ESTETIS MATEMATIS
ASMA’UL HUSNA
Kajian yang terkesan
unik ini adalah upaya gagap belaka dari seorang insan biasa yang diperoleh dari
berdzikir dan bertaffakur dengan tingkat
pengetahuan, pemahaman apalagi penghayatan Qur’ani sangat terbatas dengan berbekal sebuah Qur’an dan terjemahannya yang
diterbitkan oleh PT. Sari Agung berupaya
optimal mengemas dalam bentuk kajian spiritual
sederhana mengenai Indahnya esoteris pujian-pujian kepada Yang Maha Dicintai
dengan 99 Nama Nya yang mampu membuat hati manusia tergerak untuk menjadi Insan
Kaffa/Kamil selamat Dunia dan Akherat (Khaafa maqaama rabbih) dengan mencoba
berusaha (ikhtiar) sejauh mungkin mengikuti jalan Allah SWT . Maklum penulis
hanya lulusan Pesantren (red “Pesan-pesan Ngetren). Tentu dengan merujuk pada
Iqra’ (bacalah) terhadap akhlak, perilaku manusia terhadap semesta alam
(makrokosmos dan mikrokosmos) sebagai wujud kekhalifahan serta mensyukuri segala Ni’mat Nya yang harus dipertanggungjawabkan
dihadapan Nya sesuai apa yang diperbuat yaitu untuk menghadirkan sifat-sifat
Allah dalam rangka “Rahmatan Lil
Alamin”.
Pertanyaan insan lugu
yang mencoba-coba mengkritisi nama-nama Allah akan muncul secara gagap(tiba2
dan spontanitas) dengan pertanyaan berurutan sbb :
1.
Kenapa
nama Allah harus 99 (mengapa tidak pas 100)
2.
Bagaimana
mengotak-atik angka 99 (maaf bukan berarti otak-atik-matuk ataupun bermaksud
melegitimit mistisifikasi angka untuk keperluan perjudian) dengan cara menambah
, mengurangkan, mengkalikan, membagi, mengkuadratkan dan mengakarkan.
3.
Akan
muncul angka berapa saja dari hasil perhitungan matematis dan bagaimana menyikapi
dari dimensi Qolbu dalam arti
menterjemahkan sebagai energi perilaku manusia sehari-hari dalam ber
Hablumninnas dengan manusia lain maupun Alam makrokosmos dan mikrokosmos.
4.
mengapa
Itu semua terjadi……..
waIaa
haula walla quwwata illa billaahil aliyyil azhiim.
Allah berfirman dalam
Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut : “sebutlah (nama) Tuhanmu
sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari” (QS. Ali
Imran:41. “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengreraskan suara, di waktu Pagi dan Petang, janganlah
kamu termasuk orang yang lalai”(QS. Al- A’raf:205). “Orang2 yang beriman itu
hatinya menjadi tenteram karena ingat kepada Allah. Ingatlah dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram QS. Al-A’raf:28)
Keindahan-keindahan
matematis yang penuh misteri sebagai upaya perbaikan (hijrahnya) akhlaq
sebagaimana fitrah manusia (maklum manusia itu dhoif) agar selalu mencerminkan
rabbnya sebagaimana dhawuh kanjeng Rasulullah : “Ibadahlah kamu seolah-olah
melihat Allah walaupun engkau tidak melihat Nya dengan mata kepala,
sesungguhnya Allah melihat engkau”, hal ini dimaksudkan agar Qolbu lebih
mendekatkan diri dan mencintai Allah SWT
serta mengenal Allah dengan segala Sifatnya yang kemudian dapat dikaji :
1)
Dengan
menjumlah (99 + 99) didapatkan nilai sebesar 198 yang kemudian masing-masing
angka dijumlahkan lagi akan mendapatkan nilai 18, dari masing-masing angka kita
jumlahkan lagi akan mandapatkan nilai “9”(sembilan)
2)
Angka
99 apabila dijumlahkan (9 + 9) akan mendapatkan nilai 18, dari masing-masing
angka apabila dijumlahkan akan mendapatkan nilai “9”sembilan).
3)
Dengan
mengkuadratkan (99)² akan didapatkan nilai sebesar 9801, kemudian apabila
masing-masing angka dijumlahkan akan
mendapatkan nilai 18, kemudian angka
tersebut apabila dijumlahkan akan mendapatkan nilai “9”(sembilan).
4)
Angka
99 apabila dikalikan (9 x 9) akan didapatkan nilai 81, yang bilamana diantara
bilangan tersebut dijumlahkan akan mendapatkan nilai “9”(sembilan).
5)
Angka
99 apabila dikurangkan (9 – 9) akan didapatkan nilai “0” (nol).
6)
Angka
99 apabila dibagi (9 : 9) akan
didapatkan nilai “1”
(satu).
7)
Angka 99 apabila diakarkan (√99) akan
diperoleh nilai sebesar 9,9 yang apabila
dijumlahkan lagi akan mendapat nilai sebesar 19,8. Dari nilai 19,8 apabila
dijumlah lagi akan mendapat nilai sebesar 18. dari nilai sebesar 18 apabila
dijumlah lagi akan merndapatkan nilai sebesar “ 9”(sembilan).
8)
Angka
9 apabila di kalikan berapa saja,
kemudian nilai hasilnya kita jumlahkan terus akan tetap mendapatkan perasan
nilai akhir “9” (sembilan).
Dari hasil perhitungan logika
matematis diatas dapat dipetik hakekat dengan suatu kontemplasi (perenungan)
bahwa akan ada 3 (tiga) jenis keindahan angka yaitu Angka :
Ø Angka “9” (sembilan).
Ø Angka “0”
(nol)
Ø Angka “1” (satu).
Dimensi universal dari
nilai (angka) : sembilan, nol dan satu
apabila direnungi akan terkandung makna yang penuh “misteri keindahan” sebagai
pegangan hidup dengan kupasan sebagai berikut :
NILAI “NOL”.
Dalam hitungan matematis
nol adalah bilangan terkecil yang bila dicermati
dari Dimensi Universal bahwasannya sebelum
manusia lahir ditiupkanlah nafs Allah SWT pada ruh manusia dengan cerminan
sifat Ya Rahman dan Ya Rahiim (sifat dasar manusia) yang kemudian dilahirkan oleh ibu kita dalam wujud bayi
dalam kondisi fitrah (terbebas dari semua dosa) dengan diistilahkan selembar
kain putih ataupun kertas putih; yang dapat diisikan apa saja tergantung pada sipenulis atau pembatik
(Allah SWT dan orang tua kita) yang memberikan hidayah (oleh Allah SWT) dan
pewarisan nilai agama (Orang Tua kita) pada diri manusia. Dari sinilah
sebenarnya hari raya Idul Fitri dapat dimaknai dengan terlahirnya kembali
bathin suci manusia setelah sebulan penuh melebur dosa dengan berpuasa untuk
memperoleh ridhlo Allah (Habluminallahu) dengan puncak ritual berupa sebuah
penyelesaian masalah-masalah antar manusia dengan saling bermaafan dan
bersilaturahim (Habluminnanas) dimana dalam Al Qur’an berbunyi : “Dan
keselamatan atasku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku wafat dan pada hari
aku dibangkitkan” (Q.S Maryam :33). Kemudian
dalam perjalanan hidup selanjutnya segala akhlak perbuatannya akan ditentukan
oleh dirinya sendiri, bukankan kalau berprofesi sebagai pencuri akan dikejar
polisi seperti pada Al Qur”an berbunyi
“Dan apa saja yang terjadi atas dirimu adalah akibat perbuatan tanganmu
sendiri “(Al - Furqa : 5). Demikian juga pada Surat lain juga berbunyi “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat
baikuntuk dirimu, jika berbuat jahat kerugianlah untuk dirimu sendiri” (Al -
Isra’ : 7). Dan dalam kondisi kefitrahannya dalam diri manusia sebenarnya tercermin pada bathinnya (fu’ad)
yaitu dilanjut dengan
NILAI “SATU”
Yang berarti GOD SPOT
bahwa Ke Esaan Allah SWT itu ada dihati manusia
(manunggaling kawula Gusti) “tetapi manusia bukan Allah” hanya mencerminkan 99
(sembilan puluh sembilan) sifat Allah SWT, mengingat manusia itu adalah wakil
Allah di Dunia, tetapi tidak berhak memiliki segala sesuatu kecuali hanya Amanah
dengan suatu keharusan untuk mencerminkan sifat arrahman (sense of
responsibility) dan Arrahim ( sense of belonging) tetap harus menjaganya sampai
jatuhnya waktu pertanggungjawaban. Hal ini seperti ditulis dalan al Qur’an: “
Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama (Islam), fitrah (agama) Allah
yang telah Dia ciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan bagi ciptaan
Allah. Itulah agama yang lurus tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS-
Ar Ruum : 30). Menghadapkan diri bukan saja diri (Zhahir) tetapi juga
jiwamu(bathin). Siapa yang mengenal Allah akan mengenal dirinya , sesungguhnya
Allah ada pada dirimu lebih dekat dari urat leher manusia. Semua manusia
ditiupkan ruh yang sama dan semua manusia mempunyai sifat Arrahman dan Arrahim.
Dari sinilah awal perjuang hidup manusia dalam mempertahankan akhlaknya akhlak
perbuatan dengan cerminan Asma Allah
kepada sesama manusia dan Alam semesta (makrokosmos dan mikrokosmos) sepanjang
garis hidupnya sampai pada kondisi (dilanjut dengan….NILAI SEMBILAN).
NILAI SEMBILAN
Nilai bilangan
matematis yang tertinggi adalah angka sembilan diartikan sebagai Pengorbanan
(Adha) yang diaktualisasikan secara ritual oleh umat islam dengan penyembelihan
hewan Qurban, dimana hakekat secara ukhrawi adalah pengorbanan seorang Bapak
Ibrahim yang harus mengikhlaskan anaknya yang semata wayang si Ismail untuk di Qurbankan demi Amr Allah SWT; bathin Ibrahim benar2 diuji ke
“papaannya” (tak memiliki lagi sesuatu yang dicintai dari segi materi) karena
hakekatnya kepemilikan kebendaan (duniawi) semuanya serba relative ini bukanlah
milik manusia tetapi milik Allah dan dunia ini sebuah panggung sandiwara. Sebuah
akhir perjalanan manusia menuju suatu nilai akhir keabadian untuk mempertanggungjawabkan segala perjuangan
panjang akhlak perbuatannya nya selama hidup seperti tercantum dalam Al-Qur’an “ Maka janganlah kamu meminta kepada-Ku,
apa-apa yang kamu tidak mengerti (jangan meminta sesuatu yang tidak mungkin
tanpa ikhtiar; Ijtihad) (Al – Hud : 46).
Dengan atribut Amanah kekhalifahannya manusia dituntut untuk mencerminkan
sifat-sifat awal tanpa reservoir untuk Rahmatan Lil Alamin (makna Imanensi).
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat dengan Tuhannya” (Al - Kahfi:10). Bukankah amal
sholeh dan beribadat merupakan suatu bentuk pengorbanan yang ikhlas dari
seorang hamba Allah (makhluk) kepada Sang Kholik yang Maha di cintainya demi memperoleh
ridhonya untuk menjadi insan Kaffa dan included didalamnya berkorban untuk alam
(makrokosmos dan mikrokosmos) serta sesamanya demi Rahmatan Lil Alamin. Sebuah
pengoorbanan yang tiada sia-sia tanpa memikir imbalan dari Allah SWT. Semua
manusia dalam peran pentas panggung sandiwara Dunia pada “Lakon Rahmatan Lil
Alamin” akan dipertanggungjawabkan secara moril di hadapan Allah SWT. Beban
pengorbanan yang diberikan oleh Allah pada manusia abad ini tidak seberat yang
diterima oleh Ibrahim yang harus mengorbankan buah hatinya yang semata wayang
serta pengorbanan Kanjeng Nabi Muhammat SAW sebelum Beliau wafat bahwasannya
beliau tidak mengikhlaskan dirinya masuk Surga apabila semua ummatnya belum masuk
surga (sebelum beliau wafat beliau mengatakan “umatku-umatku”) .
Angka sembilan secara
universil dapat dimaknai sebagai upaya optimal berkorban dengan memparipurnakan
bentuk napsu duniawi yang masuk melalui
9 (sembilan) lubang yang melekat pada tubuh manusia (2 Telinga, 2 mata, 2
hidung, 1 mulut, 1 kemaluan dan 1anus) untuk di Thawafkan (ditaubatkan) dengan
cerminan kebesaran-kebesaran Asma Allah
pada Qolbu manusia yang fitrah; sehingga kerinduan untuk mendekati Sang
kekasih dapat terobati..
