Ada ustadz kok bilang ada sahabat nabi di zaman sekarang?

Mendinginkan Kemarahan Orang Yang Sakit (Firanda)

26 Desember 2013 pukul 16:48
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Entah dendam kesumat apa yang di pendam oleh Firanda terhadap Habib Munzirsehingga berkali-kali ia melancarkan serangan kepada sosok lembut yang merupakan guru dari sejuta pemuda ini. Demi melancarkan dendam kesumatnya ini Firanda tidak segan-segan melakukan trik-trik kotor dalam tulisannya demi memperdaya kalangan awam.

Akan tetapi kejahatan ini tidak begitu terlihat karena sudah dikemas rapi dalam balutan slogan “Dakwah Salaf”. Meski dimata kalangan awam tulisan-tulisan beliau ini dianggap dakwah, tetapi tidak demikian menurut pandangan saya. Tulisan-tulisannya menurut sayahanyalah sebagai upaya untuk mencari perhatian, memecah belah kalangan muslim, menebakan kebencian, serta memperdaya kalangan awam.

Tidak sedikit kalangan awam yang menjadi tertipu karenanya. Saya ingatkan kepada saudara muslim sekalian, berhati-hatilah terhadap sosok yang bernama Firanda ini, ia begitu mudah membuat tulisan-tulisan yang seakan-akan ilmiah dan dakwah, akan tetapi isinya penuh dengan dusta, kebencian, rasa hasad dan nuansa syaitoniyyah lainnya.

Telah sampai kepada saya artikel dari si Fulan ini yang di buat dengan judul yang sangat mencolok dengan tujuan menarik perhatian orang-orang yaitu yang di beri judul olehnya“Ternyata ada Sahabat Nabi di Indonesia”.


Judul yang seperti ini tentu saja sangat ‘menjual’ bagi public dunia maya. Memang sepertinya Firanda ini cukup lihai dalam membuat judul-judul tulisan yang sangat mencolok sebagai upaya menarik pembaca. Akan tetapi hal itu tidak membuat orang-orang menjadi terpedaya karenanya, banyak diantara mereka yang menganggap angin lalu saja terutama bagi mereka yang benar-benar memahaminya, dan tidak sedikit pula yang langsung percaya begitu saja dengan menelan mentah-mentah tulisan yang disajikannya, terutama kalangan taqlid buta terhadap artikel di internet.

Dalam tulisan ini Firanda mengarahkan serangannya kepada 2 (dua) orang sosok ulama besar yang diakui di Indonesia. Kenapa ulama besar? Karena itulah cara yang paling ampuh sebagai jalan pintas untuk mencari popularitas. Dua Ulama besar Indonesia yang dibantah itu adalah Habib Munzir Al Musawa dan Abah Zaini Guru Sekumpul.
Dahsyat bukan?

Setelah mencermati tulisan Firanda ini ada beberapa hal yang bisa saya petik.

1. Rasa hasad yang berlebihan
2. Terburu-buru menyimpulkan
3. Uraian yang tidak nyambung
4. Pemaksaan didalam argument
5. Asal-asalan dalam menterjemahkan
6. Kedangkalan terhadap ilmu

Adapun sasaran serang yang dilancarkan Firanda adalah karena kedua guru kita ini menyatakan pernah bertemu dengan Rasulullah saw dalam keadaan jaga, inilah yang di jadikan pokok permasalahan Firanda dalam hal ini.

Dalam bagian pembuka tulisannya Firanda mendahuli dengan menukil tulisan Imam Ibnu Hajar Al Asqalani yang sekaligus ia dijadikan sebagai acuan utama bantahannya pada tulisannya kali ini.

Cukup aneh sebenarnya sumber nukilan yang diambilnya ini, mengingat Ibnu Hajar bukanlah seorang ulama wahabi, akan tetapi seorang Asy’ariyyah yang meyakini bahwa Allah Ada Tanpa Tempat dan Arah. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata :

غَرْضُ البُخَارِيّ فِي هذَا البَاب الرّدُّ عَلَى الْجَهْمِيّةِ الْمُجَسِّمَةِ فِي تَعَلُّقِهَا بِهذِه الظّوَاهِر، وَقَدْ تَقَرّرَ أنّ اللهَ لَيْسِ بِجِسْمٍ فَلاَ يَحْتَاجُ إلَى مَكَانٍ يَسْتَقِرّ فِيْهِ، فَقَدْ كَانَ وَلاَ مَكَان، إنّمَا أضَافَ المَعَارِجَ إلَيْه إضَافَةُ تَشْرِيفٍ، وَمَعْنَى الارْتفَاعِ إلَيْهِ اعْتِلاؤُه، أى تَعَالِيْهِ، مَعَ تَنْزِيْهِهِ عَنِ الْمَكَانِ.

Padahal telah ditetapkan bahwa Allah bukan benda, Dia tidak membutuhkan kepada tempat dan arah. Dia Ada tanpa permulaan, tanpa arah dan tanpa tempat. Adapun penisbatan “al-Ma’arij” adalah penisbatan dalam makna pemuliaan (bukan dalam pengertian Allah di arah atas). Juga makna “al-Irtifa’” adalah dalam makna bahwa Allah maha suci, Dia maha suci dari tempat” (Fath al-Bari juz 13 Halaman 416).

Dalam artikel lainnya Firanda ini bahkan secara terang-terangan mengumumkan paham aqidahnya, Lihat disini http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/76-mengungkap-tipu-muslihat-abu-salafy-cs

Disini terlihat betapa tidak malunya Firanda ini mengutip-ngutip Ilmu dari Ibnu Hajar Al Asqalani.

Berikut Kalimat pembuka firanda yang menukil ucapan Imam Ibnu Hajar :
Definisi sahabat –sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar al-'Asqolaani (seorang ulama besar madzhab Syafi'i) adalah : Orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan beriman kepadanya pula.

Jika dilihat sepintas kita akan mengira betapa benar yang dikatakan Firanda itu, dan kelirulah orang-orang yang ia bantah, akan tetapi harus di perhatikan lagi. Disini ada Distorsi (pemutarbalikan fakta) yang dilakukan Firanda dengan tanpa malu dan bersalah, ia melakukannya.

Memang benar Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan demikian, termaktub didalam Kitab Al Ishobah fii Tamyiz Ash Shahabah juz 1. 

