Para guru jaman itu, pasti tidak bisa menjelaskan mengapa demikian ! Ternyata, akhir-akhir ini ada laporan penelitian dari Thailand dan Netherland yang menyebutkan adanya beberapa hormon yang menyebabkan seseorang menjadi cenayang setelah bermeditasi di ruang gelap selama 7 hari berturut-turut. Menarik kan ?
Pada saat seseorang bermeditasi dengan cara memejamkan matanya di ruangan gelap, maka kelenjar Pineal menghasilkan Melatonin. Produksi Melatonin ini hanya sampai maksimal 2 – 5 miligram per hari. Disamping mengatur “jam biologis” manusia, melatonin ini juga bermanfaat bagi perkembangan kesadaran spiritual.
Setelah meditasi memasuki hari ke 3, dan melatonin mencapai 15 – 20 mlgram, maka Kelenjar Pineal menghentikan produksi Melatonin dan menggantinya dengan memproduksi Pinolin.
Pinolin yang bersifat superkonduktor inilah yang merangsang timbulnya kemampuan seseorang untuk menjadi cenayang. Sehingga dengan kadar Pinolin yang tinggi, orang akan dapat terbangkitkan kepekaan dan kemampuan kewaskitaannya, melihat, mendengar, dan merasa dengan menggunakan indera ke enamnya.
Setelah meditasi berlanjut sampai hari ketujuh atau kedelapan, maka kelenjar Pineal mulai memproduksi hormon 5-Meo-Dimethyltryptamin ( DMT ).. Pada saat kadarnya dalam darah mencapai 25 mlgram, maka terbukalah “mata ketiga” yang posisinya di belakang kening ( c. ajna ). Cakra Ajna inilah yang antara lain mengatur ketajaman kewaskitaan, kecerdasan dan kesadaran spiritual manusia.
Nah, setelah mengetahui rahasianya ini. Maka kita tentu tidak perlu sampe puasa pati geni, ngebleng, dll. cukup kita sering bermeditasi atau berzikir di ruangan yang pencahayaannya remang-remang saja itu sudah cukup. Jadi tidak perlu sampai gelap total. Dan tidak perlu sampai meninggalkan aktifitas keseharian kita. he..he..he... santai saja, biar Indra ke enam kita berkembang secara alamiah. Tidak perlu ambisi dan memaksakan diri. Penjelasan selengkapnya mengenai hormon tersebut, teruskan membaca yang di bawah ini.
Empat Hormon Yang Terlibat Dalam Kecerdasan Intuitif Dan Kecerdasan Spiritual
1. Melatonin.
Melatonin dihasilkan oleh kelenjar pineal dalam keadaan gelap. Setiap malam bila orang tidur dengan lampu padam maka melatonin diekskresikan. Bila orang tidur dengan lampu bernyala maka produksi melatonin tidak lancar akibatnya pagi hari esoknya orang bangun dengan perasaan tubuh kurang bugar. Melatonin juga dihasilkan (sedikit sekali) apabila orang bermeditasi dengan cara memejamkan mata atau diruangan yang gelap. Produksi melatonin hanya maksimal 2 – 5 mg perhari. Melatonin dihasilkan juga oleh hewan dan mengatur pola hibernasi beruang – misalnya – yang harus tidur selama berbulan-bulan pada musim dingin. Melatonin mengatur jam biologis manusia sehingga terbangun dan mengantuk pada waktunya. Ini penting bagi hewan karena hewan tidak mengenal jam mekanik tetapi matanya peka terhadap ultra violet UV matahari yang menghambat produksi melatonin pada siang hari tetapi merangsang produksi melatonin pada malam hari. Melatonin juga bermanfaat bagi berkembangnya kesadaran spiritual. Injeksi melatonin kimiawi membawa efek sedatif (penenangan) namun membawa akibat samping ketagihan.
2. Pinolin.
Menurut penelitian Mantak Chia yang memperkenalkan system meditasi kamar gelap (Darkroom meditation) setelah hari ketiga meditasi dalam alam kegelapan maka kadar melatonin mencapai tingkat 15 sampai 20mg di dalam darah, maka kelenjar pineal berhenti mengekskresikan melatonin dan mulai memproduksi pinoline yang bersifat superkonduktor dan meningkatkan replikasi sel-sel tubuh (mitosis) dan interkalasi dengan molekul-molekul DNA. Historisnya, zat pinoline hanya dihasilkan dalam rahim wanita yang sedang mengandung, dalam “lucid dreaming” dan dalam pengalaman pra-mati (Near Death Experience atau NDE).
