3. Syarat-syarat Kewarisan
Syarat-syarat kewarisan ada tiga yaitu:22
a. Meninggalnya pewaris
Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki ataupun secara hukmiy ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaanya. Sebagai contoh orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah meninggal. Hal ini harus diketahui secara pasti, karena bagaimanapun keadaannya manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh hartanya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun kecuali setelah ia meninggal.
b. Masih hidupnya para ahli waris
Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syari’at benar-benar masih hidup sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi.
c. Diketahuinya posisi ahli waris
Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, isteri dan sebagainya. Sehingga pembagi mengetahui masing-masing ahli waris. Sebab dalam hukum kewarisan perbedaan jauh dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. Misalnya kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi harus dijelaskan apakah ia saudara kandung, seayah atau seibu. Mereka masing-masing hukum bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai z|awî al-furûd}, ada yang ‘as}abah, ada yang terhalang tidak mendapatkan warisan (mahjûb).
4. Penghalang Kewarisan
Yang menjadi penghalang dalam kewarisan ada empat, yaitu:23
a. Perbudakan
Seorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi dari saudaranya sendiri, sebab segala sesuatu yang dimiliki budak secara langsung menjadi hak milik tuannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. Yang menafikan kecakapan budak untuk bertindak dalam segala bidang yaitu :
ضرب الله مثلا عبدا مملوكا لا يقدر على شيء…24
Menurut Idris Ramulyo, perbudakan menjadi penghalang mewarisi bukanlah karena status sosialnya, melainkan karena formalnya sebagai hamba sahaya dipandang tidak cakap menguasai harta benda.25
b. Pembunuhan
Pembunuhan terhadap pewaris oleh ahli waris menyebabkan tidak dapat mewarisi harta yang ditinggal oleh orang yang dibunuh meskipun yang dibunuh tidak meninggalkan ahli waris lain selain yang dibunuh. Sabda Rasul :
القا تل لا يرث26
c. Berlainan agama
Keadaan berlainan agama menghalangi memperoleh harta warisan. Dalam hal ini yang dimaksud ialah antara ahli waris dengan muwarris| berbeda agama. Sabda Rasul :
لا يرث المسلم الكافر ولاالكافر المسلم27
Dalam urusan dunia dan akherat hubungan antara dua kerabat yang tidak seagama hanya sebatas dalam hal-hal berbuat baik saja dalam pergaulan dunia dan tidak menyangkut soal agama. Hak kewarisan merupakan soal agama karena ketentuan pelaksanaannya atas kehendak Allah SWT.
d. Berlainan Negara
Ditinjau dari segi agama orang yang mewariskan dan orang yang mewarisi, berlainan negara diklasifikasikan menjadi dua :
1) Berlainan negara antar orang-orang non Muslim
Menurut Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanabilah sebagaimana dikutip Fatchur Rahman dalam bukunya Ilmu Waris, bahwa berlainan negara antar orang-orang non muslim menjadi penghalang saling mewarisi diantara mereka, karena terputusnya ‘is}mah dan tidak adanya hubungan perwalian. Memberikan pusaka kepada ahli waris yang berbeda negaranya dengan negara muwarris berarti memberikan harta pusaka kepada musuhnya atau musuh keluarganya.28
2) Berlainan negara antar orang Islam
Berlainan negara antar orang Islam tidak menjadi penghalang untuk saling mewarisi. Sebab negara-negara Islam itu dianggap sebagai negara kesatuan. Hubungan kekuasaan (‘is}mah) antar negara-negara tersebut tidak putus, bahkan terjalin rasa solidaritas antar warga negaranya satu sama lain. Lebih jauh dari itu bahwa negara-negara tersebut menjalankan fungsi yang sama yaitu hukum Islam, walaupun tiap-tiap negara itu mempunyai perbedaan mengenai bentuk kenegaraannya, sistem pemerintahannya, politik yang dianutnya, peraturan-peraturan yang dijalankan dan sebagainya
Syarat-syarat kewarisan ada tiga yaitu:22
a. Meninggalnya pewaris
Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki ataupun secara hukmiy ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaanya. Sebagai contoh orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah meninggal. Hal ini harus diketahui secara pasti, karena bagaimanapun keadaannya manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh hartanya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun kecuali setelah ia meninggal.