"Definisi (Sahabat) dari yang paling shahih yang saya temukan, sesungguhnya Ash-Shabi (Sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan beriman kepadanya, dan wafat dalam keadaan Islam”.
(Kitab Al Ishobah fii Tamyiz Ash Shahabah juz 1).

Akan tetapi Apa yang dimaksud Imam Ibnu Hajar Al Asqalani sama sekali berbeda dengan apa yang di pahami Firanda. Asumsi Firanda sangat jauh dari pemahaman Imam Ibnu Hajar.Sahabat yang di maksud oleh Imam Ibnu Hajar adalah orang Islam yang bertemu Rasulullah saw di masa hidupnya beliau, dimasa Rasulullah saw menyebarkan dakwahnya, bukan setelahnya.

Lebih jelas bisa kita lihat penjelasan Imam Ibnu Hajar Al Asqalani yang beliau jelaskan secara gamblang berikut:

قال في "الفتح" 7/4: من رآه بعد موته وقبل دفنه، فالراجح أنه ليس بصحابي، وإلا لعد من اتفق أن يرى جسده المكرم وهو في قبره المعظم ولو في هذه الأعصار، وكذلك من كشف له عنه من الأولياء فرآه كذلك على طريق الكرامة، إذ حجة من أثبت الصحبة لمن رآه قبل دفنه أنه مستمر الحياة، وهذه الحياة ليست دنيوية وإنما هي أخروية لا تتعلق بها أحكام الدنيا.

Berkata Imam Ibnu Hajar : Adapun org yang melihat Nabi setelah wafat dan belum dikubur (apalagi setelah dikubur), maka yang rajih bukanlah disebut sahabat. (karena) Jika tidak (demikian) akan sangat banyak disebut sahabat orang yang melihat jasad Nabi yg mulia di dalam makamnya yang agung, walaupun di masa sekarang ini,demikian juga seorang yang dibukakan hijabnya dari para wali Allah sehingga mampu melihat Nabi secara langsung dengan jalan karomah dari Allah, karena merupakan HUJJAH adalah orang yang DISEBUT SAHABAT adalah bagi orng yang melihat Nabi sebelum dimakamkan dan masih hidup ".

Inilah yang tidak di ketik oleh Firanda..!!. pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu ?? wallahu a'lam. Sekali lagi saya katakan, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani bukanlah WAHABI yang anti dengan hal-hal yang aneh dimata wahabi seperti mukasyafah, tarekat, asy'ariyyah. Imam Ibnu Hajar secara jelas mengatakan diatas. Berlandasan ini maka ucapan Firanda yang disandarkan kepada kalam Imam Ibnu Hajar alasqalani lalu di asumsikan sendiri olehnya BATAL !

Dan pemahaman Wahabiyyah ala Firanda itu juga akan terbantah dengan hadits marfu lagi mahsyur berikut,

 مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ ، وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka akan melihatku dalam keadaan yaqadzah (terjaga) karena setan tidak bisa menyerupaiku”

(Shahih Bukhari 6505, 6993, Shahih Muslim 4214, 2268, Sunan Abu Daud 4371, 5023, Sunan Tirmidzi 2276, Musnad Ahmad 22007, 22097, Mu'jam Kabir Thabrani 660, 16037, Jami’ As Saghir Imam Suyuthi  8688)

Ini hadits yang mutawatir di riwayatkan oleh banyak perawi. Yang dimaksud didalam hadits ini tentu saja bukan bermaksud bertemu Rasulullah saw diakhirat, karena jika yg dimaksud adalah jumpa di akhirat maka seluruh ummat pun akan jumpa dengan Rasulullah saw kelak, jika yang dimaksud hadits tersebut adalah perjumpaan di akhirat akankah Rasulullah saw bersabda demikian? Tentu tidak mungkin, karena jika seperti itu tentulah Rasulullah saw akan bersabda "Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka akan melihatku diakhirat". Jelaslah bahwa itu kekhususan untuk yang pernah bermimpi bertemu Rasulullah saw.

Sebagian berpendapat itu hanya untuk masa sahabat yg benar benar tahu wajah Rasul saw, tentu tidak bisa demikian, lalu siapakah yang dilihat dalam mimpi itu?, syaitan kah?, bukankah Rasul saw telah menjelaskan bahwa syaitan tak bisa menyerupaiku?, maka jelas mimpi itu benar

diperkuat sabda Nabi saw : Barangsiapa yg mimpi baik maka itu dari Allah, dan barangsiapa yg mimpi buruk itu dari syaitan (Shahih Bukhari), jelas sudah mimpi Rasul saw itu mimpi baik, maka ia dari Allah Yang Maha benar, dan Allah swt tidak berdusta.


Syubhat-syubhat tulisan Firanda

1. Firanda menulis sebuah judul kecil dengan Ulama Syafi'iyah dengan tuduhan khurafat

Jawab : Apakah nukilan para ulama tersebut menyebut khurafat?? Mari kita cek nukilan-nukilan dari Firanda.

2. Selanjutnya Firanda mengetik

Pertama : Al-Hafiz Ibnu Hajar al-'Asqolani rahimahullah, beliau telah menukil perkataan Abu Bakr bin al-'Arobi sbb :

وَشَذَّ بَعْضُ الصَّالِحِيْنَ فَزَعَمَ أَنَّهَا تَقَعُ بِعَيْنِي الرَّأَسِ حَقِيْقَةً
"Dan telah aneh sebagian orang-orang sholeh, mereka menyangka bahwa mimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi wa sallam akan menjadi kenyataan (di alam nyata)" (Fathul Baari 12/384)
Ibnu Hajar juga berkata :
وَقَدِ اشْتَدَّ إِنْكَارُ الْقُرْطُبِي عَلَى مَنْ قَالَ مَنْ رَآهُ فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَأَى حَقِيْقَتَهُ ثُمَّ يَرَاهَا كَذَلِكَ فِي الْيَقْظَةِ
"Sungguh Al-Qurthubi telah mengingkari dengan keras terhadap orang yang berkata bahwasanya barang siapa yang melihat Nabi dalam mimpi maka sungguh telah melihatnya hakikat Nabi, kemudian dia melihatnya juga dalam keadaan terjaga" (Fathul Baari 12/385)
Dan telah lalu perkataan Ibnu Hajar :
وَنُقِلَ عن جماعة من الصالحين أنهم رأوا النبي صلى الله عليه وسلم في المنام ثم رأوه بعد ذلك في اليقظة وسألوه عن أشياء كانوا منها متخوفين فأرشدهم إلى طريق تفريجها فجاء الأمر كذلك قلت وهذا مشكل جدا ولو حمل على ظاهره لكان هؤلاء صحابة ولأمكن بقاء الصحبة إلى يوم القيامة ويعكر عليه أن جمعا جما رأوه في المنام ثم لم يذكر واحد منهم أنه رآه في اليقظة وخبر الصادق لا يتخلف
"Dinukilan dari sekelompok orang-orang sholeh bahwasanya mereka telah melihat Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dalam mimpi lalu merekapun melihatnya setelah itu dalam kondisi terjaga. Lalu mereka bertanya kepada Nabi tentang perkara-perkara yang mereka khawatirkan, maka Nabipun memberi arahan kepada solusi, lalu datanglah solusi tersebut. Aku (Ibnu Hajar) berkata : Ini merupakan perkara yang sangat menimbulkan permasalahan. Kalau nukilan ini dibawakan kepada makna dzohirnya maka para orang-orang sholeh tersebut tentunya adalah para sahabat Nabi, dan akhirnya kemungkinan menjadi sahabat Nabi akan terus terbuka hingga hari kiamat. Dan yang merusak makna dzohir ini bahwasanya ada banyak orang yang telah melihat Nabi dalam mimpi lalu tidak seorangpun dari mereka menyebutkan bahwa ia telah melihat Nabi dalam kondisi terjaga. Dan pengkhabaran orang jujur tidak akan berbeda" (Fathul Baari 12/385)
Jawab : Kenapa si Fulan ini tidak menampilkan perkataan Ibnu Hajar berikut :

قال في "الفتح" 7/4: من رآه بعد موته وقبل دفنه، فالراجح أنه ليس بصحابي، وإلا لعد من اتفق أن يرى جسده المكرم وهو في قبره المعظم ولو في هذه الأعصار، وكذلك من كشف له عنه من الأولياء فرآه كذلك على طريق الكرامة، إذ حجة من أثبت الصحبة لمن رآه قبل دفنه أنه مستمر الحياة، وهذه الحياة ليست دنيوية وإنما هي أخروية لا تتعلق بها أحكام الدنيا.

Berkata Imam Ibnu Hajar : Adapun org yang melihat Nabi setelah wafat dan belum dikubur (apalagi setelah dikubur), maka yang rajih bukanlah disebut sahabat. (karena) Jika tidak (demikian) akan sangat banyak disebut sahabat orang yang melihat jasad Nabi yg mulia di dalam makamnya yang agung, walaupun di masa sekarang ini, demikian juga seorang yang dibukakan hijabnya dari para wali Allah sehingga mampu melihat Nabi secara langsung dengan jalan karomah dari Allah, karena merupakan HUJJAH adalah orang yang DISEBUT SAHABAT adalah bagi orng yang melihat Nabi sebelum dimakamkan dan masih hidup ".

Disini Imam Ibnu Hajar Al Asqalani sama sekali tidak mengatakan hal itu Khurafat.

Ada apakah disini menukil tanpa jujur ??

3. Pada poin selanjutnya Firanda menukil keterangan dari Adz Dzahabi sebagai berikut :

Adz-Dzahabi rahimahullah menyatakan bahwa orang yang mengaku telah mendengar suara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga sebagai Dajjaal dan Pendusta, lantas bagaimana jika orang tersebut mengaku melihat dan bertemu ruh Nabi atau jasad Nabi??

Adz-Dzahabi rahimahullah berkata  :
الربيع بن محمود المارديني، دجال مفتر، ادعى الصحبة والتعمير في سنة تسع وتسعين وخمسمائة.
"Ar-Robii' bin Muhammad Al-Mardini : Dajjaal pendusta, ia mengaku sebagai seorang sahabat dan dipanjangkan umurnya pada tahun 599 Hijriyah" (Mizaanul I'tidaal 2/42)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
"Ar-Robii' bin Mahmuud Al-Maardini. Ia termasuk syaikh-syaikh kaum sufiyah, dan ia mengaku sebagai seorang sahabat. Demikianlah yang disebutkan oleh Adz-Dzhabi dalam kita Mizaanul I'tidaal. Dan dikatakan ia adalah Dajjal (pendusta) yang pada tahun 599 H, ia mengaku sebagai seorang sahabat dan berumur panjang…
Jawab : Wahai saudaraku muslimin, silakan kita baca dengan seksama, apakah nyambung antara ucapan Firanda dengan perkataan Adz Dzahabi yang dinukilnya?Jawablah dengan berakal. Apakah Abah Zaini dan Habib Munzir Al Musawa mengaku sebagai sahabat? demi Allah tidak !!, asumsi itu hanya muncul dari Firanda saja yang datang dari rasa hasad yang sudah berlebih-lebihan, lagi-lagi pada poin ini Firanda telah melakukan syubhat yang sangat jelas.

Disini pun Adz Dzahabi tak mengatakan hal itu Khurafat.

4. Selanjutnya Firanda kembali menukil :
Al-Qostholaani berkata :

وأما رؤيته- صلى الله عليه وسلم- فى اليقظة بعد موته- صلى الله عليه وسلم- فقال شيخنا: لم يصل إلينا ذلك عن أحد من الصحابة، ولا عن من بعدهم.
وقد اشتد حزن فاطمة عليه- صلى الله عليه وسلم- حتى ماتت كمدا بعده بستة أشهر- على الصحيح- وبيتها مجاور لضريحه الشريف، ولم ينقل عنها رؤيته فى المدة التى تأخرت عنه
"Adapun melihat Nabi shallallahu 'alahi wasallam dalam keadaan terjaga (tidak tidur) setelah wafatnya Nabi, maka guru kami (As-Sakhoowi rahimahullah) berkata : "Tidaklah sampai kepada kami hal tersebut (melihat Nabi dalam keadaan terjaga) dari seorangpun dari kalangan para sahabat Nabi, dan juga dari kalangan setelah para sahabat. Dan sungguh telah berat kesedihan Fathimah atas wafatnya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam, sampai-sampai Fathimah -setelah enam bulan menurut pendapat yang shahih- akhirnya meninggal karena kesedihan yang amat parah. Padahal rumahnya berdekatan dengan kuburan Nabi yang mulia, akan tetapi tidak dinukilkan dari Fathimah bahwa beliau melihat Nabi di masa –enam bulan tersebut-" (Al-Mawaahib Al-Laduniyah bi Al-Minah Al-Muhammadiyah 2/371)
Demikianlah perkataan para ulama madzhab Syafi'iyyah dan pengingkaran mereka terhadap orang yang mengaku melihat Nabi dalam keadaan terjaga (tidak tidur).
Jawab : Dalam perkataan ini orang awam pun bisa memahami bahwa Al-Qostholaani sama sekali tidak membantah pendapat bertemu Rasulullah saw dalam keadaan jaga, beliau dengan lembutnya berkata "Tidaklah sampai kepada kami hal tersebut" yang menunjukkan bahwa beliau mengatakannya hanya berdasarkan apa yang beliau ketahui. Analoginya jika ada yang bertanya "apakah disungai ini ada ikannya?" ketika ada yang menjawab "aku belum melihatnya" apakah anda akan mengambil kesimpulan bahwa disungai tersebut sama sekali tidak ada ikannya?, logika sompral !!

Dan disinipun tidak ditemukan ucapan Khurafat. Lalu dari mana asal munculnya vonis khurafat tersebut? Benar-benar syubhat dan pemaksaan belaka.
Kesyubhatan Firanda ini semakin lengkap tatkala melihat Judul kecil yang dibuatnya "Pengingkaran Ulama Syafi'iyah". Mungkin akan lebih tepat jika diganti dengan "Pengingkaran Ulama Syafi'iyah yang ucapannya sudah di wahabikan",
kenapa demikian ??

Mari kita lihat pandangan ulama-ulama syafi'iyyah secara lebih luas dan jujur mengenai hal ini,
Pertama : Imam Ibnu Hajar Al Asqalani
Sudah berlalu nukilan dari Ibnu Hajar berikut yang tidak di tampilkan Firanda
قال في "الفتح" 7/4: من رآه بعد موته وقبل دفنه، فالراجح أنه ليس بصحابي، وإلا لعد من اتفق أن يرى جسده المكرم وهو في قبره المعظم ولو في هذه الأعصار، وكذلك من كشف له عنه من الأولياء فرآه كذلك على طريق الكرامة، إذ حجة من أثبت الصحبة لمن رآه قبل دفنه أنه مستمر الحياة، وهذه الحياة ليست دنيوية وإنما هي أخروية لا تتعلق بها أحكام الدنيا.
Berkata Imam Ibnu Hajar : Adapun org yang melihat Nabi setelah wafat dan belum dikubur (apalagi setelah dikubur), maka yang rajih bukanlah disebut sahabat. (karena) Jika tidak (demikian) akan sangat banyak disebut sahabat orang yang melihat jasad Nabi yg mulia di dalam makamnya yang agung, walaupun di masa sekarang ini, demikian juga seorang yang dibukakan hijabnya dari para wali Allah sehingga mampu melihat Nabi secara langsung dengan jalan karomah dari Allah, karena merupakan HUJJAH adalah orang yang DISEBUT SAHABAT adalah bagi orng yang melihat Nabi sebelum dimakamkan dan masih hidup ".
Kedua : Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi
"Telah banyak yang mempertanyakan mengenai sebagian orang yang melihat Rasulullah saw secara yaqazah (jaga) ini. Adapun kaum yang mengingkarinya pada zaman ini adalah dari mereka yang tidak memiliki latar belakang ilmu, sehingga menyebabkan mereka mengingkarinya dan merasa aneh tentang (hal ini), sehingga beranggapan bahwa hal itu mustahil. Kini saya menulis tulisan ini yang berisi bahasan hal tersebut yang di beri judul Tanwir Al Halak fii Imkan Rukyatu Annabi wa Al Malak"
(Imam Suyuthi dalam Tanwir Al Halak fii Imkan Rukyatu Annabi wa Al Malak)
“Diceritakan oleh segelintir kalangan wali Allah yang duduk bersama dalam suatu majelis ilmu ulama fiqih. Ketika seorang guru fiqih tersebut menceritakan sebuah hadits, maka Wali itu pun menegurnya, karena hadits yang dibaca bukanlah sebuah hadits. Bertanya guru fiqih, dari manakah kamu mengetahui bahwa ini bukan hadits? wali tersebut menjawab, Rasulullah SAW sedang berdiri di hadapanmu. Rasulullah SAW berkata : Aku tidak pernah berkata seperti itu. Maka dikasyafkanlah kepada guru fiqih itu, maka beliau dapat melihat Rasulullah SAW dalam keadaan jaga.
(Imam Suyuthi dalam Al Hawi lil Fatawa Jilid 2 halaman 446)
Syeikh Ali Abi Arruzabari bercerita dia masuk ke dalam lahad seorang fakir (orang yang selama hidupnya penuh ibadah kepada Allah), maka ketika kafan bagian kepala dibuka, kemudian diletakkan ke tanah, tiba-tiba mata si fakir terbuka dan berkata, “Wahai Aba Ali, jangan engkau hinakan aku di hadapan Yang Menghinakan aku.” Maka aku bertanya, “wahai tuan, adakah hidup selepas mati?”. “Ya, saya hidup dan setiap kekasih Allah adalah hidup. Sesungguhnya aku akan menolong engkau dengan kedudukan aku kelak. (Syarh al-Shudur bi Syarhi Hal al-Mauta wa al-Qubur hal 206)
Ketiga : Imam Abu Hamid Al-Ghazali,
"bahwa orang-orang Irbabul Qulub (kalangan Arifbillah yang kasyaf) mereka dalam keadaan jaga, kadangkala mereka melihat para Malaikat, ruh para nabi, mereka bisa mendengar suara-suara mereka, serta dapat mengambil hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah SAW hidup dalam kuburnya akan tetapi tidak mungkin dapat dilihat dalam keadaan jaga kecuali oleh para wali Allah yang pernah bermimpi bertemu Rasul saw sebelumnya"
(Imam Ghazali dalam Kitab Al Munqizu Minal Dzalal)
Keempat : Imam Ibnu Hajar Al Haitsamiy
ketika membaca sebuah hadis Muslim "Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka akan melihatku dalam keadaan yaqadzah (terjaga)", beliau meriwayatkan dari Ibnu Abi Jumrah dan Al Barizi dan Yafi’I dan lainnya dari kelompok Tabi’in dan ulama setelah mereka, yang mana sesungguhnya mereka telah pernah melihat Rasulullah SAW dalam mimpi mereka. Setelah itu mereka melihat Rasulullah SAW dalam jaga (yaqazah). Mereka yang berjumpa dengan Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai perkara ghaib. Rasulullah menjelaskan kepada tabi’in seperti yang sudah dijelaskan oleh hadis.
Menurut Ibnu Abi Al Jumrah, hal tersebut (jumpa Rasulullah SAW secara yaqazah) ialah termasuk ke dalam mukjizat Rasulullah SAW dan karomah para wali Allah. Para wali mendapat anugerah itu karena kesungguhan mereka dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
(kitab Syarah Humaziah Al Madih Annabawi, Ibnu Hajar al Haitami)
Kelima : Imam Izzuddin Abdissalam
“Melihat Rasulullah saw dalam keadaan jaga merupakan suatu hal yang pelik dan sedikit sekali orang yang bisa mengalaminya, melainkan hanya orang-orang yang memiliki sifat mulia pada masa ini. Bahkan, nyaris tidak ada. Akan tetapi kita tidak mengingkari orang yang mengalaminya, yakni (untuk kalangan) Al-Kabir yang dijaga oleh Allah SWT, baik segi zhahir maupun batin mereka."
(Imam Izzudin Abdissalam dalam Al Qawa’id Al Kubra )
Keenam : Sirajuddin Al Mulqan
Syeikh Abdul Qadir Al Jailani berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum Zuhur, beliau berkata kepadaku, “wahai anakku, mengapa engkau tidak segera ?” Aku menjawab, “wahai abatah (ayah), aku adalah seorang ‘ajam (bukan Arab). Bagaimana aku berbicara dengan orang-orang Baghdad yang fasih-fasih.” Lalu beliau berkata, “bukalah mulutmu.” Kemudian aku membuka mulutku lalu beliau meludahiku tujuh kali. Kemudian beliau bersabda, “berbicaralah kepada manusia dan ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizah (pesan-pesan) yang baik.” Kemudian aku menunaikan sholat zuhur dan duduk, tiba-tiba orang berduyun-duyun mendatangiku, dan aku melihat Sayidina Ali berdiri di depanku dalam majlis itu. Kemudian Sayidina Ali berkata kepadaku, “wahai anakku, mengapa engkau tidak segera berbicara?” Aku menjawab, “Wahai Abatah (ayah), mereka berduyun-duyun datang kepadaku.” Kemudian dia berkata, “Bukalah mulutmu.” Kemudian aku membuka mulutku, lalu dia meludahiku sebanyak enam kali, lalu aku bertanya, “Mengapa tidak engkau sempurnakan menjadi tujuh kali?” Beliau menjawab, “adab kepada Rasulullah.” Selanjutnya beliau hilang dari pandanganku. Kemudian aku berkata, “menyelam dalam pemikiran, kemudian menyelam dalam lautan hati mencari mutiara-mutiara kaum ‘arifin. Kemudian dikeluarkan ke pinggir shard (hati), kemudian mengundang agen penerjemah lisan, dibelinya hal itu dengan nafais isman (nafas-nafas berharga), yakni baiknya ketaatan di balik-balik yang Allah izinkan untuk di daki.”
(Thabaqatul Awliya’).
Cukuplah itu saja yang saya sajikan demi menguak syubhat-syubhat yang dilakukan Firanda. Tuduhan khurafat dan semacamnya ini merupakan suatu tuduhan tidak berdasar sama sekali, hanya mengandalkan perkiraannya belaka yang di ukur dengan pemahamanya yang terbatas.
Kemudian Firanda membuat judul kecil baru lagi yang seakan-akan ilmiyah untuk menambah sandiwaranya agar terlihat benar. Berikut beliau menulis :
BANTAHAN
Tentunya jika memang –setelah wafatnya Nabi- ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih hadir dalam acara maulid, atau memungkinkan untuk melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga maka melazimkan hal-hal berikut :
Pertama : Berarti Ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bisa berjumlah ganda. Karena sangat memungkinkan dalam satu waktu (terutama tanggal 12 Robi'ul Awwal) dilaksanakan banyak maulid Nabi di penjuru dunia. Dan ruh Nabi akan hadir di acara-acara maulid tersebut ??!!. Karenanya tidaklah mengherankan jika sebagian orang-orang yang melaksanakan acara maulid berdiri serentak dalam rangka menyambut kedatangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam acara mereka !!. Bukankah tatkala Nabi masih hidup saja beliau tidak bisa menjadikan jasad beliau ganda berada di dua tempat apalagi setelah meninggal??.
Ataukah maksud Habib Munzir bahwasanya ruh Nabi hanya hadir di acara maulid yang dihadiri oleh Habib Munzir saja, agar ruh Nabi tetap dikatakan hanya satu??!

Jawab : Dari pemaparan ini kita semakin bisa melihatnya dengan jelas, bahwa sebenarnya dalam menilai 'hal yang aneh' ini Firanda hanya mengandalkan akalnya belaka, itu sebabnya ia begitu mengingkarinya karena tidak cocok dengan logikanya, itu terlihat dari pemaparannya diatas.

Saya jadi teringat dengan pengingkaran kaum kafir Quraisy terhadap Isra Mirajnya Rasulullah saw. Saat itu Rasulullah saw di katakan sudah tidak waras, mana mungkin Rasulullah saw bisa sampai ke baitul maqdis serta mi'raj dalam waktu satu malam !! Orang Kafir Quraisy kala itu hanya mengukurnya dari logikanya. Cara berpikir semacam inilah yang sekarang di warisi oleh Firanda. Lihatlah perkataan Firanda "Berarti Ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bisa berjumlah ganda. Karena sangat memungkinkan dalam satu waktu (terutama tanggal 12 Robi'ul Awwal) dilaksanakan banyak maulid Nabi di penjuru dunia. Dan ruh Nabi akan hadir di acara-acara maulid tersebut ??!!." Subhanallah.

Mungkin beliau ini sudah lupa atau kurang yakin dengan ayat ini :

Sesungguhnya Rabb-mu Maha Pelaksana, terhadap apa yang Dia dikehendaki. (QS. 11:107)

Jika anda bisa bercuap-cuap di televisi dan wajah anda terlihat di banyak televisi masyarakat apakah anda akan mengatakan diri anda banyak? Jika manusia saja mampu melakukan hal yang seperti itu, lalu apa yang mustahil bagi Allah swt?

Apa susahnya bagi Allah membuka hijab jarak kepada seseorang, karena itu dia melihat Rasulullah saw dari jauh? Ada banyak hal-hal yang tidak bisa dijangkau logika manusia. Namun nash-nash lah yang menjawabnya.

"Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim, Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Hal ini jelas ia masih belum paham mengenai kondisi bertemu Nabi saw secara yaqazah, bisa jadi karena belum berpengalaman. Tetapi, rujuklah ulasan-ulasan para ulama 'tentang terlebih dahulu, sebelum membuat asumsi yang beragam, yang hanya berdasarkan prasangka dan khayalan semata.

"Bisa jadi, melihat Rasulullah saw secara yaqazah dan hakiki itu, adalah melihat Nabi saw di tempat Beliau di Raudhah Beliau yang mulia, di mana yang melihatnya, melihat Beliau dalam bentuk gambar, gambaran dalam alam gambaran, yang merupakan natijah dari limpahan cinta terhadap Beliau dan selalu memikirkan tentang Rasulullah saw  ... "

Kondisi ini tidak tertolak oleh syariat, jadi tidak layak seseorang mempertikaikannya, karena Allah Mahakuasa dalam membuka hijab jarak antara seseorang dengan seseorang yang lain di alam yaqazah jika Dia menginginkannya.

Jadi, dari sudut akal maupun syariat, hal tersebut tidak bertentangan. Jadi, orang-orang yang mengingkarinya apakah jahil maupun sengaja tidak mau menerimanya, bisa jadi hasad karena tidak pernah mengalaminya dan sebagainya.

 Ketika Khalifah Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah jumat, tiba tiba ditengah khutbahnya ia berseru dengan kerasnya : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kagetlah para sahabat lainnya, sebulan kemudian kembalilah Sariah bin Hashiin dari peperangan bersama pasukan sahabat lainnya, mereka bercerita saat mereka terdesak dalam peperangan mereka mendengar suara Umar bin Khattab ra yg tak terlihat wujudnya, teriakan itu adalah : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kami naik keatas gunung dan berkat itu kami memenangkan peperangan
(Durrul muntatsirah fil ahaditsil Masyhurah oleh Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi Juz 1 hal 22, Al Ishabah Juz 3 hal 6, Tarikh Attabari Juz 2 hal 553).

Dalam pemikian Firanda tentu hal ini mustahil, atau Sayyidina Umar bin Khattab ra ada dua, barangkali.

Selanjutnya Firanda mengemukakan alasan kembali sebagai berikut :


Kedua : Meyakini ruh Nabi masih bisa berjalan-jalan diatas muka bumi melazimkan kita masih bisa berkomunikasi dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, meminta Nabi untuk memberi solusi tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dan ini tentunya merupakan khurofat besar. Bukankah terjadi perselisihan diantara para sahabat karena kesalahpahaman dan peran kaum khowarij sehingga terjadi pertumpahan darah, lantas kenapa mereka (para sahabat) tidak berdiskusi dengan ruh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk memecahkan permasalahan dan memberi solusi dalam perselisihan mereka??.
Demikian juga kisah Fatimah radhiallahu 'anhaa yang menuntut warisan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam kepada Abu Bakar radhiallahu 'anhu. Lantas kenapa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak menemui Fathimah atau Abu Bakar dan menjelaskan hukum yang sebenarnya atau menengahi mereka berdua??!
Jawab : Lagi-lagi disini Firanda semakin memperlihatkan kedangkalannya didalam Ilmu, sekali lagi ia begitu bangga dengan logika akalnya yang sangat terbatas.


Selanjutnya Firanda menulis :
Ketiga : Jika ada yang berkata bahwa ruh Nabi hanya muncul di acara maulid, tentunya para sahabat akan sangat bersemangat untuk mengadakan acara maulidan setiap tahun, karena kerinduan dan kecintaan mereka terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tentunya untuk bisa berdiskusi dengan Nabi ??!!. Atau bila perlu para sahabat akan melaksanakan acara maulid Nabi setiap hari demi bisa berjumpa dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam !!
Apakah ada orang sekarang yang mengaku lebih cinta dan lebih rindu kepada Nabi daripada para sahabat??!!

Jawab : Ruh Nabi muncul dimana? rasanya tidak ada yang mengatakan ruh nabi 'muncul' di acara maulid, lagi-lagi sebuah pemaparan yang prematur.

Dan selanjutnya :


Keempat : Jika bisa bertemu dengan ruh Nabi melazimkan orang yang bertemu tersebut adalah para sahabat. Karena definisi seorang sahabat –sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-'Asqolani dan ulama yang lainnya- adalah : "Seseorang yang bertemu dengan Nabi dalam keadaan beriman dan orang tersebut meninggal dalam keadaan beriman". Jika perkaranya demikian maka para sahabat tidak hanya terhenti pada zaman Nabi shallahu 'alaihi wasallam tapi akan  bisa berlanjut hingga hari kiamat.
Karenanya buku yang ditulis oleh Ibnu Hajar rahimahullah dengan judul (الإِصَابَةُ فِي مَعْرِفَةِ الصَّحَابَةِ) yang menjelaskan tentang nama-nama sahabat adalah buku yang penuh dengan kekurangan. Karena masih terlalu banyak sahabat baru yang datang belakangan karena ketemu ruh Nabi, atau ketemu Nabi dalam keadaan terjaga.

Jawab : Mungkin lebih baik jika orang ini mengurangi hasadnya.

Selanjutnya :


Kelima : Dan jika masih bisa ketemu Nabi setelah wafat beliau dalam keadaan terjaga maka tentunya buku-buku hadits yang ada sekarang seperti shahih Al-Bukhari, shahih Muslim, Musnad Al-Imam Ahmad, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Thirmidzi, Sunan Ibni Maajah, Sunan An-Nasaai, Sunan Ad-Daarimi, Sunan Al-Baihaqi, dll…, ternyata masih jauh dari kelengkapan. Karena masih banyak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat "baru" yang bertemu dengan Nabi dan ngobrol-ngobrol dengan Nabi setelah wafatnya Nabi. Diantara sahabat tersebut –sebagaimana telah lalu- adalah Ahmad At-Tijany "radhiallahu 'anhu", Ahmad Ar-Rifaa'i radhiallahu 'anhu, DR Ali Jum'ah radhiallahu 'anhu, dan juga Habib Munzir radhiallahu 'anhu??!!
Jawab : Sekali lagi, sebutan 'sahabat' tersebut hanya muncul dari Asumsi ala kadarnya ala Firanda, dan sudah di jelaskan secara gamblang diatas.

