Kecerdasan Emosional

Menurut Cooper dan Sawaf ; “Emosi adalah sumber energi, pengaruh dan informasi yang bersifat batiniah. Emosi yang baik atau buruk sudah ada sejak lahir, sehingga sangat penting dalam eksistensi kepribadian untuk mendukung kemapuan bertindak cerdas”.
Sedangkan yang dimaksud dengan kecerdasan emoisonal adalah “Keterampilan memahami diri sendiri, mengatur diri sendiri, motivasi dari empati, sebagai prediktor yang sangat kuat dan dapat dipercaya untuk meraih keberhasilan dalam bekerja.
Para ahli psikologi meyakini bahwa terdapat hubungan erat antara kemampuan pengendalian emosi dengan kesuksesan dalam kehidupan. Menurut Mc Celland bahwa “Keinginan untuk berprestasi adalah suatu motif untuk mencapai suatu standar kualitas. Sesorang yang digerakkan oleh motif akan berusaha melakukan usahanya atau pekerjaannya sebaik mungkin”. Oleh karena itu emosi merupakan suatu sistem sebagai pemandu internal dalam melayani kebutuhan dasar manusia. Emosi dapat mempermudah dan mempersulit pengambilan keputusan, demikian pula sebaliknya.
Menurut Cery Y Young bahwa kecerdasan emosional ada lima dimensi, antara lain :
a. Sadar diri
b. Mampu mengatur diri
c. Mampu memotivasi diri
d. Memahami perasaan orang lain
e. Ketrampilan sosial / menjaga persahabatan


Kemampuan setiap orang berbeda beda, ada yang trampil menangani kecemasan diri sendiri dan ada yang tidak mampu untuk mengatasi kecemasan dalam dirinya. Oleh karena itu emosi pada dasarnya adalah motivasi untuk bertindak untuk mengatasi masalah atau kemampuan memecahkan masalah.
Kesiapan seorang anak untuk masuk sekolah tergantung pada hal yang paling dasar, yaitu belajar. Dalam lima dimensi itu terdapat tujuh perilaku kunci kecerdasan emosional antara lain :
a. Percaya diri
Penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilakunya terhadap dunia sekitarnya.





b. Rasa ingin tahu yang besar
Perasaan bahwa menyelidiki segala sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan terhadap dirinya sendiri.
c. Tekun dan bersungguh-sungguh
Hasrat dan kemampuan untuk berhasil dan untuk bertindak berdasarkan niat dengan tekun. Ini berkaitan dengan perasaan efektif dan terampil.
d. Kontrol diri
Kemampuan untuk mengontrol dan menyesuaikan aktivitas diri secara benar.
e. Kemampuan berhubungan dengan orang lain
Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain dengan berdasarkan saling memahami.
f. Kemampuan berkomunikasi
Kemampuan untuk bertukar fikiran, perasan dengan orang lain, ini berhubungan dengan rasa percaya pada orang lain.
g. Kemampuan bekerjasama.
Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhan sendiri dengan kebutuhan lain.
Menurut uraian diatas bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat memperbaiki nilai prestasi belajarnya dan hampir semua siswa yang berprestasi kurang tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional.
Kemampuan orang berbeda dalam wilayah ini, ada yang terampil menangani kecemasan diri sendiri tetapi agak kerepotan meredam kemarahan orang lain. Landasan dibalik ini adalah saraf, otak bersifat platis, sangat mudah dibentuk, dan terus menerus belajar. Kekurangan-kekurangan dalam ketrampilan emosional dapat diperbaiki sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Masing-masing wilayah dapat menampilkan bentuk kebiasaan dan respons yang tepat sesuai dengan kondisi.
Mayer dan Salovey mengategorikan kecerdasan emosional yang dimiliki manusia dalam tiga kelompok berdasarkan kesadaran emosional, yaitu :
a. Non – conscious and regulation of emotion.
Ketidaksadaran dalam penyusunan dan pengaturan emosi, tidak mampu menahan emosi, pengeluaran terjadi diluar kesadaran diri.
b. Low – level consciousness
Tipe kesadaran tingkat rendah, melibatkan kesadaran dalam sekejap, kurang melatih diri untuk mengendalikan emosi.
c. Higher consciousness
Mampu merefleksikan emosi dengan tepat, terlibat pemikiran tentang diri, dan sering me-recall pengalaman emosi.
Kesiapan seorang anak untuk masuk sekolah bergantung pada hal yang paling dasar diantara semua pengetahuan yaitu bagaimana belajar. Dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar ini disebut “Rote Learning”.
Menurut Nasution belajar adalah penambahan pengetahuan, sehingga didalam praktek banyak dianut oleh sekolah dimana guru-guru berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid giat untuk mengumpulkannya, dan bukti bahwa seorang anak telah belajar dapat dilihat dari hasil ujian yang diadakan, sedangkan pada pendidikan modern definisi tentang belajar memperhatikan perkembangan seluruh pribadi anak seperti yang tercantum dalam pendidikan Nasional.
Belajar juga bisa diperoleh dengan jalan mengalami pengalaman itu sendiri memiliki arti sumber pengetahuan dan keterampilan, yang bersifat pendidikan. Pada garis besarnya pengalaman itu dibagi dua yaitu :
1. Pengalaman langsung, partisipasi sesungguhnya, berbuat dan lainnya.
2. Pengalaman pengganti.
a. Melalui observasi langsung
b. Melalui gambar
c. Melalui grafik
d. Melalui kata-kata
e. Melalui simbol-simbol

