Berikut ini ada beberapa pola emosi yang dijelaskan Hurlock, yang secara umum terdapat pada diri anak, yaitu:
a).Rasa Takut.
Dikalangan anak yang lebih besar atau usia sekolah, rasa takut berpusat pada bahaya yang bersifat fantastik, adikodrati, dan samar-samar. Mereka takut pada gelap dan makhluk imajinatif yang diasosiasikan dengan gelap, pada kematian atau luka, pada kilat guntur, serta pada karakter yang menyeramkan yang terdapat pada dongeng, film, televisi, atau komik
Terlepas dari usia anak, ciri khas yang penting pada semua rangsangan takut ialah hal tersebut terjadi secara mendadak dan tidak di duga, dan anak-anak hanya mempunyai kesempatan yang sedikit untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Namun seiring dengan perkembangan intelektual dan meningkatnya usia anak, mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selanjutnya reaksi rasa, seperti; intelegensia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan faktor kepribadian.
b) Rasa Marah
Pada umumnya, kemarahan disebabkan oleh berbagai rintangan, misalnya rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak baik rintangan itu berasal dari orang lain atau berasal dari ketidakmampuannya sendiri, rintangan tehadap aktivitas yang sudah berjalan dan sejumlah kejengkelan yang menumpuk. Pada anak-anak usia sekolah, rintangan berpusat pada gangguan terhadap keinginan, gangguan tehadap aktivitas yang dilaksanakan, selalu di persalahkan, digoda dan dibandingkan secara tidak menyenangkan dengan orang lain atau anak lain.
Reaksi kemarahan anak-anak secara garis besar dikategorisasikan menjadi dua jenis yaitu reaksi impulsif dan reaksi yang ditekan. Reaksi impulsif sebagian besar bersifat menghukum keluar (extra punitive), dalam arti reaksi tersebut diarahkan kepada orang lain, misalnya dengan memukul, menggigit, meludahi, meninju, dan sebagainya. Sebagian kecil lainnya bersifat kedalam (intra punitive), dalam arti anak-anak mengarahkan reaksi pada dirinya sendiri.
c) Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu disebabkan kemarahan yang menimbulkan sikap jengkel dan ditujukan kepada orang lain. Pola rasa cemburu seringkali berasal dari takut yang berkombinasi dengan rasa marah. Orang yang cemburu sering kali merasa tidak tentram dalam hubungannya dengan orang yang dicintai dan takut kehilangan status dalam hubungannya itu.
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan rasa cmburu; pertama merasa diabaikan atau diduakan. Rasa cemburu pada anak-anak umumnya tumbuh dirumah. Sebagai contoh, seorang bayi yang baru lahir yang pasti meminta banyak waktu dan perhatian orang tuanya. Sementara itu kakaknya yang lebih tua merasa diabaikan. Ia merasa sakit hati terhadap adiknya itu. Kedua, situasi sekolah, sumber ini biasanya menimpa anak-anak usia sekolah. Kecemburuan yang berasal dari rumah sering di bawa ke sekolah yang mengakibatkan anak-anak memandang setiap orang, baik guru atau teman-teman kelasnya sebagai ancaman bagi keamanan mereka. Untuk melindungi keamanan mereka, anak-anak kemudian mengembangkan kepemilikan pada salah satu guru atau teman sekelasnya. Kecemburuan juga bisa disulut oleh guru yang suka membandingkan anak satu dengan anak lain. Ketiga, kepemilikan terhadap barang-barang yang dimiliki orang lain membuat mereka merasa cemburu. Jenis kecemburuan ini berasal dari rasa iri yaitu keadaan marah dan kekesalan hati yang di tujukan kepada orang yang memiliki barang yang diinginkannya itu.
d) Duka Cita atau Kesedihan.