Next..
Keenam : Jika bisa ketemu ruh Nabi dalam kondisi terjaga (setelah wafatnya Nabi) maka sungguh perjalanan jauh yang ditempuh oleh Al-Imam Al-Bukhari dan para ahli hadits lainnya dalam mengumpulkan hadits-hadits Nabi merupakan pekerjaan yang tolol dan membuang-buang waktu dan energi serta biaya. Sebenarnya caranya mudah saja, yaitu janjian sama Nabi shallallahu 'alahi wasallam untuk ketemuan lalu belajar langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jawab : Asumsi yang sangat lucu, adakah seorang yang pernah bertemu dengan Rasulullah saw dalam keadaan jaga lantas akan mengatakan bahwa apa yang didapatkannya itu sebagai hadits yang setara dengan Shahih Bukhari dan Muslim sehingga bisa di jadikan landasan fiqih? Tidak ada yang tolol bagi pendakwah, justru semakin banyak pengorbanannya akan semakin besar pula pahalanya. Saya baru mengerti ternyata menurut Firanda berdakwah dengan membuang waktu dan biaya itu hanya pekerjaan tolol.

Selanjutnya :


Ketujuh : Jika bisa bertemu Nabi dalam keadaan terjaga (setelah wafat beliau), maka pernyataan para ulama "Buku yang paling shahih/valid/benar setelah al-Qur'an adalah kitab Shahih Al-Bukhari' merupakan pernyataan yang sangat ngawur. Karena dalam kitab Shahih Al-Bukhari, al-Imam Al-Bukhari masih meriwayatkan hadits-hadits Nabi melalui perantara jalur-jalur sanad yang dalam satu sanad terdapat beberapa perawi. Adapun para sahabat "baru" yang bertemu Nabi dalam keadaan terjaga (setelah wafatnya Nabi) mereka telah meriwayatkan langsung dari Nabi tanpa perantara. Jadi kalau hadits-hadits "sahabat baru' ini dikumpulkan maka lebih shahih daripada kitab Shahih Al-Bukhari.
Kedelapan : Jika ternyata setelah wafat Nabi masih bisa berjalan-jalan di dunia dan muncul di dunia untuk bertemu dengan para sahabat, maka buat apa para sahabat menangis dan bersedih tatkala meninggalnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam??!!. Bukankah seharusnya mereka santai saja…, toh tidak ada bedanya antara Nabi sebelum dan sesudah wafat…, sama saja masih hidup dan masih bisa ditemui dan diajak ngobrol dan diskusi ??!!
Kesembilan : Jika Nabi masih bisa berjalan-jalan di dunia setelah wafatnya, lantas kenapa Umar bin Al-Khottoh bertawassul meminta paman Nabi yaitu Al-'Abbas bin Abdil Muttholib untuk mendoakan agar Allah menurunkan hujan??, kenapa Umar tidak langsung saja ketemu ruh Nabi dan meminta Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berdoa agar Allah menurunkan hujan??!!
Kesepuluh :  Jika ruh Nabi berjalan-jalan di dunia berarti orang-orang yang menziarahi kuburan Nabi dan memberi salam kepada Nabi ternyata hanyalah menziarahi jasad Nabi yang kosong dari ruhnya. Dan barang siapa yang menganggap bisa ketemu Nabi secara lengkap –jasad dan ruhnya- setelah wafatnya Nabi, berarti kuburan Nabi lagi kosong sama sekali, sehingga para penziarah hanya menziarahi kuburan kosong??!!
Tentunya khurofat bertemu Nabi dalam kondisi terjaga sangatlah bertentangan dengan hadits berikut ini :
ألا وإن أول الخلائق يكسى يوم القيامة إبراهيم ألا وإنه يجاء برجال من أمتي فيؤخذ بهم ذات الشمال فأقول يا رب أصيحابي فيقال إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك فأقول كما قال العبد الصالح { وكنت عليهم شهيدا ما دمت فيهم فلما توفيتني كنت أنت الرقيب عليهم وأنت على كل شيء شهيد } فيقال إن هؤلاء لم يزالوا مرتدين على أعقابهم منذ فارقتهم
"Ketahuilah bahwasanya yang pertama kali dipakaikan pakaian pada hari kiamat adalah Ibrahim 'alaihis salam. Ketahuilah akan didatangkan beberapa orang dari umatku lalu di bawa ke arah kiri (ke neraka-epn). Maka aku berkata, "Wahai Robbi, mereka adalah para sahabatku yang sangat sedikit". Maka dikatakan kepadaku, "Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka ada-adakan setelahmu". Maka akupun berkata sebagaimana perkataan seorang hamba yang sholeh (Nabi Isa-pen) : "dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu" (QS Al-Maaidah : 117). Maka dikatakan : Sesungguhnya mereka selalu kembali ke belakang mereka (murtad) semenjak engkau berpisah dari mereka" "(HR Al-Bukhari no 4652 dan Muslim no 2860)
Tentunya jika Nabi masih bisa berjalan-jalan setelah wafat beliau maka beliau akan mengetahui apa yang terjadi dengan sebagian sedikit orang-orang pernah bertemu dengannya lalu murtad setelah wafat beliau.
Demikian juga dengan Nabi Isa 'alaihis salaam yang pada hakekatnya ia belumlah meninggal akan tetapi diangkat oleh Allah ke langit. Meskipun belum meninggalpun Nabi Isa tidak mengetahui apa yang terjadi dengan kaumnya setelah ia berpisah dari mereka. Lantas bagaimana dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah meninggal dunia??.

Jawaban untuk ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh rasanya tidak perlu lagi bagi Saya untuk menjawabnya, karena hanya berupa tumpukkan kemarahan orang yang sakit. Segala kengawuran Firanda diatas cukup di jawab dengan Firman Allah swt berikut :

 "Ruh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit (Qs. Al Israa`: 85)." Ayat ini rasanya sudah cukup untuk membungkam para pemikir ruh yang disesuai-sesuaikan dengan akalnya, tidak ada yang melakukannya kecuali karena nafsu belaka.