Belajar yang efektif dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, apa yang telah dipelajari perlu digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu sheingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap.
2. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan : relarning, recailing dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran akan lebih mudah dipahami.
3. Belajar akan lebih mudah berhasil jika belajar dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
4. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajar.
5. Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, pengalaman belajar yang lalu dengan yang baru diasosiasikan sehingga menjaid satu kesatuan pengalaman.
6. Pengalaman masa lalu besar peranannya dalam belajar, pengalaman ini menjadi dasar untuk menerima pengalaman baru.
7. Faktor kesiapan belajar, siswa yang telah siap belajar akan lebih mudah berhasil.
8. Faktor minat dan usaha, belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik dari pada tanpa minat.
9. Faktor-faktor psikologis, kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar, badan yang lemah tak mungkin melakukan belajar dengan sempurna.
10. Faktor intelegensi, siswa yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena anak yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena anak yang cerdas akan lebih mudah berpikir kreatif dan lebih cepat mengambil keputusan, hal ini berbeda dengan siswa yang kurang cerdas.

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikanyang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implicit (tersembunyi). Kegiatan belajar terdiri dari kegiatan psikis dan kegiatan fisis yang saling bekerja sama secara terpadu dan konferhensif integral, sejalan dengan itu belajar dapat dipahami sebagai usaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian.
Menurut pengertian secara psikologi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dalam lingkungan.
Untuk menangkap isi pesan belajar, maka dalam belajar individu menggunakan ranah-ranah :
a. Kognitif
yaitu keamanan yang berkenaan dengan pengetahuan, atau penalaran atau pikiran.
b. Efektif
yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi.
c. Psikotomorik
yaitu kemampaun yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan dan kreatifitas.
Arthur T Jersild menyatakan bahwa belajar adalah “Modification of behavior through experience and traning” yaitu perubahan atau membawa perubahan tingkat laku karena mengalami latihan.
Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukanlah diramalkan oleh kemampuan dini siswa untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial seperti yakin pada diri sendiri dan mempunyai minat, tahu pola perilaku apa yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal, mampu menunggu, mengikuti petunjuk, dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan, serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhannya saat bergaul dengan anak-anak lain. Menurut laporan tersebut, hampir semua siswa yang berprestasi sekolahnya buruk tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional.