ESTETIS MATEMATIS ASMA’UL HUSNA

ESTETIS MATEMATIS ASMA’UL HUSNA
Kajian yang terkesan unik ini adalah upaya gagap belaka dari seorang insan biasa yang diperoleh dari berdzikir dan bertaffakur  dengan tingkat pengetahuan, pemahaman apalagi penghayatan Qur’ani sangat terbatas dengan  berbekal sebuah Qur’an dan terjemahannya yang diterbitkan oleh PT. Sari Agung  berupaya optimal  mengemas dalam bentuk kajian spiritual sederhana mengenai Indahnya esoteris pujian-pujian kepada Yang Maha Dicintai dengan 99 Nama Nya yang mampu membuat hati manusia tergerak untuk menjadi Insan Kaffa/Kamil selamat Dunia dan Akherat (Khaafa maqaama rabbih) dengan mencoba berusaha (ikhtiar) sejauh mungkin mengikuti jalan Allah SWT . Maklum penulis hanya lulusan Pesantren (red “Pesan-pesan Ngetren). Tentu dengan merujuk pada Iqra’ (bacalah) terhadap akhlak, perilaku manusia terhadap semesta alam (makrokosmos dan mikrokosmos) sebagai wujud kekhalifahan  serta mensyukuri segala Ni’mat Nya yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Nya sesuai apa yang diperbuat yaitu untuk menghadirkan sifat-sifat Allah dalam rangka “Rahmatan Lil  Alamin”.
Pertanyaan insan lugu yang mencoba-coba mengkritisi nama-nama Allah akan muncul secara gagap(tiba2 dan spontanitas) dengan pertanyaan berurutan sbb :
1.     Kenapa nama Allah harus 99 (mengapa tidak pas 100)
2.     Bagaimana mengotak-atik angka 99 (maaf bukan berarti otak-atik-matuk ataupun bermaksud melegitimit mistisifikasi angka untuk keperluan perjudian) dengan cara menambah , mengurangkan, mengkalikan, membagi, mengkuadratkan dan mengakarkan.
3.     Akan muncul angka berapa saja dari hasil perhitungan matematis dan bagaimana menyikapi dari dimensi  Qolbu dalam arti menterjemahkan sebagai energi perilaku manusia sehari-hari dalam ber Hablumninnas dengan manusia lain maupun Alam makrokosmos dan mikrokosmos.
4.     mengapa Itu semua terjadi…….. waIaa haula walla quwwata illa billaahil aliyyil azhiim.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut : “sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari” (QS. Ali Imran:41. “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengreraskan suara, di waktu Pagi dan Petang, janganlah kamu termasuk orang yang lalai”(QS. Al- A’raf:205). “Orang2 yang beriman itu hatinya menjadi tenteram karena ingat kepada Allah. Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram QS. Al-A’raf:28)
Keindahan-keindahan matematis yang penuh misteri sebagai upaya perbaikan (hijrahnya) akhlaq sebagaimana fitrah manusia (maklum manusia itu dhoif) agar selalu mencerminkan rabbnya sebagaimana dhawuh kanjeng Rasulullah : “Ibadahlah kamu seolah-olah melihat Allah walaupun engkau tidak melihat Nya dengan mata kepala, sesungguhnya Allah melihat engkau”, hal ini dimaksudkan agar Qolbu lebih mendekatkan diri dan mencintai Allah SWT  serta mengenal Allah dengan segala Sifatnya  yang kemudian dapat dikaji  :
1)     Dengan menjumlah (99 + 99) didapatkan nilai sebesar 198 yang kemudian masing-masing angka dijumlahkan lagi akan mendapatkan nilai 18, dari masing-masing angka kita jumlahkan lagi akan mandapatkan nilai “9”(sembilan)
2)     Angka 99 apabila dijumlahkan (9 + 9) akan mendapatkan nilai 18, dari masing-masing angka apabila dijumlahkan akan mendapatkan nilai “9”sembilan).