Bagi anak-anak, duka cita bukan merupakan keadaan yang umum. Hal ini dikarenakan tiga alasan; Pertama, para orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya berusaha mengamankan anak tersebut dari berbagai duka cita yang menyakitkan. Karena hal itu dapat merusak kebahagiaan masa kanak-kanak dan dapat menjadi dasar bagi masa dewasa yang tidak bahagia. Kedua, anak-anak terutama apabila mereka masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan terlalu lama, sehingga mereka dapat dibantu melupakan duka cita tersebut, bila ia dialihkan kepada sesuatu yang menyenangkan. Ketiga tersedianya pengganti untuk sesuatu yang telah hilang, mungkin berupa mainan yang disukai, ayah atau ibu yang dicintai, sehingga dapat memalingkan mereka dari kesedihan kepada kebahagiaan. Namun, seiring dengan meningkatnya usia anak, kesediaan anak semakin bertambah dan untuk mengalihkan kesedihan dari anak-anak tidak efektif lagi.
e) Keingintahuan
Anak-anak menunujukan keingintahuan melalui berbagai perilaku, misalnya dengan bereaksi secara positif terhadap unsur-unsur yang baru, aneh, tidak layak atau misterius dalam lingkunganya dengan bergerak kearah benda tersebut, memperlihatkan kebutuhan atau keinginan untuk lebih banyak mengetahui tentang dirinya sendiri atau lingkunganya untuk mencari pengalaman baru dan memeriksa rangsangan dengan maksud untuk lebih banyak mengetahui seluk-beluk unsur-unsur tersebut.
f) Kegembiraan
Gembira adalah emosi yang menyenangkan yang dikenal juga dengan kesenangan atau kebahagiaan. Seperti bentuk emosi-emosi sebelumnya. Kegembiraan pada masing anak berbeda-beda, baik mencakup intensitas dan cara mengekspresikannya.
Pada anak-anak usia sekolah awal, sebagian kegembiraan disebabkan oleh keadaan fisik yang sehat, situasi yang ganjil, permainan kata-kata, malapetaka ringan, atau suara yang tiba-tiba sehingga membuat mereka tersenyum. Sebagian lainnya, disebabkan karena mereka berhasil mencapai tujuan yang mereka inginkan.
g) Kasih Sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang atau binatang atau benda. Hal ini menunjukan perhatian yang hangat, dan memungkinkan terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata verbal.
Anak-anak cenderung paling suka kepada orang yang menyukai mereka dan bersikap ramah terhadap orang itu. Kasih sayang mereka terutama ditujukan kepada manusia atau objek lain yang merupakan pengganti manusia, yaitu berupa; binatang atau benda-benda. Agar menjadi emosi yang menyenangkan dan dapat menunjang yang baik, kasih sayang dari anak-anak harus berbalas. Artinya harus ada tali penyambung yang menghubungkan dengan orang yang disayanginya.
Demikinlah uraian-uraian mengenai penampilan-penampilan emosi yang sering tampak menurut teorinya Hurlock, yang patut dan bahkan menjadi sebuah kewajiban bagi orang tua dan para pendidik. Dalam hai ini yang paling berkompeten adalah guru. Sebab dengan mengetahui dan memahami pola-pola emosi pada anak, guru akan lebih untuk memberikan latihan-latihan emosi secara baik.
a. Implementasi Pengembangan Kecerdasan Emosional dalam Perkembangan Anak
Seorang psikolog Harvard, Jerome Kagan, mengemukakan bahwa temperamen seorang anak mencerminkan suatu rangkaian emosi bawaan tertentu dalam otaknya. Sebuah cetak biru untuk ekspresi emosi-sekaligus perilakunya sekarang dan di masa mendatang. Menurut Kagan, seorang anak yang pemalu lahir dengan amigdala yang mudah terangsang, barang kali karena kecenderungan turunan untuk mempunyai norepinofrin atau senyawa kimia otak lain berkadar tinggi yang merangsang pusat pengendali emosi pada otak secara berlebihan. Melalui penelitian bertahun-tahun, ia telah menemukan bahwa 2/3 anak yang lahir pemalu tumbuh menjadi anak yang kikuk, penyendiri dan mudah lebih cemas, penakut, dan mengalami hambatan dalam bergaul ketika dewasa. Anak-anak ini tampaknya tidak mengembangkan saluran-saluran saraf antara amigdala dan korteks yang akan memungkinkan bagian otak untuk berpikir membantu bagian otak emosi menenangkan diri.