Pinolin inilah yang merangsang terjadinya clairvoyance, clairaudiencedan clairsentience. Tanpa kadar pinoline yang tinggi jangan harap terjadi gejala-gejala metafisis tersebut. Atau dibalik pernyataannya, orang yang memiliki bakat alami akan ketiga jenis penglihatan, pendengaran, pe-roso-an (roso Jawa tidak identik dengan rasa) batin tersebut pastilah ditubuhnya secara alami memiliki kadar pinoline yang tinggi.
Demikianlah sehingga pinoline membantu dalam proses dekoding DNA yang memuat “collective memory” dari nenek moyang seseorang sehingga ia menemukan informasi senilai harta karun yang tersembunyi. Pola decode yang diberikan oleh otak kanan itu akan berupa cahaya, suara, pengetahuan (ilham) dan realisasi.
Tubuh manusia memiliki enam trilyun sel dan setiap sel dapat “berkomunikasi” dengan setiap sub- artikel atom yang bertebaran di seluruh ruang angkasa ini. Setiap sel itu memiliki “kecerdasan” dan mampu berkomunikasi satu sama lain. Maka tidak heran kalau dengan kadar pinolin yang tinggi manusia mampu “membaca” kepingan-kepingan memory yang tertinggal pada partikel-partikel atom di manapun di alam semesta ini.
Boleh dikatakan pinoline memungkinkan pintu menuju atas sadar manusia terbuka dan manusia dapat mengakses informasi yang terdapat di sana dan di mana-mana. Maka membaca “jejak memory” yang menempel pada HP seseorang yang tidak dikenal atau arloji yang dipakainya relative merupakan sesuatu yang “bukan mustahil”. Partikel atom garam yang berasal dari keringat seseorang atau hormone pheromone dari tangannya masih menempel pada HP atau arloji itu – sesuai hukum kekekalan zat dan memuat “sebagian memory” dari si pemiliknya.
3. Hormon 5-MeO-DMT.
Setelah berada dan bermeditasi selama 6 sampai 8 hari terus menerus maka kelenjar pineal mulai memproduksi hormon ini. Hormon ini bersifat luninesens (medatangkan cahaya) dan fosforensens karena sejumlah fosfen disalurkan ke korteks mata dan orang melihat sinar terang di kepalanya.
Penelitian oleh trio E.P.A.Van Wijka; J. Ackermanc; R.Van Wijka,b (aInternational Institute of Biophysics, Neuss, Germany bUtrecht University, The Netherlands cCottage Hospital, Santa Barbara, CA, USA) menunjukkan bahwa meditasi menghasilkan emisi foton ultra-lemah (UPE = Ultra Weak Photon Emission) pada lengan dan dahi para meditator yang diobservasi.
Maka tidak heran kalau lukisan para aulia dalam agama apapun selalu diberi latar belakang sinar terang di belakang kepala mereka dan disertai halo (gelang sinar di kepala). Bagaimana mungkin semua agama memperlihatkan kecenderungan yang sama apabila fenomena tersebut hanya bersifat fiktif atau artifisial?
Pada tingkat itu NMDA-I (‘N-Methyl-D-Aspartare Inhibition’) biasanya muncul. Ini merupakan “wujud halus” proses perlambatan daripada signal-signal input glutamat ke dalam sel-sel. Dan hal ini mempermudah sistem syaraf untuk menyebabkan elektron-elektron berhenti beredar di dalam sel-sel, yang pada gilirannya menyebabkan tingkat meditasi menjadi jauh lebih mendalam lagi. 5-MeO-DMT berinterkalasi dengan perantara RNA. Orang dapat melihat visualisasi holon, seperti memahami pikiran-pikiran pra-bahasa (bahasa telepatik).
4. Dimethyltryptamin (DMT)
Pada hari kesembilan sampai duabelas dalam meditasi dalam ruang gelap total, maka kadar hormone DMT dapat mecapai 25 mg dalam darah. Maka terbukalah apa yang dinamakan “mata ketiga” dam orang secara spiritual dengan “tubuh energi”-nya mampu melayang ke antariksa melampaui dimensi ruang dan waktu.
TM-Sidhi Course pernah mengajarkan selain “flying sidhi” juga teknik `menembus tembok” ini tetapi course semacam ini setahu saya belum pernah diadakan di Indonesia. Dalam course Darkroom Meditation ini selepas 12 hari maka para meditator akan memiliki pandangan mata inframerah dan ultraviolet serta mampu berlari-lari antar ruangan dengan benar-benar “menembus tembok’ dan `tembus orang” dengan cara melihat dan menembus “pola panas tubuhnya” (heat patterns). Pada tahap inilah orang mulai memahami serta mengalami apa yang dinamakan `unconditional love” atau “agape” yaitu jenis kasih yang bersifat ilahi (bukan kasih manusiawi atau sekedar homofil lagi).