Berikut bagaimana Bpk. Muh. Zuhri (Pak Muh) menuangkan pengalaman
Spritualnya mengenai pemahaman Asmaul Husna dan Ismulahil ‘azhom
Pada saat itulah kita perlu mengkaji-ulang
Jalan Sufi yang pernah berhasil melahirkan individu-individu besar yang
berkualitas universal. Tak berlebihan bila kita katakan, merekalah yang
sebenarnya lebih pantas disebut sebagai pionir globalisasi daripada manusia
modern yang tak pernah menemukan hakikat dirinya. Ini berdasarkan kenyataan
bahwa mereka lebih tulus dalam menyikapi sesama manusia, tanpa pamrih selain
Ridla Allah, dan tak mengenal putus asa di dalam ibadahnya mengembangkan
kualitas hidup umat manusia.
Kondisi pribadi yang demikian tak mungkin terwujud tanpa pendadaran internal yang matang dan sarana teknis yang memadai. Dan kita pun segera memaklumi setelah kita menelaah respon mereka yang brilian terhadap informasi nabawi tentang nama-nama Tuhan. Pemandu mereka (Rasulullah SAW) telah mengajarkan 99 nama yang digunakan oleh rabbul 'alamin untuk mencipta, memelihara dan mengembangkan semesta sampai mencapai kebulatan yang nyaris sempurna (unfinished; sifat bilangan 99). Tinggal satu nama yang tak diajarkan kepada mereka, yang harus ditemukannya sendiri lewat pengabdiannya sepanjang hidup. Itulah Sebutir Mata Tasbih yang terlepas dari untaiannya. Itulah ismulllahil a'zhom atau nama Tuhan yang keseratus, yang bila Allah dipanggil dengan nama tersebut, akan ditunaikanhajatnya.
Bila di dalam mencari nama Allah Yang Keseratus kita bersikap seperti mencari informasi keilmuan, maka dapat dipastikan kita akan gagal memperolehnya. Karena sebenarnya nama yang kita cari itu bukanlah sebuah obyek di luar diri kita, melainkan subyek pencari itu sendiri.
Kondisi pribadi yang demikian tak mungkin terwujud tanpa pendadaran internal yang matang dan sarana teknis yang memadai. Dan kita pun segera memaklumi setelah kita menelaah respon mereka yang brilian terhadap informasi nabawi tentang nama-nama Tuhan. Pemandu mereka (Rasulullah SAW) telah mengajarkan 99 nama yang digunakan oleh rabbul 'alamin untuk mencipta, memelihara dan mengembangkan semesta sampai mencapai kebulatan yang nyaris sempurna (unfinished; sifat bilangan 99). Tinggal satu nama yang tak diajarkan kepada mereka, yang harus ditemukannya sendiri lewat pengabdiannya sepanjang hidup. Itulah Sebutir Mata Tasbih yang terlepas dari untaiannya. Itulah ismulllahil a'zhom atau nama Tuhan yang keseratus, yang bila Allah dipanggil dengan nama tersebut, akan ditunaikanhajatnya.
Bila di dalam mencari nama Allah Yang Keseratus kita bersikap seperti mencari informasi keilmuan, maka dapat dipastikan kita akan gagal memperolehnya. Karena sebenarnya nama yang kita cari itu bukanlah sebuah obyek di luar diri kita, melainkan subyek pencari itu sendiri.
KEUTUHAN EKSISTENSIAL(menurut Pak Muh)
Dengan aset 99 nama
Allah Para Sufi mengembara dalam pengabdiannya untuk menggenapkan bilangan yang
nyaris sempurna itu. Bila mereka berhasil mendapatkannya dalam wujud sifat
kesadarannya sendiri, maka berubahlah sifatnya menjadi kudus, lembut dan penuh
kasih sayang terhadap sesamanya. Saat itu mereka berada dalam maqam
sayidina Isa AS. Manakala mereka mendapatkannya dalam
wujud zatnya sendiri, maka muncullah dari dalam dirinya keyakinan yang bulat,
energik, kreatif dan pantang menyerah. Tentu saja berwujud hasil cipta yang
berdaya mampu mengubah struktur dunianya. Itulah maqam tertinggi yang ditemukan
oleh sayidina Muhammad SAW. yang meruang danmewaktu.