Untuk menyempurnakan syubhatnya Firanda membuat sebuah kesimpulan dengan judul Catatan, seperti berikut

Catatan :

Mereka yang menyatakan bisa bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam kondisi terjaga, telah berdalil dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ رآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقْظَةِ
"Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga" (HR Al-Bukhari no 6993 dan Muslim no 2266)
Sisi pendalilan adalah sabda Nabi "Ia akan melihatku dalam kondisi terjaga".
Bantahan terhadap pendalilan ini adalah:
Pertama : Hadits ini tidaklah sebagaimana yang mereka pahami. Para ulama telah menjelaskan maksud dan makna hadits ini. Diantaranya Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, beliau berkata :
"...سيراني في اليقظة ففيه أقوال أحدها المراد به أهل عصره ومعناه أن من رآه في النوم ولم يكن هاجر يوفقه الله تعالى للهجرة ورؤيته صلى الله عليه وسلم في اليقظة عيانا والثاني معناه أنه يرى تصديق تلك الرؤيا في اليقظة في الدار الآخرة لأنه يراه في الآخرة جميع أمته من رآه في الدنيا ومن لم يره والثالث يراه في الآخرة رؤية خاصته في القرب منه وحصول شفاعته"
"…(Dia akan melihatku dalam keadaan terjaga), maka ada beberapa pendapat.
Pertama : Maksudnya adalah orang-orang yang tinggal semasa dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan maknanya adalah : Barang siapa yang melihatnya di dalam tidur dan belum berhijroh, maka Allah akan memberikan taufiq kepadanya untuk berhijroh dan melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kondisi terjaga .
Kedua : Maknanya adalah ia melihat kebenaran mimpi tersebut dalam kondisi terjaga di akhirat, karena semua umat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan melihat Nabi di akhirat, baik yang pernah melihatnya di dunia ataupaun yang tidak melihatnya di dunia
Ketiga : Ia akan melihat Nabi di akhirat dengan penglihatan yang khusus yaitu dekat dengan Nabi dan akan memperoleh syafa'atnya" (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 15/26)
Kedua : Kalau kita memahami hadits ini sebagaimana yang dipahami oleh mereka, maka melazimkan setiap orang yang bermimpi ketemu Nabi maka pasti ia akan melihat Nabi dalam kondisi terjaga. Dan ini adalah perkara yang didustakan oleh kenyataan. Karena kenyataannya, banyak orang yang bermimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dalam mimpi akan tetapi mereka tidak melihat Nabi dalam kondisi terjaga.

Jawab : Sekali lagi Firanda memperlihatkan keahliannya dalam menipu orang-orang disini.

1. Imam Nawawi tidak memutlakkan bahwa syarah hadits tersebut hanya terbatas kepada poin-poin yang ditulisnya. Hal ini bisa di lihat diakhir perkataan Imam Nawawi (yang kebetulan tidak di tampilkan oleh Firanda)

ونحو ذلك . والله أعلم

syafaat.. (kelanjutannya) "....dan sebagainya, hanya Allah yang Maha Mengetahui", kalimat ini sengaja di potong oleh Firanda. Kalimat ini pendek saja akan tetapi disinilah syubhat Firanda lagi-lagi begitu jelas terlihat. Dengan memotong kalimat ini Firanda bersiasat licik untuk memutlakkan maksud hadits tersebut hanya terbatas kepada 3 (tiga) poin yang di sebut Imam Nawawi itu saja, tanpa ada definisi lainnya. Padahal Imam Nawawi sendiri mengatakan ونحو ذلك . والله أعلم diujung kalimatnya, hal ini mengindikasikan bahwa Imam Nawawi masih membuka definisi lainnya yang boleh diterima, tidak memutlakkan kepada 3 (tiga) poin itu saja. Karena Imam Nawawi bukanlah seorang wahabi yang merasa alim sendiri, dan khilaf dikalangan ulama itu adalah hal yang biasa. Dan pendapat-pendapat lainnya sudah saya nukilkan diatas yang bisa di lihat kembali perkataan Imam Suyuthi, Imam Ghazali, Imam Izzuddin, Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy, dll

Demikianlah semakin jelas dan terang benderang betapa saudara Firanda ini sangat pintar dan lihai dalam memainkan trik-trik kotor hanya untuk menuntaskan hasad nya kepada para Ulama. Dan Alhamdulillah trik-trik ini sama sekali tidak mempengaruhi kedua guru kita ini, bahkan pencinta mereka semakin hari semakin bertambah banyak.

Sebagai penutup, beberapa hadits yang menyatakan bahwa tidak mustahil bertemu Ruh orang yang shalih setelah ia wafat.

 أَخْبَرَنِي أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَبَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ أَنْبَأَنَا ثَابِتٌ وَسُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَرَرْتُ عَلَى قَبْرِ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ

 Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Aku pernah melewati kuburan Nabi Musa Alaihis Salam, dan dia sedang shalat di kuburannya."
(Sunan Nasa'i)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلَاةً فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ حَتَّى أَمُرَّ بِمُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام

Anas bin Malik dan Ibnu Hazm berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah Azza wa Jalla mewajibkan umatku shalat lima puluh kali, lalu aku kembali melewati nabi Musa? laihis Salam dan berkata apa yang Allah wajibkan kepada umatmu? ....
(Sunan Nasa'i)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَّ آدَمُ وَمُوسَى فَقَالَ لَهُ مُوسَى أَنْتَ آدَمُ الَّذِي أَخْرَجَتْكَ خَطِيئَتُكَ مِنْ الْجَنَّةِ فَقَالَ لَهُ آدَمُ أَنْتَ مُوسَى الَّذِي اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِرِسَالَاتِهِ وَبِكَلَامِهِ ثُمَّ تَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قُدِّرَ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُخْلَقَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى مَرَّتَيْنِ

 Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bercerita: "Nabi Adam dan Nabi Musa berdebat. Nabi Musa berkata kepada Adam: "Kamu adalah Adam yang dosa-dosamu telah mengeluarkan kamu dari surga". Nabi Adam membalas; "Kamu Musa yang telah Allah pilih dengan risalah (ajaran) -Nya dan dengan kalimat (firman) - Nya lalu kamu menyalahkan aku atas urusan yang telah ditakdirkan atasku sebelum aku diciptakan". Maka kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Nabi Adam telah mengalahkan Musa dua kali"
(Shahih Bukhari)

Dalam pemahaman Firanda yang terlalu mengedepankan akalnya tentu info-info dari hadits ini adalah perkara mustahil.
 
wallahu a'lam bishshawwab
Abu Nawas D313
https://www.facebook.com/notes/abu-nawas/mendinginkan-kemarahan-orang-yang-sakit-firanda/492711034179315