Ilmuwan “Menemukan Kembali” Mata Ketiga
Pentingnya mata ketiga yang dikenal juga sebagai mata kebijaksanan, telah diketahui oleh para pencari Kebenaran dan praktisi rohani selama berabad-abad, namun baru-baru ini keberadaannya baru diakui oleh ilmu pengetahuan modern. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh orang Rusia baru-baru ini, negatif (film) yang diletakkan di dalam sebuah amplop yang tidak tembus cahaya mulai berkembang menjadi gambar foto setelah diletakkan di atas dahi seseorang. Menurut peneliti utama riset ini, Vitaly Pravdivstev, “Pengujian ini mengungkapkan bahwa orang-orang tertentu sanggup memancarkan apa yang disebut “gambaran otak” dari suatu tempat di dalam dahi.”
Pravdivstev terus menunjukkan hubungan antara kemampuan ini dengan pusat otak yang dikenal sebagai mata ketiga. Ia menyatakan, “Tradisi orang Asia kuno dapat membuktikan perkiraan kita: Mereka mengatakan bahwa radiasi datang dari pusat energi manusia. Ilmu pengetahuan esoterik menyebut pusat ini sebagai mata ketiga.”
Demikian juga, keberadaan mata ketiga pada hewan-hewan tertentu telah dibuktikan di bidang zoologi. Banyak reptil dan burung memiliki mata ketiga yang berhubungan dengan kelenjar pineal. Mata ini tidak melihat dengan cara yang sama seperti mata fisik, tetapi mata ini dapat merasakan cahaya dan panas. Selain itu, kelenjar pineal manusia telah terbukti memiliki penerima cahaya dan memproduksi melatonin, suatu zat yang pelepasannya ditentukan oleh sejumlah cahaya yang diterima tubuh (lihat majalah Berita # 133,“The Pineal Gland and Melatonin (Kelenjar Pineal dan Melatonin)”.
Namun, ilmuwan umumnya meremehkan pentingnya fungsi kelenjar pineal dalam tubuh manusia. Meskipun sama dengan mata ketiga dari hewan-hewan tertentu, manusia tidak menggunakan kelenjar tersebut untuk merasakan cahaya secara langsung. Penemuan baru-baru ini menunjukkan bahwa mata fisik juga dapat memproduksi melatonin sehingga membuat peran kelenjar pineal semakin diabaikan. Akhirnya, tidak seperti pada hewan, mata ketiga manusia terpendam di dalam otak dan perbedaan tempat ini dapat membuat keberadaan kelenjar pineal manusia bahkan semakin kurang penting. Dalam istilah evolusi, kelenjar tersebut kelihatannya lambat laun menghilang daripada digunakan untuk fungsi vital.
Namun, penemuan yang dilakukan oleh Vitaly Pravdivstev yang dibahas di atas mungkin mendorong ilmu pengetahuan modern untuk menerima pandangan baru pada topik tersebut. Kemampuan untuk memproyeksikan gambar di foto telah menunjukkan bahwa organ ini sebenarnya dapat “melihat” sendiri dan bekerja melampaui tingkat keberadaan fisik. Kebanyakan dari mata ketiga mungkin berada dalam keadaan yang tidak aktif. Alasannya mungkin berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan. Kelenjar pineal mungkin hanya butuh semacam pembangkitan yang Guru sebut sebagai “berhubungan kembali dengan Tuhan“ untuk mendapatkan perannya yang benar.
Pengarang lain, G de Puruker, seorang teosofis, pada tahun 1920 menulis tentang kelenjar pineal dan evolusi manusia dilihat dari sudut pandang rohani:Bahkan saat ini, kelenjar pineal merupakan sumber dari kesadaran intuisi. Pada saat kita mempunyai firasat, kelenjar ini bergetar dengan perlahan; ketika kita mempunyai inspirasi atau kilasan pemahaman intuisi, ia bergetar lebih keras. Namun demikian, mata kebijaksanaan sangat sulit digunakan, terutama karena bekerjanya kedua mata fisik kita yang menghambatnya. Seiring dengan berlalunya waktu, kedua mata akan tumbuh dengan perlahan dan bekerja semakin sempurna, namun perannya nanti akan berkurang, dan “mata pertama“ akan kembali berperan sebagaimana mestinya.
Mungkin keterangan Puruker tentang “mata pertama“ dapat menjadi tanda penting untuk mengenali Zaman Keemasan. Jika demikian, penelitian Pravdivstev dapat melambangkan pengesahan ilmu pengetahuan tentang pentingnya mata kebijaksanaan. Seperti yang dikatakan Guru, mata kebijaksanaan adalah titik dimana kita “pergi“ berhubungan kembali dengan Tuhan di dalam. Pada dasawarsa mendatang, kita semua harus lebih menghargai pentingnya hubungan kita dengan Tuhan.?
http://www.naqsdna.com/2011/10/hormon-mata-ketiga-indra-ke-enam.html