Transformasi eksistensial dari individu kecil mencapai individu besar, dilukiskan oleh Muhammad Iqbal dengan tepat dan indah di dalam karyanya Asrari Khudi: "Kejadianku arca belum selesai, cinta memahat daku dan aku menjadi manusia." Untuk mencapai kondisi kekhalifahan yang memadai di dalam memandu umat mencapai masyarakat global, kita tidak membutuhkan new image of man. Karena secara fitri umat manusia telah berada disana (Lihat QS. Al-
Baqarah, ayat 30), dan dalam kadar tertentu mereka telah terlatih merealisasi
fungsi tersebut ke dalam lingkungan kecil kehidupannya. Misalnya perlindungan
orang tua terhadap kelangsungan hidup keluarganya, sikap ramah dan manis
terhadap yang lebih muda, upaya pengembangan kualitas hidup mereka dan
pengorbanan yang ikhlas dari sang asyik kepada sang ma'syuk dan lain sebagainya
merupakan aset fundamental yang diajarkan Allah lewat lingkungkehidupannya.
Yang kita butuhkan sekarang adalah bagaimana sifat-sifat luhur yang sejak dini telah disemaikan oleh rabbul 'alamin di dalam diri kita itu bisa tumbuh optimal dan mensemesta? Jawabannya adalah bagaimana kita bisa menemukan sebutir tasbih yang lepas dari untaiannya, yang tak lain menggarap diri kita sedemikian rupa sehingga layak untuk menggenapinya. Untuk itu kita tak perlu mengimport atau pun mengadopsi metodologi dari mana pun, apalagi dari zaman yang telah usang. Jalan sufi selalu kontekstual dan dituntut relevan dengan zamannya.
Transformasi eksistensial dari individu kecil mencapai individu besar, dilukiskan oleh Muhammad Iqbal dengan tepat dan indah di dalam karyanya Asrari Khudi: "Kejadianku arca belum selesai, cinta memahat daku dan aku menjadi manusia." Untuk mencapai kondisi kekhalifahan yang memadai di dalam memandu umat mencapai masyarakat global, kita tidak membutuhkan new image of man. Karena secara fitri umat manusia telah berada di
Yang kita butuhkan sekarang adalah bagaimana sifat-sifat luhur yang sejak dini telah disemaikan oleh rabbul 'alamin di dalam diri kita itu bisa tumbuh optimal dan mensemesta? Jawabannya adalah bagaimana kita bisa menemukan sebutir tasbih yang lepas dari untaiannya, yang tak lain menggarap diri kita sedemikian rupa sehingga layak untuk menggenapinya. Untuk itu kita tak perlu mengimport atau pun mengadopsi metodologi dari mana pun, apalagi dari zaman yang telah usang. Jalan sufi selalu kontekstual dan dituntut relevan dengan zamannya.
SEBUAH GAMBARAN MANAJEMEN PROSES (Illustrasi Alur fIkir
spiritual)
Manajemen proses dalam
rangka mencermati manajemen Qolbu proses rotasi ( perputaran) kesadaran
bathiniah dari Angka 0 (nol) ke angka 9 (sembilan) kearah kiri (berlawanan arah jarum jam)
sebagaimana alam semesta ciptaaan Allah SWT mengelilingi matahari ataupun
molekul mengelilingi inti atom (ilmu alam itu Sunattulah) ataupun secara
ukhrowi perputaran rombongan tamu Allah mengelilingi Ka’bah. Dari peputaran yang dimulai dari angka nol
menuju angka sembilan akan dihasilkan sebuah gaya Sentifugal dan gaya sentripetal dengan pusat moment (inti
/poros) gaya
adalah bathin kita. Perputaran tesebut
menghasilkan jumlah putaran thawaf bathin sejumlah 11 (sebelas) kali yang
berarti sebuah keseimbangan (angka satu dengan angka 1)dan bila dijumlah akan
menjadi 2 (dua) yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan berpasang2an
(siang-malam, laki2-perempuan, hak-bathil, baik-buruk dsb). Hasil perputaran
itulah menghasilkan sebuah energi/gaya sentrifugal dan sentripetal yang
direfleksikan secara bathin dengan “mencerminkan sifat Allah dalam diri manusia
untuk ber habluminanas”. Sifat Allah itulah
yang harus dipertanggung jawabkan manusia ketika mencapai kondisi sembilan dengan segala keiklhasan
sebagai “Amr Allah” maupun sebagai “Khalifah Allah” (contoh duniawi kalau
seseorang menghargai orang lain maka dia akan dihargai pula=aksi-reaksi).