3)     Dengan mengkuadratkan (99)² akan didapatkan nilai sebesar 9801, kemudian apabila masing-masing angka dijumlahkan  akan mendapatkan nilai  18, kemudian angka tersebut apabila dijumlahkan akan mendapatkan nilai “9”(sembilan).
4)     Angka 99 apabila dikalikan (9 x 9) akan didapatkan nilai 81, yang bilamana diantara bilangan tersebut dijumlahkan akan mendapatkan nilai “9”(sembilan).
5)     Angka 99 apabila dikurangkan (9 – 9) akan didapatkan nilai “0” (nol).
6)     Angka  99 apabila dibagi (9 : 9) akan didapatkan nilai  “1” (satu).
7)      Angka 99 apabila diakarkan (√99) akan diperoleh  nilai sebesar 9,9 yang apabila dijumlahkan lagi akan mendapat nilai sebesar 19,8. Dari nilai 19,8 apabila dijumlah lagi akan mendapat nilai sebesar 18. dari nilai sebesar 18 apabila dijumlah lagi akan merndapatkan nilai sebesar  “ 9”(sembilan).
8)     Angka 9 apabila  di kalikan berapa saja, kemudian nilai hasilnya kita jumlahkan terus akan tetap mendapatkan perasan nilai akhir “9” (sembilan).
Dari hasil perhitungan logika matematis diatas dapat dipetik hakekat dengan suatu kontemplasi (perenungan) bahwa akan ada 3 (tiga) jenis keindahan angka yaitu Angka :  
Ø  Angka  9” (sembilan).
Ø  Angka “0” (nol)
Ø  Angka  “1” (satu).
Dimensi universal dari nilai (angka) : sembilan, nol dan satu  apabila direnungi akan terkandung makna yang penuh “misteri keindahan” sebagai pegangan hidup dengan kupasan sebagai berikut :
NILAI “NOL”.
Dalam hitungan matematis nol adalah bilangan  terkecil yang bila dicermati dari Dimensi Universal bahwasannya  sebelum manusia lahir ditiupkanlah nafs Allah SWT pada ruh manusia dengan cerminan sifat Ya Rahman dan Ya Rahiim (sifat dasar manusia) yang kemudian  dilahirkan oleh ibu kita dalam wujud bayi dalam kondisi fitrah (terbebas dari semua dosa) dengan diistilahkan selembar kain putih ataupun kertas putih; yang  dapat diisikan apa saja  tergantung pada sipenulis atau pembatik (Allah SWT dan orang tua kita) yang memberikan hidayah (oleh Allah SWT) dan pewarisan nilai agama (Orang Tua kita) pada diri manusia. Dari sinilah sebenarnya hari raya Idul Fitri dapat dimaknai dengan terlahirnya kembali bathin suci manusia setelah sebulan penuh melebur dosa dengan berpuasa untuk memperoleh ridhlo Allah (Habluminallahu) dengan puncak ritual berupa sebuah penyelesaian masalah-masalah antar manusia dengan saling bermaafan dan bersilaturahim (Habluminnanas) dimana dalam Al Qur’an berbunyi : “Dan keselamatan atasku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku wafat dan pada hari aku dibangkitkan” (Q.S Maryam :33).  Kemudian dalam perjalanan hidup selanjutnya segala akhlak perbuatannya akan ditentukan oleh dirinya sendiri, bukankan kalau berprofesi sebagai pencuri akan dikejar polisi seperti pada Al Qur”an berbunyi  “Dan apa saja yang terjadi atas dirimu adalah akibat perbuatan tanganmu sendiri “(Al - Furqa : 5). Demikian juga pada Surat lain juga berbunyi  “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baikuntuk dirimu, jika berbuat jahat kerugianlah untuk dirimu sendiri” (Al - Isra’ : 7). Dan dalam kondisi kefitrahannya dalam diri manusia  sebenarnya tercermin pada bathinnya (fu’ad) yaitu dilanjut dengan

NILAI “SATU”

Yang berarti GOD SPOT bahwa  Ke Esaan Allah SWT itu ada dihati manusia (manunggaling kawula Gusti) “tetapi manusia bukan Allah” hanya mencerminkan 99 (sembilan puluh sembilan) sifat Allah SWT, mengingat manusia itu adalah wakil Allah di Dunia, tetapi tidak berhak memiliki segala sesuatu kecuali hanya Amanah dengan suatu keharusan untuk mencerminkan sifat arrahman (sense of responsibility) dan Arrahim ( sense of belonging) tetap harus menjaganya sampai jatuhnya waktu pertanggungjawaban. Hal ini seperti ditulis dalan al Qur’an: “ Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama (Islam), fitrah (agama) Allah yang telah Dia ciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan bagi ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS- Ar Ruum : 30). Menghadapkan diri bukan saja diri (Zhahir) tetapi juga jiwamu(bathin). Siapa yang mengenal Allah akan mengenal dirinya , sesungguhnya Allah ada pada dirimu lebih dekat dari urat leher manusia. Semua manusia ditiupkan ruh yang sama dan semua manusia mempunyai sifat Arrahman dan Arrahim. Dari sinilah awal perjuang hidup manusia dalam mempertahankan akhlaknya akhlak perbuatan  dengan cerminan Asma Allah kepada sesama manusia dan Alam semesta (makrokosmos dan mikrokosmos) sepanjang garis hidupnya sampai pada kondisi (dilanjut dengan….NILAI SEMBILAN).

NILAI SEMBILAN  

Nilai bilangan matematis yang tertinggi adalah angka sembilan diartikan sebagai Pengorbanan (Adha) yang diaktualisasikan secara ritual oleh umat islam dengan penyembelihan hewan Qurban, dimana hakekat secara ukhrawi adalah pengorbanan seorang Bapak Ibrahim yang harus mengikhlaskan anaknya yang semata wayang si Ismail  untuk di Qurbankan demi  Amr Allah SWT; bathin Ibrahim benar2 diuji ke “papaannya” (tak memiliki lagi sesuatu yang dicintai dari segi materi) karena hakekatnya kepemilikan kebendaan (duniawi) semuanya serba relative ini bukanlah milik manusia tetapi milik Allah dan dunia ini sebuah panggung sandiwara. Sebuah akhir perjalanan manusia menuju suatu nilai akhir keabadian  untuk mempertanggungjawabkan segala perjuangan panjang akhlak perbuatannya nya selama hidup seperti tercantum dalam Al-Qur’an  “ Maka janganlah kamu meminta kepada-Ku, apa-apa yang kamu tidak mengerti (jangan meminta sesuatu yang tidak mungkin tanpa ikhtiar; Ijtihad)  (Al – Hud : 46). Dengan atribut Amanah kekhalifahannya manusia dituntut untuk mencerminkan sifat-sifat awal tanpa reservoir untuk Rahmatan Lil Alamin (makna Imanensi).
“Barang siapa  mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat dengan Tuhannya” (Al - Kahfi:10). Bukankah amal sholeh dan beribadat merupakan suatu bentuk pengorbanan yang ikhlas dari seorang hamba Allah (makhluk) kepada Sang Kholik  yang Maha di cintainya demi memperoleh ridhonya untuk menjadi insan Kaffa dan included didalamnya berkorban untuk alam (makrokosmos dan mikrokosmos) serta sesamanya demi Rahmatan Lil Alamin. Sebuah pengoorbanan yang tiada sia-sia tanpa memikir imbalan dari Allah SWT. Semua manusia dalam peran pentas panggung sandiwara Dunia pada “Lakon Rahmatan Lil Alamin” akan dipertanggungjawabkan secara moril di hadapan Allah SWT. Beban pengorbanan yang diberikan oleh Allah pada manusia abad ini tidak seberat yang diterima oleh Ibrahim yang harus mengorbankan buah hatinya yang semata wayang serta pengorbanan Kanjeng Nabi Muhammat SAW sebelum Beliau wafat bahwasannya beliau tidak mengikhlaskan dirinya masuk Surga apabila semua ummatnya belum masuk surga (sebelum beliau wafat beliau mengatakan “umatku-umatku”) .
Angka sembilan secara universil dapat dimaknai sebagai upaya optimal berkorban dengan memparipurnakan bentuk napsu duniawi  yang masuk melalui 9 (sembilan) lubang yang melekat pada tubuh manusia (2 Telinga, 2 mata, 2 hidung, 1 mulut, 1 kemaluan dan 1anus) untuk di Thawafkan (ditaubatkan) dengan cerminan kebesaran-kebesaran Asma Allah  pada Qolbu manusia yang fitrah; sehingga kerinduan untuk mendekati Sang kekasih dapat terobati..

