendiri.
c. Masyarakat berkesempatan turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan di negaranya, yakni masyarakat perlu dimotivai untuk mengubah nasibnya dan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dari pendapat ini menunjukkan bahwa bagi masyarakat yang ingin maju memerlukan wawasan yang luas sebagai titik tolak untuk mendorong dan mengembangkan hasrat mengubah kehidupan ke arah kemajuan. Perhatian masyarakat perlu difokuskan pada upaya pembangunan sehingga diharapkan kreasi, aspirasi dan keikutsertaan masyarakat dapat didayagunakan secara lebih bermanfaat.
4. Studi Inkeles dan Smith
Studi kedua ahli ini berjudul Becoming Modern: Individual Change in Six Developing Countries pada tahun 1962 hingga tahun 1964, yang memusatkan perhatiannya pada tingkat individual. Temuan studi mereka tersebut mengemukan bahwa ciri-ciri manusia modern diantaranya adalah:
a. Terbuka kepada pengalaman baru, artinya selalu berkeinginan untuk mencari atau menemukan sesuatu yang baru.
b. Semakin tidak tergantung (independen) kepada berbagai bentuk kekuasaan tradisional seperti suku, raja, dan sebagainya.
c. Percaya terhadap ilmu pengetahuan dan kemampuannya menaklukkan alam.
d. Berorientasi mobilitas dan ambisi hidup yang lebih tinggi serta memiliki hasrat untuk meniti tangga karir dan prestasi.
e. Memiliki rencana jangka panjang dan selalu merencanakan sesuatu jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dicapai.
f. Berperan aktif dalam percaturan politik, yang ditandai dengan bergabungnya dalam berbagai organisasi, baik yang bersifat kekeluargaan maupun yang lebih luas serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat di mana ia berada.
Kesimpulan dari studi Inkeles dan Smith terkait pula dengan pertumbuhan ekonomi, yakni bahwa institusi permodernan seperti media massa dan sekolah telah menciptakan manusia modern yang dapat mengisi peran karir di berbagai institusi modern yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi. Meskipun pendidikan merupakan variabel yang paling dekat korelasinya dengan kemodernan di tingkat individual, makna yang sama juga berlaku pada media massa.
5. Studi Rogers dan Shoemaker
Rogers dan Shoemaker mengemukakan Teori Difusi Inovasi. Teori ini mengkaji pesan-pesan berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan yang baru, yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial.
Difusi inovasi sebagai suatu gejala kemasyarakatan berlangsung seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, dan perubahan sosial pun memotivasi orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru.
Kehadiran inovasi ke tengah suatu sistem sosial terutama karena terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat ataupun antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Melalui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, penilaian, yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Masyarakat yang menerima suatu inovasi tidak terjadi secara serempak. Ada yang memang sudah menanti kedatangannya, karena menyadari adanya kebutuhan dan ada yang baru menerima setelah meyakini benar keuntungan-keuntungan inovasi bahkan ada pula yang tetap bertahan atau menolak inovasi yang bersangkutan.
Menurut Roger dan Shoemaker (dalam Nasution, 1996:112), masyarakat yang menerima inovasi dikelompokkan ke dalam beberapa golongan, sebagai berikut:
1. Inovator, yaitu mereka yang memang sudah pada dasarnya menyenangi hal-hal yang baru, dan rajin melakukan percobaan-percobaan.
2. Penerima dini (early adopters), yaitu orang-orang yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya memperoleh informasi, dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibanding orang sekitarnya.
3. Mayoritas dini (early majority), yaitu orang-orang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari rata-rata kebanyakan orang lainnya.
4. Mayoritas belakangan (late majority), yakni orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang sekelilingnya sudah menerima.