Jika manusia telah mengetahui besarnya pengaruh kecerdasan emosi dalam menunjang kesuksesan hidup seseorang, sudah sewajarnya pula orang tua perlu menyiapkan anak-anak untuk mencapai kecerdasan emosi pada kadar yang tinggi. Karena EQ tidak berkembang secara alamiah, artinya seseorang dengan tidak sendirinya memiliki kematangan EQ semata-mata didasarkan pada perkembangan usia biologisnya. Sebaliknya kecerdasan emosi sangat bergantung pada proses pelatihan dan bimbingan yang kontinue.
Dengan contoh hasil penelitian tersebut, maka mekanisme pengembangan kecerdasan emosi pada anak dapat dimulai sejak anak masih bayi, karena bayi juga mempunyai kecenderungan-kecenderungan yang apabila tidak diperhatikan secara seksama dapat berdampak pada perkembangan emosinya tatkala ia besar nanti.
Anak-anak (dan orang tua yang kurang dewasa) cenderung memandang dunia sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Ketika anak bertambah umur tujuh hingga delapan tahun, mereka menjadi lebih mudah berunding, berkompromi dan toleran. Tepat, seperti apa yang diketahui orang tua, proses ini mengalami pasang surut pada masa remaja. Banyak yang dapat dilakukan orang tua setiap hari untuk mengajarkan anak cara mengambil perspektif berbeda. Untuk dapat memahami kehidupan bayi dan anak-anak yang masih sangat muda, maka kita harus banyak menyadarkan diri pada observasi tingkah laku anak-anak tersebut, sebab anak-anak itu tidak dapat bercerita tentang keadaan diri sendiri, dan tidak mampu mengungkapkan kehidupan psikisnya.
Adapun pembentukan kecerdasan emosi pada anak dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan EQ, menurut pandangan Goleman isi pelatihan emosional adalah sebagai berikut :
1) Kesadaran diri
2) Pengelolaan emosi
3) Ketekunan
4) Memotivasi diri
5) Empati
a).Rasa Takut.
Dikalangan anak yang lebih besar atau usia sekolah, rasa takut berpusat pada bahaya yang bersifat fantastik, adikodrati, dan samar-samar. Mereka takut pada gelap dan makhluk imajinatif yang diasosiasikan dengan gelap, pada kematian atau luka, pada kilat guntur, serta pada karakter yang menyeramkan yang terdapat pada dongeng, film, televisi, atau komik
Terlepas dari usia anak, ciri khas yang penting pada semua rangsangan takut ialah hal tersebut terjadi secara mendadak dan tidak di duga, dan anak-anak hanya mempunyai kesempatan yang sedikit untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Namun seiring dengan perkembangan intelektual dan meningkatnya usia anak, mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selanjutnya reaksi rasa, seperti; intelegensia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan faktor kepribadian.
b) Rasa Marah
Pada umumnya, kemarahan disebabkan oleh berbagai rintangan, misalnya rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak baik rintangan itu berasal dari orang lain atau berasal dari ketidakmampuannya sendiri, rintangan tehadap aktivitas yang sudah berjalan dan sejumlah kejengkelan yang menumpuk. Pada anak-anak usia sekolah, rintangan berpusat pada gangguan terhadap keinginan, gangguan tehadap aktivitas yang dilaksanakan, selalu di persalahkan, digoda dan dibandingkan secara tidak menyenangkan dengan orang lain atau anak lain.
Reaksi kemarahan anak-anak secara garis besar dikategorisasikan menjadi dua jenis yaitu reaksi impulsif dan reaksi yang ditekan. Reaksi impulsif sebagian besar bersifat menghukum keluar (extra punitive), dalam arti reaksi tersebut diarahkan kepada orang lain, misalnya dengan memukul, menggigit, meludahi, meninju, dan sebagainya. Sebagian kecil lainnya bersifat kedalam (intra punitive), dalam arti anak-anak mengarahkan reaksi pada dirinya sendiri.
c) Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu disebabkan kemarahan yang menimbulkan sikap jengkel dan ditujukan kepada orang lain. Pola rasa cemburu seringkali berasal dari takut yang berkombinasi dengan rasa marah. Orang yang cemburu sering kali merasa tidak tentram dalam hubungannya dengan orang yang dicintai dan takut kehilangan status dalam hubungannya itu.