Berikut bagaimana  Bpk. Muh. Zuhri (Pak Muh) menuangkan pengalaman Spritualnya mengenai pemahaman Asmaul Husna dan Ismulahil ‘azhom
Pada saat itulah kita perlu mengkaji-ulang Jalan Sufi yang pernah berhasil melahirkan individu-individu besar yang berkualitas universal. Tak berlebihan bila kita katakan, merekalah yang sebenarnya lebih pantas disebut sebagai pionir globalisasi daripada manusia modern yang tak pernah menemukan hakikat dirinya. Ini berdasarkan kenyataan bahwa mereka lebih tulus dalam menyikapi sesama manusia, tanpa pamrih selain Ridla Allah, dan tak mengenal putus asa di dalam ibadahnya mengembangkan kualitas hidup umat manusia.

Kondisi pribadi yang demikian tak mungkin terwujud tanpa pendadaran internal yang matang dan sarana teknis yang memadai. Dan kita pun segera memaklumi setelah kita menelaah respon mereka yang brilian terhadap informasi nabawi tentang nama-nama Tuhan. Pemandu mereka (Rasulullah SAW) telah mengajarkan 99 nama yang digunakan oleh rabbul 'alamin untuk mencipta, memelihara dan mengembangkan semesta sampai mencapai kebulatan yang nyaris sempurna (unfinished; sifat bilangan 99). Tinggal satu nama yang tak diajarkan kepada mereka, yang harus ditemukannya sendiri lewat pengabdiannya sepanjang hidup. Itulah Sebutir Mata Tasbih yang terlepas dari untaiannya. Itulah ismulllahil a'zhom atau nama Tuhan yang keseratus, yang bila Allah dipanggil dengan nama tersebut, akan ditunaikanhajatnya.

Bila di dalam mencari nama Allah Yang Keseratus kita bersikap seperti mencari informasi keilmuan, maka dapat dipastikan kita akan gagal memperolehnya. Karena sebenarnya nama yang kita cari itu bukanlah sebuah obyek di luar diri kita, melainkan subyek pencari itu sendiri.
KEUTUHAN EKSISTENSIAL(menurut Pak Muh)
Dengan aset 99 nama Allah Para Sufi mengembara dalam pengabdiannya untuk menggenapkan bilangan yang nyaris sempurna itu. Bila mereka berhasil mendapatkannya dalam wujud sifat kesadarannya sendiri, maka berubahlah sifatnya menjadi kudus, lembut dan penuh kasih sayang terhadap sesamanya. Saat itu mereka berada dalam maqam sayidina Isa AS. Manakala mereka mendapatkannya dalam wujud zatnya sendiri, maka muncullah dari dalam dirinya keyakinan yang bulat, energik, kreatif dan pantang menyerah. Tentu saja berwujud hasil cipta yang berdaya mampu mengubah struktur dunianya. Itulah maqam tertinggi yang ditemukan oleh sayidina Muhammad SAW. yang meruang danmewaktu.

Transformasi eksistensial dari individu kecil mencapai individu besar, dilukiskan oleh Muhammad Iqbal dengan tepat dan indah di dalam karyanya Asrari Khudi: "Kejadianku arca belum selesai, cinta memahat daku dan aku menjadi manusia." Untuk mencapai kondisi kekhalifahan yang memadai di dalam memandu umat mencapai masyarakat global, kita tidak membutuhkan new image of man. Karena secara fitri umat manusia telah berada di sana (Lihat QS. Al- Baqarah, ayat 30), dan dalam kadar tertentu mereka telah terlatih merealisasi fungsi tersebut ke dalam lingkungan kecil kehidupannya. Misalnya perlindungan orang tua terhadap kelangsungan hidup keluarganya, sikap ramah dan manis terhadap yang lebih muda, upaya pengembangan kualitas hidup mereka dan pengorbanan yang ikhlas dari sang asyik kepada sang ma'syuk dan lain sebagainya merupakan aset fundamental yang diajarkan Allah lewat lingkungkehidupannya.

Yang kita butuhkan sekarang adalah bagaimana sifat-sifat luhur yang sejak dini telah disemaikan oleh rabbul 'alamin di dalam diri kita itu bisa tumbuh optimal dan mensemesta? Jawabannya adalah bagaimana kita bisa menemukan sebutir tasbih yang lepas dari untaiannya, yang tak lain menggarap diri kita sedemikian rupa sehingga layak untuk menggenapinya. Untuk itu kita tak perlu mengimport atau pun mengadopsi metodologi dari mana pun, apalagi dari zaman yang telah usang. Jalan sufi selalu kontekstual dan dituntut relevan dengan zamannya.


SEBUAH GAMBARAN  MANAJEMEN PROSES (Illustrasi Alur fIkir spiritual)
Manajemen proses dalam rangka mencermati manajemen Qolbu proses rotasi ( perputaran) kesadaran bathiniah dari Angka 0 (nol) ke angka 9 (sembilan)  kearah kiri (berlawanan arah jarum jam) sebagaimana alam semesta ciptaaan Allah SWT mengelilingi matahari ataupun molekul mengelilingi inti atom (ilmu alam itu Sunattulah) ataupun secara ukhrowi perputaran rombongan tamu Allah mengelilingi Ka’bah.  Dari peputaran yang dimulai dari angka nol menuju angka sembilan akan dihasilkan sebuah gaya Sentifugal dan gaya sentripetal dengan pusat moment (inti /poros) gaya adalah bathin kita.  Perputaran tesebut menghasilkan jumlah putaran thawaf bathin sejumlah 11 (sebelas) kali yang berarti sebuah keseimbangan (angka satu dengan angka 1)dan bila dijumlah akan menjadi 2 (dua) yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan berpasang2an (siang-malam, laki2-perempuan, hak-bathil, baik-buruk dsb). Hasil perputaran itulah menghasilkan sebuah energi/gaya sentrifugal dan sentripetal yang direfleksikan secara bathin dengan “mencerminkan sifat Allah dalam diri manusia untuk  ber habluminanas”. Sifat Allah itulah yang harus dipertanggung jawabkan manusia ketika mencapai  kondisi sembilan dengan segala keiklhasan sebagai “Amr Allah” maupun sebagai “Khalifah Allah” (contoh duniawi kalau seseorang menghargai orang lain maka dia akan dihargai pula=aksi-reaksi). Perputaran (thawaf bathin) cerminan sifat Allah pada fitrah manusia sangat dibutuhkan Qolbu manusia untuk menjaga  agar kondisi  “Iman, taqwa, dan syukur”nya  tidak jatuh tersedot kebawah oleh “Gaya Gravitasi” (agar manusia tidak merugi) seperti tertulis dalam QS- Al Asyhry. Kemenangan dapat diperoleh dengan “kesabaran “dan “Kebenaran” bathin manusia.
Saudara-saudara kita yang kebetulan jatuh pada titik gravitasi tidaklah perlu divonis seolah-olah diri kita ini merasa paling Islami, tetapi malah dibutuhkan keikhlasan kita mendo’akan agar mereka segera tercerahkan untuk menggapai  kembali gaya  sentrifugalnya Asma Allah.
Indahnya dalam ber  “Iman-Islam” ria (Iman=Aman dan Islam=Selamat)  dimana pada saat akhir sholat, bathin kita mulai diajari  dengan oleh telunjuk  kita sendiri untuk menunjuk Asma Allah (tangan kanan kita telah melafalkan Asma “ALLAH”) dan Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad SAW serta untuk menyampaikan salam keselamatan dan do’a demi kebaikan bagi semua saudara kita sesama muslim dengan ucapan Assalamu’alaikum kesisi kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1 (satu) kali

“ Dialah Allah yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengkaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.  Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbihlahl apa yang ada dilangit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al – Hasyir : 23 – 24).

“Allah itu mempunyai 99 Nama. Barangsiapa menghafalnya, ia masuk sorga. Sesungguhnya Allah itu maha ganjil (tidak genap)   (ABU HURAIRAH R.A).
“Allah itu mempunyai 99 Nama. Barangsiapa menghafalnya, ia masuk sorga. Sesungguhnya Allah itu maha ganjil (tidak genap)   (ABU HURAIRAH R.A).

Nama-nama Allah tersebut tidaklah cukup hanya dihafal secara lisan, tetapi internalisasi  pada  mata hati untuk dituangkan (implementasi) dalam perilaku kehidupan berbagi : “Kasih” dan “Sayang” terhadap  sesamanya, sehingga dunia ini menjadi Tenteram dan Damai sebagaimana ayat berikut : “Barangsiapa ingin dilapangkan rizkinya dan diperpanjang umurnya hemdaklah menyambung tali persaudaraan” (HR. BUKHARI MUSLIM).
SEBUAH RINGKASAN KAJIAN  AKHIR
Nama-nama Allah apabila dihitung mulai  nomor 1 (satu) = Allah; Bila dicermati pada setiap posisi satu putaran penuh dengan jumlah putaran sebanyak 11 (sebelas) kali, maka pada titik yang sama pada posisi Nama Allah Nomor 1 (satu)  akan jatuh tepat untuk diduduki kembali oleh Nama Allah yang ke (nomor) : 9, 18, 27, 36, 45, 54, 63, 72, 81, 90, yang diakhiri dengan nomor 99 (sembilan Puluh Sembilan).
Bilamana di lisankan akan berurut seperti ini :

Ya Allah – Ya Azziiz – Ya Razzaq – Ya Samii”u – Ya Syakuur – Ya mujiibu – Ya Qawiyyu - Ya Hayyu – YaMuakhkhiru – Ya Muntaqimu – Ya Ya Maani’u – Ya shabuuru.

Yang Arti pujian untuk Nya menurut pemahaman sederhana yaitu :
“ Ya Allah  Yang Maha Gagah Perkasa-Memberi Rizki kepada makhlukNya-Yang Maha Mendengar Segala Pujian dan Ibadah kepada Nya-kemudian Mengabulkan, -Allah Yang Maha Kuat  dan-Maha Hidup (Kekal) Yang Mengakhiri dan- Memberi Balasan (adzab/siksa)/Menuntut Bela atas akhlaq perbuatan dan Maha Mempertahankan/menolak sesuatu yang dzolim dengan Maha Sabar Mu ya Allah cerminkanlah sifat Sabar Mu dalam Qolbu HambaMu agar Hambamu memperoleh kemenangan”.

Dan Bila diambil titik tengahnya (Quartil) l Nama-nama Allah akan jatuh pada nomor 9 (Ya Azziz), nomor 54 (Ya Qawiyyu) dan nomor 99 (Ya Shabuuru) yang berarti “Yang Gagah Perkasa – Yang Maha Kuat – Yang Maha Sabar”

HAKEKAT :
Manusia ini dhoif kemana lagi memohon dan berlindung kecuali hanya pada Allah SWT semata, sepanjang masih mampir ngombe hidup duniawi yang penuh keindahan relative (perubahan) manusia berjuang dan  mohon diberikan petunjuk dalam mempertahankan Iman/akhlaq yang yang baik dengan keridhloan Allah serta memohon agar diberi rasa bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT  berikan dengan penuh kesabaran untuk meraih tropi kemenangan” (Amar Ma’ruf Nahi Munkar-Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti”).
Manusia mempunyai kewajiban secara ikhlas mengimplementasikan Hak Huqul ‘Ibad wal ‘ubudiyah (hak2 kehambaan dan ubudiyah) untuk berakhlaq dengan cerminan akhlaq Allah dalam melaksanakan habluminanas yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.
Orang tenteram adalah yang mampu menilai kondisi dengan bahasa tenteram yang terpancar lewat rasa syukur terhadap nikmat Allah SWT yang dapat diperoleh dengan dzikir batin untuk selalu ingat Allah SWT (QS. Al-Muzammil). Karena dengan berdzikir berarti menghadirkan Asma Allah, kebesaran Allah, keagungan Allah dalam diri dan jiwa dimana manusia berada; Sehingga tidak ada nafas yang terhisap dan dihembuskan kecuali lafadz Allah(ingat asal muasal kejadian manusia ketika ditiupan Nafs Allah pada ruhnya). Kita coba untuk renungi apakah semua pujian kepada Nya didasarkan karena Takut Allah SWT, berdagang dengan Allah SWT atau kita benar-benar mencintai Kekasih Sejati kita; semua itu adalah demokratisasi Qolbu setiap muslim yang akan mempertanggungjawabkan sesuai dengan motivasi Qolbunya.
Adakalanya kita merasa congkak dengan atribut  Islaman yang melekat pada diri kita yang nota bene  diperoleh dari pewarisan orang tua kita, namun disisi lain kita lupa mengimplementasikan akhlak Islami dalam kehidupan sehari-hari pada semua penghuni semesta alam (perusakan hutan, bikin polusi, saling bunuh,memfitnah dsb). Dalam bathin kita jarang terlintas bahwasannya banyak golongan non muslim yang akhlahnya islami. Hal ini dapat dipakai sebagai gambaran untuk lebih mengintrospeksi Qolbu dalam upaya peningkatan (hijrahnya) qualitas akhlak kita agar lebih Istiqomah sesuai dengan ajaran Qur’an dan kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Kita berdo’a mengharap ridhlo Allah semoga semua saudara muslim yang masih  mempunyai tanggung jawab duniawi dijadikan orang mukmin yang “Gagah Perkasa Kuat dan Sabar” didunia untuk mencapai kejayaan “Islam” dengan kewajiban menghadirkan kesejahteraan, ketenteraman dan kedamaian seluruh umat manusia (muslim maupun non muslim); Kita do’akan juga semua sanak-kadang muslim yang telah menempati alam kelanggengan diberikan ampunan Allah dan Syafa’at kanjeng Nabi Muhammad …..Amiiin.
{Digurat oleh Madyo Prihastono/orang yang disuruh membaca indahnya keprihatinan hidup, saat Ramadhan 1424 H untuk menghormati Saudara2 muslim yang telah berkorban untuk menjadi Amr Allah dengan memahami indahnya magna menahan Lapar, haus dan Napsu dan penuh kesabaran semata-mata hanya mencari keridhloan AllahSWT untuk kemudian menyongsong datangnya hari kemenangan atas kondisi kefitrahan bathin umat muslim pada tanggal1 Syawal 1424H}……Salam dari PESANTREN (PESAN-PESAN ngeTREN).