5. Leggards, yaitu lapisan yang paling akhir menerima suatu inovasi.
Dikemukannya pula bahwa dalam menerima suatu inovasi, biasanya seseorang akan melalui sejumlah tahapan, sebagai berikut:
1. Tahap Pengetahuan. Tahap ketika seseorang sadar, tahu, bahwa ada sesuatu inovasi.
2. Tahap Bujukan.Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.
3. Tahap Putusan. Tahap ketika seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud.
4. Tahap Implementasi. Tahap ketika seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai sesuatu inovasi.
5. Tahap Pemastian. Tahap ketika seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.
Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yakni komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari ide tadi). Setiap inovasi memiliki komponen ide, namun banyak juga yang tidak mempunyai rujukan fisik. Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki kedua komponen tersebut memerlukan adopsi berupa tindakan (action), sedangkan untuk inovasi yang hanya mempunyai komponen ide, pada hakikatnya penerimaannya lebih merupakan suatu putusan simbolik.
b. Peranan Komunikasi dalam Pembangunan
Anggapan masyarakat selama ini adalah bahwa komunikasi tidaklah terlalu penting dalam proses pembangunan. Hal ini disebabkan karena teori-teori pembangunan yang dikemukakan para pemikir ekonomi secara umum hanya dikembangkan dalam tradisi teori pertumbuhan ekonomi, yaitu berisi gambaran mengenai proses perubahan ekonomi yang telah berlangsung di negara-negara maju. Titik tolak teori-teori tersebut selalu bermula dari pemberdayaan faktor-faktor utama produksi, yakni tanah, modal, dan tenaga kerja. Dengan kata lain amat jarang pembahasan yang secara eksplisit mencantumkan tentang komunikasi. Pada beberapa kasus pembahasan komunikasi dalam rangka pembangunan hanya ditempatkan sebagai “hiasan bibir” namun pernyataan-pernyataan tersebut lantas beralih ke teori pertumbuhan ekonomi melulu, seakan-akan itulah penjelasan yang lengkap dan memadai bahkan ironisnya komunikasi tampak justru ditempatkan sebagai sambungan dari uraian tentang “transportasi”.
Padahal, menurut Frey (dalam Nasution, 1996:81) “kalau diamati dengan teliti, sebenarnya banyak fase dari pertumbuhan ekonomi menurut teori-teori pembangunan tersebut yang merupakan tempat komunikasi memainkan peranan penting”.
Frey memberikan contoh mengenai sistem harga (pricing system) yang dapat dilihat sebagai suatu sistem komunikasi yang terspesialisasikan, yang menyediakan informasi esensial bagi perhitungan yang rasional untuk perencanaan maupun acuan bagi para pembuat keputusan ekonomi di semua tingkatan.
Frey mengusulkan agar dalam pembahasan tentang pembangunan perlu dihubungkan dengan analisa yang lebih mendalam pada efek komunikasi yang memiliki relevansi dengan pembangunan. Dikemukan frey (dalam Nasution, 1996:83) “bahwa sementara ongkos modernisasi boleh jadi demikian besarnya, namun sampai tingkat tertentu dapat diatasi melalui sistem komunikasi”.
Berkatian dengan tingkat analisanya, Hedebro (dalam Nasution, 1996:79) mengidentifikasi tiga aspek komunikasi dan pembangunan, yakni:
1. Pendekatan yang berfokus pada pembangunan suatu bangsa, dan bagaimana media massa dapat menyumbang dalam upaya tersebut.
Di sini, politik dan fungsi-fungsi media massa dalam pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media. Untuk studi-studi jenis ini, sekarang digunakan istilah kebijakan komunikasi, dan merupakan pendekatan yang paling luas dan bersifat general (umum).
2. Pendekatan yang juga dimaksudkan untuk memahami peranan media massa dalam pembangunan nasional, namun jauh lebih spesifik.
Media dilihat sebagai pendidik atau guru, idenya adalah bagaimana media massa dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan kepada masyarakat bermacam keterampilan, dan dalam kondisi tertentu mempengaruhi sikap mental dan perilaku mereka. Persoalan utama dalam studi jenis ini adalah, bagaimana media massa dapat digunakan secara paling efisien untuk mengajarkan pengetahuan tertentu bagi masyarakat suatu bangsa.