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan rasa cmburu; pertama merasa diabaikan atau diduakan. Rasa cemburu pada anak-anak umumnya tumbuh dirumah. Sebagai contoh, seorang bayi yang baru lahir yang pasti meminta banyak waktu dan perhatian orang tuanya. Sementara itu kakaknya yang lebih tua merasa diabaikan. Ia merasa sakit hati terhadap adiknya itu. Kedua, situasi sekolah, sumber ini biasanya menimpa anak-anak usia sekolah. Kecemburuan yang berasal dari rumah sering di bawa ke sekolah yang mengakibatkan anak-anak memandang setiap orang, baik guru atau teman-teman kelasnya sebagai ancaman bagi keamanan mereka. Untuk melindungi keamanan mereka, anak-anak kemudian mengembangkan kepemilikan pada salah satu guru atau teman sekelasnya. Kecemburuan juga bisa disulut oleh guru yang suka membandingkan anak satu dengan anak lain. Ketiga, kepemilikan terhadap barang-barang yang dimiliki orang lain membuat mereka merasa cemburu. Jenis kecemburuan ini berasal dari rasa iri yaitu keadaan marah dan kekesalan hati yang di tujukan kepada orang yang memiliki barang yang diinginkannya itu.
d) Duka Cita atau Kesedihan.
Bagi anak-anak, duka cita bukan merupakan keadaan yang umum. Hal ini dikarenakan tiga alasan; Pertama, para orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya berusaha mengamankan anak tersebut dari berbagai duka cita yang menyakitkan. Karena hal itu dapat merusak kebahagiaan masa kanak-kanak dan dapat menjadi dasar bagi masa dewasa yang tidak bahagia. Kedua, anak-anak terutama apabila mereka masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan terlalu lama, sehingga mereka dapat dibantu melupakan duka cita tersebut, bila ia dialihkan kepada sesuatu yang menyenangkan. Ketiga tersedianya pengganti untuk sesuatu yang telah hilang, mungkin berupa mainan yang disukai, ayah atau ibu yang dicintai, sehingga dapat memalingkan mereka dari kesedihan kepada kebahagiaan. Namun, seiring dengan meningkatnya usia anak, kesediaan anak semakin bertambah dan untuk mengalihkan kesedihan dari anak-anak tidak efektif lagi.
e) Keingintahuan
Anak-anak menunujukan keingintahuan melalui berbagai perilaku, misalnya dengan bereaksi secara positif terhadap unsur-unsur yang baru, aneh, tidak layak atau misterius dalam lingkunganya dengan bergerak kearah benda tersebut, memperlihatkan kebutuhan atau keinginan untuk lebih banyak mengetahui tentang dirinya sendiri atau lingkunganya untuk mencari pengalaman baru dan memeriksa rangsangan dengan maksud untuk lebih banyak mengetahui seluk-beluk unsur-unsur tersebut.
f) Kegembiraan
Gembira adalah emosi yang menyenangkan yang dikenal juga dengan kesenangan atau kebahagiaan. Seperti bentuk emosi-emosi sebelumnya. Kegembiraan pada masing anak berbeda-beda, baik mencakup intensitas dan cara mengekspresikannya.
Pada anak-anak usia sekolah awal, sebagian kegembiraan disebabkan oleh keadaan fisik yang sehat, situasi yang ganjil, permainan kata-kata, malapetaka ringan, atau suara yang tiba-tiba sehingga membuat mereka tersenyum. Sebagian lainnya, disebabkan karena mereka berhasil mencapai tujuan yang mereka inginkan.
g) Kasih Sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang atau binatang atau benda. Hal ini menunjukan perhatian yang hangat, dan memungkinkan terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata verbal.