b. Masih hidupnya para ahli waris
Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syari’at benar-benar masih hidup sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi.
c. Diketahuinya posisi ahli waris
Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, isteri dan sebagainya. Sehingga pembagi mengetahui masing-masing ahli waris. Sebab dalam hukum kewarisan perbedaan jauh dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. Misalnya kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi harus dijelaskan apakah ia saudara kandung, seayah atau seibu. Mereka masing-masing hukum bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai z|awî al-furûd}, ada yang ‘as}abah, ada yang terhalang tidak mendapatkan warisan (mahjûb).
4. Penghalang Kewarisan
Yang menjadi penghalang dalam kewarisan ada empat, yaitu:23
a. Perbudakan
Seorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi dari saudaranya sendiri, sebab segala sesuatu yang dimiliki budak secara langsung menjadi hak milik tuannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. Yang menafikan kecakapan budak untuk bertindak dalam segala bidang yaitu :
ضرب الله مثلا عبدا مملوكا لا يقدر على شيء…24
Menurut Idris Ramulyo, perbudakan menjadi penghalang mewarisi bukanlah karena status sosialnya, melainkan karena formalnya sebagai hamba sahaya dipandang tidak cakap menguasai harta benda.25
b. Pembunuhan
Pembunuhan terhadap pewaris oleh ahli waris menyebabkan tidak dapat mewarisi harta yang ditinggal oleh orang yang dibunuh meskipun yang dibunuh tidak meninggalkan ahli waris lain selain yang dibunuh. Sabda Rasul :
القا تل لا يرث26
c. Berlainan agama
Keadaan berlainan agama menghalangi memperoleh harta warisan. Dalam hal ini yang dimaksud ialah antara ahli waris dengan muwarris| berbeda agama. Sabda Rasul :
لا يرث المسلم الكافر ولاالكافر المسلم27
Dalam urusan dunia dan akherat hubungan antara dua kerabat yang tidak seagama hanya sebatas dalam hal-hal berbuat baik saja dalam pergaulan dunia dan tidak menyangkut soal agama. Hak kewarisan merupakan soal agama karena ketentuan pelaksanaannya atas kehendak Allah SWT.
d. Berlainan Negara
Ditinjau dari segi agama orang yang mewariskan dan orang yang mewarisi, berlainan negara diklasifikasikan menjadi dua :
1) Berlainan negara antar orang-orang non Muslim
Menurut Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanabilah sebagaimana dikutip Fatchur Rahman dalam bukunya Ilmu Waris, bahwa berlainan negara antar orang-orang non muslim menjadi penghalang saling mewarisi diantara mereka, karena terputusnya ‘is}mah dan tidak adanya hubungan perwalian. Memberikan pusaka kepada ahli waris yang berbeda negaranya dengan negara muwarris berarti memberikan harta pusaka kepada musuhnya atau musuh keluarganya.28
2) Berlainan negara antar orang Islam
Berlainan negara antar orang Islam tidak menjadi penghalang untuk saling mewarisi. Sebab negara-negara Islam itu dianggap sebagai negara kesatuan. Hubungan kekuasaan (‘is}mah) antar negara-negara tersebut tidak putus, bahkan terjalin rasa solidaritas antar warga negaranya satu sama lain. Lebih jauh dari itu bahwa negara-negara tersebut menjalankan fungsi yang sama yaitu hukum Islam, walaupun tiap-tiap negara itu mempunyai perbedaan mengenai bentuk kenegaraannya, sistem pemerintahannya, politik yang dianutnya, peraturan-peraturan yang dijalankan dan sebagainya