Perputaran (thawaf bathin) cerminan sifat Allah pada fitrah manusia sangat
dibutuhkan Qolbu manusia untuk menjaga agar kondisi “Iman, taqwa, dan syukur”nya tidak jatuh tersedot kebawah oleh “Gaya
Gravitasi” (agar manusia tidak merugi) seperti tertulis dalam QS- Al Asyhry.
Kemenangan dapat diperoleh dengan “kesabaran “dan “Kebenaran” bathin manusia.
Saudara-saudara kita
yang kebetulan jatuh pada titik gravitasi tidaklah perlu divonis seolah-olah
diri kita ini merasa paling Islami, tetapi malah dibutuhkan keikhlasan kita
mendo’akan agar mereka segera tercerahkan untuk menggapai kembali gaya sentrifugalnya Asma Allah.
Indahnya dalam
ber “Iman-Islam” ria (Iman=Aman dan
Islam=Selamat) dimana pada saat akhir
sholat, bathin kita mulai diajari dengan
oleh telunjuk kita sendiri untuk menunjuk
Asma Allah (tangan kanan kita telah melafalkan Asma “ALLAH”) dan Junjungan
Kanjeng Nabi Muhammad SAW serta untuk menyampaikan salam keselamatan dan do’a demi
kebaikan bagi semua saudara kita sesama muslim dengan ucapan Assalamu’alaikum
kesisi kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1 (satu) kali
“ Dialah Allah yang
tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja Yang Maha Suci, Yang Maha
Sejahtera, Yang Mengkaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari
apa yang mereka sekutukan. Dialah Allah
Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbihlahl apa yang ada dilangit dan di bumi.
Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al – Hasyir : 23 – 24).
“Allah itu mempunyai
99 Nama. Barangsiapa menghafalnya, ia masuk sorga. Sesungguhnya Allah itu maha
ganjil (tidak genap) (ABU HURAIRAH
R.A).
“Allah itu mempunyai
99 Nama. Barangsiapa menghafalnya, ia masuk sorga. Sesungguhnya Allah itu maha
ganjil (tidak genap) (ABU HURAIRAH
R.A).
Nama-nama Allah
tersebut tidaklah cukup hanya dihafal secara lisan, tetapi internalisasi pada mata hati untuk dituangkan (implementasi)
dalam perilaku kehidupan berbagi : “Kasih” dan “Sayang” terhadap sesamanya, sehingga dunia ini menjadi Tenteram
dan Damai sebagaimana ayat berikut : “Barangsiapa ingin dilapangkan rizkinya
dan diperpanjang umurnya hemdaklah menyambung tali persaudaraan” (HR. BUKHARI
MUSLIM).
SEBUAH RINGKASAN
KAJIAN AKHIR
Nama-nama Allah
apabila dihitung mulai nomor 1 (satu) =
Allah; Bila dicermati pada setiap posisi satu putaran penuh dengan jumlah
putaran sebanyak 11 (sebelas) kali, maka pada titik yang sama pada posisi Nama
Allah Nomor 1 (satu) akan jatuh tepat untuk
diduduki kembali oleh Nama Allah yang ke (nomor) : 9, 18, 27, 36, 45, 54, 63, 72,
81, 90, yang diakhiri dengan nomor 99 (sembilan Puluh Sembilan).
Bilamana di lisankan
akan berurut seperti ini :
Ya Allah – Ya Azziiz –
Ya Razzaq – Ya Samii”u – Ya Syakuur – Ya mujiibu – Ya Qawiyyu - Ya Hayyu –
YaMuakhkhiru – Ya Muntaqimu – Ya Ya Maani’u – Ya shabuuru.
Yang Arti pujian untuk
Nya menurut pemahaman sederhana yaitu :
“ Ya Allah Yang Maha Gagah Perkasa-Memberi Rizki kepada
makhlukNya-Yang Maha Mendengar Segala Pujian dan Ibadah kepada Nya-kemudian
Mengabulkan, -Allah Yang Maha Kuat dan-Maha
Hidup (Kekal) Yang Mengakhiri dan- Memberi Balasan (adzab/siksa)/Menuntut Bela
atas akhlaq perbuatan dan Maha Mempertahankan/menolak sesuatu yang dzolim
dengan Maha Sabar Mu ya Allah cerminkanlah sifat Sabar Mu dalam Qolbu HambaMu agar
Hambamu memperoleh kemenangan”.