Anak-anak cenderung paling suka kepada orang yang menyukai mereka dan bersikap ramah terhadap orang itu. Kasih sayang mereka terutama ditujukan kepada manusia atau objek lain yang merupakan pengganti manusia, yaitu berupa; binatang atau benda-benda. Agar menjadi emosi yang menyenangkan dan dapat menunjang yang baik, kasih sayang dari anak-anak harus berbalas. Artinya harus ada tali penyambung yang menghubungkan dengan orang yang disayanginya.
Demikinlah uraian-uraian mengenai penampilan-penampilan emosi yang sering tampak menurut teorinya Hurlock, yang patut dan bahkan menjadi sebuah kewajiban bagi orang tua dan para pendidik. Dalam hai ini yang paling berkompeten adalah guru. Sebab dengan mengetahui dan memahami pola-pola emosi pada anak, guru akan lebih untuk memberikan latihan-latihan emosi secara baik.
a. Implementasi Pengembangan Kecerdasan Emosional dalam Perkembangan Anak
Seorang psikolog Harvard, Jerome Kagan, mengemukakan bahwa temperamen seorang anak mencerminkan suatu rangkaian emosi bawaan tertentu dalam otaknya. Sebuah cetak biru untuk ekspresi emosi-sekaligus perilakunya sekarang dan di masa mendatang. Menurut Kagan, seorang anak yang pemalu lahir dengan amigdala yang mudah terangsang, barang kali karena kecenderungan turunan untuk mempunyai norepinofrin atau senyawa kimia otak lain berkadar tinggi yang merangsang pusat pengendali emosi pada otak secara berlebihan. Melalui penelitian bertahun-tahun, ia telah menemukan bahwa 2/3 anak yang lahir pemalu tumbuh menjadi anak yang kikuk, penyendiri dan mudah lebih cemas, penakut, dan mengalami hambatan dalam bergaul ketika dewasa. Anak-anak ini tampaknya tidak mengembangkan saluran-saluran saraf antara amigdala dan korteks yang akan memungkinkan bagian otak untuk berpikir membantu bagian otak emosi menenangkan diri.
Jika manusia telah mengetahui besarnya pengaruh kecerdasan emosi dalam menunjang kesuksesan hidup seseorang, sudah sewajarnya pula orang tua perlu menyiapkan anak-anak untuk mencapai kecerdasan emosi pada kadar yang tinggi. Karena EQ tidak berkembang secara alamiah, artinya seseorang dengan tidak sendirinya memiliki kematangan EQ semata-mata didasarkan pada perkembangan usia biologisnya. Sebaliknya kecerdasan emosi sangat bergantung pada proses pelatihan dan bimbingan yang kontinue.
Dengan contoh hasil penelitian tersebut, maka mekanisme pengembangan kecerdasan emosi pada anak dapat dimulai sejak anak masih bayi, karena bayi juga mempunyai kecenderungan-kecenderungan yang apabila tidak diperhatikan secara seksama dapat berdampak pada perkembangan emosinya tatkala ia besar nanti.
Anak-anak (dan orang tua yang kurang dewasa) cenderung memandang dunia sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Ketika anak bertambah umur tujuh hingga delapan tahun, mereka menjadi lebih mudah berunding, berkompromi dan toleran. Tepat, seperti apa yang diketahui orang tua, proses ini mengalami pasang surut pada masa remaja. Banyak yang dapat dilakukan orang tua setiap hari untuk mengajarkan anak cara mengambil perspektif berbeda. Untuk dapat memahami kehidupan bayi dan anak-anak yang masih sangat muda, maka kita harus banyak menyadarkan diri pada observasi tingkah laku anak-anak tersebut, sebab anak-anak itu tidak dapat bercerita tentang keadaan diri sendiri, dan tidak mampu mengungkapkan kehidupan psikisnya.
Adapun pembentukan kecerdasan emosi pada anak dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan EQ, menurut pandangan Goleman isi pelatihan emosional adalah sebagai berikut :
1) Kesadaran diri
2) Pengelolaan emosi
3) Ketekunan
4) Memotivasi diri
5) Empati