3. Pendekatan yang berorientasi kepada perubahan yang terjadi pada suatu komunitas lokal atau desa.
Konsentrasinya adalah pada memperkenalkan ide-ide baru, produk dan cara-cara baru, dan penyebarannya di suatu desa atau wilayah. Studi jenis ini mendalami bagaimna aktivitas komunikasi dapat dipakai untuk mempromosikan penerimaan yang luas akan ide-ide dan produk baru.
Lebih lanjut Hedebro mengemukakan 12 (dua belas ) peran yang dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan, sebagai berikut:
1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental, dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga kepada keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-oleh dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata.
6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan di tengah kehidupan.
7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat.
8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka yang memperoleh infomasi akan menjadi orang yang berarti dan para pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki komunikasi.
9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi untuk menyadari pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas politik.
11. Komunikasi dapat memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.
12. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpectuating).
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional suatu bangsa, Schramm (dalam Nasution, 1996:85) merumuskan tugas pokok komunikasi sebagai berikut:
1. Menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional.
2. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, memberikan kesempatan kepada para pimpinan masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas.
3. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, sejak orang dewasa, hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.
Analisa yang paling orisinal dan provokatif adalah komentar Mc Clelland yang mengaitkan komunikasi dengan pembangunan ekonomi, yakni perihal pentingnya opini publik bagi pembangunan. Menurut Mc Clelland (dalam Nasution, 1996:84) bahwa:
Dalam pembangunan ekonomi kekuatan yang merangkum masyarakat adalah bergerak dari tradisi yang melembaga, ke opini publik, yang dapat mengakomodir perubahan, dan hubungan interpersonal yang spesifik serta fungsional.
Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa cara-cara yang kaku dan telah tertentu dalam berhubungan dengan orang lain, diganti dengan pola-pola yang lebih luwes yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus. Masyarakat kemudian menjadi lebih terbuka dan efektif, karena individu-individu sebagai anggota masyarakat dapat berkomunikasi dengan orang lain untuk keperluan yang spesifik. Keadaan seperti ini membuat orang berpartisipasi dengan yakin karena hubungan atau komuniasi tersebut dikendalikan oleh opini-opini dan harapan “orang lain” .
6. Pembangunan Ekonomi
Dalam laporan-laporan internasional banyak dijumpai konsep “economic growth”. Konsep tersebut dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan sebagai adanya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan kapasitas produksi dalam perekonomian suatu negara secara keseluruhan. Secara matematis definisi ini menyiratkan gerakan keluar dari kurva kemungkinan produksi dalam perekonomian.
Menurut Meier dan Baldwin (dalam Safril, 2003:142) bahwa “Pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dengan proses itu pendapatan nasional real suatu perekonomian bertambah selama suatu periode waktu yang panjang”.
Hal senada dikemukakan pula oleh Djojohadikusumo (1991) bahwa “Pembangunan ekonomi adalah usaha memperbesar pendapatan per kapita dan menaikkan produktivitas per kapita dengan jalan menambah peralatan modal dan menambah skill”.
Bila dianalisa lebih lanjut diperoleh beberapa kesimpulan umum tentang pembangunan ekonomi, sebagai berikut:
1. Pembangunan ekonomi diarahkan pada perubahan stuktural yang bersifat kualitatif.
2. Pembangunan ekonomi tidak hanya menghasilkan out put yang lebih banyak, tetapi juga terdapat perubahan dalam lembaga dan teknik produksi maupun skill dalam menghasilkan output.
3. Pembangunan ekonomi meliputi perubahan-perubahan dalam struktur output sebagai akibat adanya alokasi input pada sektor perekonomian.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu kegiatan yang diarahkan kepada kehidupan perekonomian yang lebih baik bagi masyarakat suatu bangsa.