Dan Bila diambil titik
tengahnya (Quartil) l Nama-nama Allah akan jatuh pada nomor 9 (Ya Azziz), nomor
54 (Ya Qawiyyu) dan nomor 99 (Ya Shabuuru) yang berarti “Yang Gagah Perkasa –
Yang Maha Kuat – Yang Maha Sabar”
HAKEKAT :
Manusia
ini dhoif kemana lagi memohon dan berlindung kecuali hanya pada Allah SWT semata,
sepanjang masih mampir ngombe hidup duniawi yang penuh keindahan relative
(perubahan) manusia berjuang dan mohon diberikan
petunjuk dalam mempertahankan Iman/akhlaq yang yang baik dengan keridhloan
Allah serta memohon agar diberi rasa bersyukur atas segala nikmat yang Allah
SWT berikan dengan penuh kesabaran untuk
meraih tropi kemenangan” (Amar Ma’ruf Nahi Munkar-Sura Dira Jayaningrat Lebur
Dening Pangastuti”).
Manusia
mempunyai kewajiban secara ikhlas mengimplementasikan Hak Huqul ‘Ibad wal
‘ubudiyah (hak2 kehambaan dan ubudiyah) untuk berakhlaq dengan cerminan akhlaq
Allah dalam melaksanakan habluminanas yang kelak akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Orang
tenteram adalah yang mampu menilai kondisi dengan bahasa tenteram yang
terpancar lewat rasa syukur terhadap nikmat Allah SWT yang dapat diperoleh
dengan dzikir batin untuk selalu ingat Allah SWT (QS. Al-Muzammil). Karena
dengan berdzikir berarti menghadirkan Asma Allah, kebesaran Allah, keagungan
Allah dalam diri dan jiwa dimana manusia berada; Sehingga tidak ada nafas yang
terhisap dan dihembuskan kecuali lafadz Allah(ingat asal muasal kejadian
manusia ketika ditiupan Nafs Allah pada ruhnya). Kita coba untuk renungi apakah
semua pujian kepada Nya didasarkan karena Takut Allah SWT, berdagang dengan
Allah SWT atau kita benar-benar mencintai Kekasih Sejati kita; semua itu adalah
demokratisasi Qolbu setiap muslim yang akan mempertanggungjawabkan sesuai
dengan motivasi Qolbunya.
Adakalanya
kita merasa congkak dengan atribut Islaman yang melekat pada diri kita yang nota
bene diperoleh dari pewarisan orang tua
kita, namun disisi lain kita lupa mengimplementasikan akhlak Islami dalam
kehidupan sehari-hari pada semua penghuni semesta alam (perusakan hutan, bikin
polusi, saling bunuh,memfitnah dsb). Dalam bathin kita jarang terlintas
bahwasannya banyak golongan non muslim yang akhlahnya islami. Hal ini dapat
dipakai sebagai gambaran untuk lebih mengintrospeksi Qolbu dalam upaya
peningkatan (hijrahnya) qualitas akhlak kita agar lebih Istiqomah sesuai dengan
ajaran Qur’an dan kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Kita
berdo’a mengharap ridhlo Allah semoga semua saudara muslim yang masih mempunyai tanggung jawab duniawi dijadikan
orang mukmin yang “Gagah Perkasa Kuat dan Sabar” didunia untuk mencapai
kejayaan “Islam” dengan kewajiban menghadirkan kesejahteraan, ketenteraman dan
kedamaian seluruh umat manusia (muslim maupun non muslim); Kita do’akan juga
semua sanak-kadang muslim yang telah menempati alam kelanggengan diberikan
ampunan Allah dan Syafa’at kanjeng Nabi Muhammad …..Amiiin.
{Digurat oleh Madyo Prihastono/orang yang
disuruh membaca indahnya keprihatinan hidup, saat Ramadhan 1424 H untuk
menghormati Saudara2 muslim yang telah berkorban untuk menjadi Amr Allah dengan
memahami indahnya magna menahan Lapar, haus dan Napsu dan penuh kesabaran
semata-mata hanya mencari keridhloan AllahSWT untuk kemudian menyongsong datangnya
hari kemenangan atas kondisi kefitrahan bathin umat muslim pada tanggal1 Syawal
1424H}……Salam dari PESANTREN (PESAN-PESAN ngeTREN).